Share

Tetangga Baru

Author: Poepoe
last update Last Updated: 2024-05-27 23:38:52

Dentuman di dadaku semakin menjadi saat pria tampan itu melempar senyumnya padaku. Perutku jadi bergejolak! Astaga, sudah lama aku tidak merasakan perasaan seperti ini.

Kedua ujung bibirku gemetar saat membalas senyum pria itu. Lalu, aku menarik napas pelan, berusaha bersikap sewajar mungkin.

Pria itu mendahului orang di depannya dan menghampiriku. Oke, Andini. Tenang. Ini bukan kali pertama aku menghadapi pria tampan seperti ini.

Kini pria itu berdiri di depanku. Angin yang berembus menggerakkan rambut ikalnya yang memang berantakan. Sorot matanya langsung tertuju pada belahan kaosku yang rendah.

Ha, dasar lelaki. Mereka seperti tidak bisa melewatkan hal seperti ini. Namun dengan cepat dia mengalihkan matanya, menatapku.

Astaga, sorot mata abunya yang gelap itu terlihat tajam dan seksi. Tapi kalau dipikir-pikir, usianya pasti jauh lebih muda dariku. Kurasa dia masih berumur dua puluh tahunan awal.

Lalu, dalam hati aku berdecak heran. Bisa-bisanya diriku terjebak pesona anak kemarin sore seperti ini. Aku lebih cocok jadi tantenya!

“Hai,” lesung pipinya muncul dan suaranya yang berat terdengar. “Kenalkan, aku Andreas. Andreas Goenawan.”

Aku terkesiap dengan perkenalan tiba-tiba seperti ini. Tangan Andreas menjulur di hadapanku dan aku hanya bisa mengedikkan bahu sambil mengelap kedua tanganku di permukaan kaos.

“Maaf, tapi tanganku kotor. Habis buang sampah,” balasku.

Namun, tangan Andreas masih menjulur. Mau tidak mau, telapak tangan kami pun saling bersentuhan. Aku bisa merasakan genggaman tangannya yang begitu kuat dan mantap.

“Aku Andini.”

“Andini,” ulangnya sambil manggut-manggut. “Nama yang cantik. Sangat cocok untukmu.”

Oh, bisa-bisanya brondong ini menggodaku.

“Jadi, kamu menyukai rumah itu dan mau membelinya?” tanyaku penasaran.

Andreas bersedekap. Aku bisa melihat otot-otot tangannya yang timbul. Hm, aku jadi membayangkan tubuh atletis Andreas yang dibungkus oleh kaos hitamnya.

Well, tadinya aku masih pikir-pikir untuk membeli rumah itu. Tapi sekarang, kurasa aku punya alasan kuat untuk membeli rumah itu,” ungkapnya sambil mengusap dagunya yang ditumbuhi bulu-bulu halus.

“Oh ya? Apa karena strategis? Atau mungkin lingkungannya yang nyaman?” tanyaku lagi.

Andreas mengulas senyumnya seraya menyeringai penuh makna. “Well, aku enggak mau memberi tahu alasannya.”

“Yah, maaf kalau aku terlalu kepo,” kutepiskan tanganku santai.

“Bukan begitu, hanya saja–”

“Sudahlah, kamu memang enggak perlu memberi tahu alasannya,” selaku. “Aku harus kembali ke dalam, banyak yang harus kulakukan.”

Sorry, sudah mengganggumu, Andini.”

“Kuharap semuanya berjalan lancar. Jadi kita bisa bertetangga.”

Yeah, aku juga enggak sabar. Senang berkenalan denganmu,” balas Andreas.

Lalu aku tersenyum tipis begitu Andreas melambaikan tangannya. Dia memutar tubuhnya dan kembali ke pria yang sepertinya makelar rumahnya Risa.

Aku pun bergegas kembali ke dalam rumah dengan hati yang membuncah riang. Ini sungguh aneh tapi terus terang aku menantikan brondong itu jadi penghuni rumah depan.

*

Seminggu berlalu sejak aku bertemu untuk pertama kalinya dengan Andreas, dan kini saat aku mengendarai mobilku hendak memasuki garasi rumah, aku melihat sebuah truk besar yang parkir di depan rumah kosong itu.

Dari balik kemudi, aku berharap Andreas adalah penghuni barunya.

Aku turun dari mobil untuk membuka gerbang rumahku. Ada beberapa petugas yang sedang mengeluarkan barang-barang dari truk itu dan mereka langsung melirikku.

