Share

bab 7

Author: Fizchanayla
last update Last Updated: 2024-05-16 08:25:31

MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 7

"Kinar!" panggil Reza.

Kinar hanya menoleh, lalu melanjutkan langkahnya. Entah kenapa, melihat suaminya, dada Kinar kembali bergemuruh. Dia terus saja beristigfar sambil berjalan menuju kamar lagi.

Reza membuang napas kasar. Dia sadar, kali ini kesalahannya sangatlah fatal. Namun egonya sebagai lelaki seolah enggan turun. Dia begitu mencintai istrinya, tapi kini Niken pun ada di hatinya.

"Ayah, Mama kenapa?" Reza tersentak dari lamunannya mendengar petanyaan Farraz.

"Ahh ... itu, mungkin Mama kecapean," jawab Reza sekenanya.

"Tapi ... tapi tadi sama aku nggak kecapean kok. Malah Farraz digendong, katanya ... Farraz udah gede Mama udah kepayahan gendongnya!" celoteh Farraz dengan mengerjap-ngerjapkan matanya, sangat lucu.

Reza pun tersenyum, lalu membelai kepala bocah lima tahun itu. Ada sesal di hatinya, saat melihat Farraz sepintar dan menggemaskan ini. Dia pun belum tau akan seperti apa rumah tangganya setelah hubungannya dengan Niken diketahui Kinar.

Reza lalu menjatuhkan bokongnya di sofa samping Farraz. Menyandarkan kepala dengan mata terpejam, tangan kanannya terulur memijit pangkal hidung.

"Ayah, sakit?" tanya Farraz.

"Ayah, cuma capek. Lagi banyak kerjaan."

"Kamu sudah mandi belum?" tanya Reza menatap anaknya.

Farraz menepuk keningnya, dia lalu nyengir. Memperlihatkan gigi depannya yang mulai geripis. Tingkahnya membuat siapa saja akan merasa gemas.

Reza tertawa melihat tingkah anaknya. Dia lalu memanggil pengasuh Farraz. Memintanya memandikan karena sudah sore.

"Ayo, Mas Farraz!" ajak Tari sambil melambaikan tangan agar anak asuhnya mendekat.

Tari mengulurkan tangan, yang disambut antusias oleh Farraz.

"Tolong, sekalian bilang sama Bi Sumi minta buatin kopi, ya!" pinta Reza.

"Baik, Pak." Tari menjawab sambil menganggukan kepala, lalu membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai tanda dia permisi. Menggandeng tangan Farraz, mereka berjalan dengan wajah riang. Tidak nampak seperti suster dan anak asuhnya.

Sebelum menaiki tangga untuk ke kamar Farraz, Tari belok ke kanan, menuju dapur untuk menyampaikan pesan Pak Reza.

"Bulek, Pak Reza minta dibikinin kopi." Tari berseru dari ambang pintu dapur. Dia memanggil Bi Sumi bulek karena masih kerabatnya. Tepatnya adik sepupu dari sang ibu di kampung.

Bi Sumi yang sedang mencuci piring menengok, lalu mengangguk. "Taruh di mana?"

"Di ruang tamu, Pak Reza ada di sana." Setelah urusan dengan Bi Sumi selesai, Tari bergegas memandikan Farraz.

Bi Sumi mencuci tangannya, mengambil teko untuk merebus air. Dia sudah hafal betul kebiasaan sang tuan jika ingin kopi airnya harus air masak, bukan air panas dispenser.

Sedangkan Reza di ruang tamu nampak bingung. Dia tidak tau apa yang harus dilakukan. Hari apes memang tidak ada di kalender. Dan hari itu, kini dia alami. Selama ini meresa aman karena Kinar tipikal istri yang tidak curigaan. Siapa sangka malah ketahuan di depan mata.

"Sial!" umpatnya, lalu membuang napas kasar. Rambut yang biasa rapi, kini sudah awut-awutan.

"Mas Reza, ini kopinya." Bi Sumi menyuguhkan secangkir kopi. Dia letakkan di atas meja dengan sepiring brownies sebagai temannya.

"Makasih, Bi," ujar Reza dengan mata masih terpejam, sedang tangannya sibuk memijit pelipis yang berdenyut nyeri.

Bi Sumi mengangguk, menoleh sekilas dan melihat majikannya terlihat kusut. Bukan hanya penampilannya, tapi juga mukanya.

Tadi Mbak Kinan, sekarang Mas Reza, apa yang sebenarnya terjadi? Batinnya. Namun dia tidak berani bertanya, karena itu bukan ranahnya.

"Permisi ya, Mas. Bibi mau menyiapkan makan malam."

"