Oke, aku tahu kenapa. Pasti karena aku hanya mengenakan sport bra dengan padanan legging berwarna sage yang melekat ketat di tubuh. 

Bokongku yang bulat sempurna–hasil dari bertahun-tahun aku latihan pilates–sepertinya menarik perhatian mereka. Apalagi kedua dadaku juga tergolong besar dan padat.

“Whoa!” salah satu petugas hampir terjungkal gara-gara memperhatikanku. Untung saja pajangan berlapis kain putih itu tidak mencium aspal yang keras.

Aku mendengus pelan. Dasar!

“Andini!” 

Aku menoleh dan tidak bisa menahan senyum lebar yang menghiasi wajahku begitu mendapati si brondong tampan itu muncul dari driveway rumah barunya.

Dia benar-benar membeli rumah itu! Sontak aku memekik girang dalam hati.

Ah, tapi mungkin keluarganya yang membelinya. Aku sangsi kalau seorang anak muda bisa membeli rumah yang lumayan besar seperti itu. Aku menaksir harga rumahnya Risa pasti milyaran rupiah.

“Hai, Andreas!”

Pria itu berlari kecil menghampiriku. Gayanya begitu santai dan cuek. Kaos oblong hitam dengan jins biru yang belel. 

Matanya nampak berbinar dan sinar matahari pagi membias di kulitnya yang coklat. Sungguh sempurna.

“Sekarang kita benar-benar bertetangga!” Andreas melebarkan kedua tangannya. “Dan aku senang, ternyata kamu masih ingat namaku.”

Lagi-lagi aku mengulas senyum lebar. “Tentu saja. Selamat datang di komplek ini.”

“Oh ya, hari ini akan ada beberapa truk pindahan yang datang, jadi mungkin agak berisik. Sorry ya,” Andreas menyugar rambutnya.

“Enggak masalah.”

“Habis dari mana? Gym?” Tanyanya, memperhatikan penampilanku.

Seketika aku merasa bersyukur selama ini aku rajin olahraga sehingga bisa memamerkan tubuh indahku ini di depan Andreas. Yah, aku memang sedikit berlebihan sih.

“Bukan gym, tapi latihan pilates. Kebetulan tempat latihannya dekat dengan sekolah kedua anakku, jadi setelah mengantar mereka aku bisa langsung latihan.”

“Anak? Kamu sudah punya anak?” Dia nampak terkejut.

“Tentu saja. Aku ini tante-tante berkepala tiga, Andreas!” seruku.

Andreas menggelengkan kepalanya dengan takjub. “Kamu pasti bercanda, Andini.”

“Untuk apa aku bercanda?”

“Kamu enggak mengenakan cincin,” matanya mengarah pada jemariku.

“Yah, pernikahanku sudah berjalan sepuluh tahun. Jadi, aku enggak perlu mengenakannya lagi,” balasku santai. “Lagi pula, siapa sih yang mau mendekati tante-tante berumur tiga puluh lima tahun dengan anak dua sepertiku ini?”

Andreas seketika tergelak. “Tiga puluh lima tahun? Berarti kita beda sepuluh tahun, Tante Andini.”

“Umurmu dua puluh lima tahun?”

“Sesuai perkiraanmu, Tante?” nadanya terdengar seperti sedang menggodaku.

“Jangan panggil aku tante. Kalau kamu lakukan itu, maka aku enggak akan menoleh.”

“Baiklah, lagian kamu enggak seperti umurmu. Kupikir kamu masih lajang dan berumur dua puluh tahunan akhir.”

Well, aku menganggap ucapanmu itu sebagai pujian,” selorohku. Tapi memang banyak orang yang tidak percaya aku sudah berumur tiga puluh lima tahun. “Lantas, mana keluargamu?”

“Aku tinggal sendiri. Keluargaku ada di luar kota.”

“Hm, kamu suka mengoleksi lukisan ya?” Aku memandangi dua petugas yang menggotong secamacam frame yang dilapisi kain. Dan sudah beberapa kali aku memperhatikan banyak frame yang diturunkan dari truk itu. “Semua yang digotong itu lukisan kan?”

“Aku bukannya mengoleksi lukisan, tapi akulah pelukisnya.”

“Wow, kamu hobi melukis. Menarik.”

“Bukan hanya hobi, tapi itu pekerjaanku,” Andreas menenggelamkan kedua tangannya di saku celana.

“Kamu seorang pelukis?” Aku menukas takjub. “Aku belum pernah punya kenalan yang seorang pelukis.”

“Sekarang kamu punya,” Andreas mengukir senyum manisnya. “Well, beberapa tahun ini, aku berhasil menjual banyak lukisanku. Jadi, aku bisa membeli rumah itu.”

Setelah berbincang sebentar, Andreas pun pamit karena dia harus mengatur di mana barang-barangnya akan diletakkan.

Dan setelah aku memarkirkan mobil di garasi, muncul ide brilian yang di benakku. Mungkin inilah saatnya aku mewujudkan impian masa kecilku, yaitu menjadi pelukis.

Ya, dulu aku hobi melukis. Tapi kedua orangtuaku menentang hobiku itu. Mereka bilang itu tidak bermanfaat dan hanya buang-buang waktu.

Aku memangku dagu dengan telapak tanganku. Hm, aku bisa meminta Andreas untuk mengajariku melukis. Oh, itu pasti sangat menyenangkan!

Membayangkannya saja sudah membuatku girang bukan main.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • JERAT HASRAT TETANGGA TAMPAN   Rahasia Selamanya (END)

    “Mas Pras?!”“Ratih?!” Pras melonjak kaget ketika melihat sosok Ratih yang muncul dari balik pundaknya. “Se-sedang apa kamu di sini?!”Pandangan Ratih melirik sekilas ke arah Andini serta Andreas yang tertawan di tengah pondok. Matanya terbelalak kaget. Apalagi Ratih bisa mencium bau bensin yang menyengat.“Mas, jangan bertindak gila. Ayo, kita pulang sekarang,” Ratih bergerak mendekat, memandang Pras dengan memohon. Kedua tangan dingin wanita itu meraih tangan Pras.Namun Pras langsung menepisnya. “Pulang? Sudah kubilang, aku akan menghabisi mereka dulu, Tih. Setelah itu, baru kita bisa berbahagia.”“Tidak, Mas,” sergah Ratih cepat, menghalau gerakan tangan Pras yang hendak menyalakan korek. “A-Aku enggak ingin memiliki suami seorang pembunuh. Lagian, kita juga salah.”“Halah, persetan! Jangan ikut campur urusanku atau aku akan membunuhmu juga,” Pras memicingkan matanya yang sontak membuat Ratih bergidik ngeri.“Aku mencintaimu, Mas…sungguh…jadi, tolong jangan lakukan ini. Lepaskan me

  • JERAT HASRAT TETANGGA TAMPAN   Terperangkap

    Telinga Andreas berdengung begitu keras saat dia kembali mendapatkan kesadarannya. Penglihatannya yang kabur kini berangsur pulih.“A-Andini?” Pria itu menoleh dan mendapati Andini yang tergolek lemah di sampingnya. Andreas berusaha menggerak-gerakkan bagian-bagian tubuhnya yang terikat erat. “Andini?” bisiknya lagi.Kedua kelopak mata wanita itu perlahan membuka. Ada sedikit kelegaan di hati Andreas melihat Andini yang menggeliat pelan.“Andreas!” Wanita itu terkesiap lemah. “Syukurlah…kamu masih hidup. Dia akan membunuh kita…”“Tidak. Kita akan keluar dari sini,” Andreas berusaha meyakinkan Andini, walau dia sendiri sebenarnya sangsi.Mata Andreas menjelajahi pondok tempat mereka disekap. Dari jendela itu, terlihat hari sudah malam. Embusan angin kencang membawa dedaunan yang jatuh menghantam permukaan jendela.Tubuh Andreas terikat erat di kursi kayu. Usahanya melonggarkan ikatan di kaki dan kedua tangannya sepertinya gagal.Di dekatnya tidak ada alat-alat tajam yang bisa dia raih.

  • JERAT HASRAT TETANGGA TAMPAN   Jebakan Pras

    Andini mengerang pelan. Begitu kedua kelopak matanya membuka, perlahan dia mendapati penglihatannya kembali. Kepalanya terasa begitu sakit, seperti ada ribuan paku yang memukul dari dalam.“Ugh…” Dia coba menggerak-gerakkan tubuhnya yang diikat dengan tali di atas kursi kayu. Namun, sekuat apapun usahanya, ikatan yang melilit di sekujur tubuhnya itu sangat kuat.Napas Andini terengah. Udara dingin masuk melalui celah-celah kayu. Dia memandangi sekitar, begitu senyap dengan perabotan-perabotan usang. Lampu bohlam kuning memendar, mengedarkan cahaya temaram.“Tolong! Tolong!” Andini berusaha berteriak, walau suara yang keluar dari mulutnya terdengar lemah. Seketika pintu dihadapannya berderit terbuka. Napas Andini tertahan. Jantungnya kembali berdebar kencang begitu sosok Pras muncul di depannya.Pras mengendus keras, sambil menyipitkan matanya ke arah Andini. Tawanya berderai, memantul ke setiap sudut ruangan di pondok kayu yang kecil ini.“Andini…” Pras berkacak pinggang, menatap bol

  • JERAT HASRAT TETANGGA TAMPAN   Calon Pengantin yang Menghilang

    Andreas menyusuri selasar kamar hotel dengan jantung yang berdegup lebih cepat dari biasanya. Wajar pria itu gugup karena sebentar lagi dia akan bertemu dengan calon istrinya, lalu menuntunnya hingga ke tempat acara dan pada akhirnya hubungan mereka disahkan di mata negara.Membayangkannya saja sudah membuat perut Andreas bergejolak. Dia tidak menyangka hubungannya dengan Andini akan berakhir manis seperti ini.Andreas menekan bel kamar Andini, setelah menghela napas pendek. Sesekali dia membenarkan posisi dasi kupu-kupunya serta jas yang dikenakannya.Namun, Andini belum juga membukakan pintu untuknya. Setelah menekan bel yang terakhir dan pintu tetap bergeming, tangan Andreas menarik turun gagang pintu kamar. Dahinya mengernyit karena ternyata kamar itu tidak terkunci.“Ndin?” Andreas mendorong pintu perlahan. “Sayang?” Andreas mengetuk pintu kamar mandi, tapi tidak ada jawaban.Dia lantas melempar pandangannya ke sekitar kamar. Mata Andreas pun tertuju ke ponsel Andini yang ada di

  • JERAT HASRAT TETANGGA TAMPAN   Bayang-Bayang Pras

    “Argh…” Andini merintih begitu tubuhnya menghantam lantai kamarnya yang keras dan dingin. Napasnya menderu dengan kencang disertai dengan jantungnya yang berdetak begitu cepat.Andini beringsut, menyandarkan dirinya di pinggiran ranjang. Tangannya langsung meraba lehernya. “Astaga, semuanya terasa begitu nyata…” pikir Andini. Pras hadir dalam mimpinya, berusaha mencekiknya dan menyeretnya ke dalam neraka. Benar-benar mimpi yang buruk.Petir kembali menggelegar di luar sana. Andini bergidik dan seketika lampu kamarnya padam. Mimpi buruk itu belum sirna dari benaknya dan sekarang dia malah dikungkung kegelapan.Seketika, ketakutan merayapi dirinya. “Tidak,” Andini menggeleng. “Tidak mungkin pria itu muncul. Dia sudah mati. Lagian itu cuma mimpi.” Lantas, Andini mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Cepat-cepat dia menyalakan senter lalu bangkit. Dia melangkah sedikit tertatih, mengecek keadaan Eva yang tidur di boks bayi. Bayi itu terlelap dengan damai.Saat Andini menyibakkan t

  • JERAT HASRAT TETANGGA TAMPAN   Menghitung Hari

    Senja perlahan menelan langit biru, menggantinya dengan semburat jingga yang menyerbak di atas sana. Angin sore yang sepoi-sepoi menyapu dahi Andini, menggerakkan helaian poninya.Sambil mendesah pelan, Andini menatap rumah tingkat dua di hadapannya. Rumah yang sudah ditempatinya selama sepuluh tahun, yang banyak memberinya kenangan indah maupun buruk.Truk pengangkut barang yang terakhir belum lama pergi. Sekarang giliran dirinya serta ketiga anaknya yang akan meninggalkan rumah ini.Pandangan Andini beralih ke spanduk yang terbentang di depan pagar rumahnya. Tulisan ‘Dikontrakan’ terpampang jelas.Akhirnya, Andini memutuskan untuk keluar dari rumah itu dan mengontrak untuk sementara waktu, sebelum akhirnya pindah ke Bali tahun depan.Andreas tidak ingin menempati rumah yang dibeli oleh Pras, begitupula Andini. Lagi pula, itu adalah rumah anak-anaknya.“Yuk,” Andreas menepuk pundak Andini. “Sudah sore, kita masih harus merapikan barang-barang di rumah baru.”Andini mengangguk, mening

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status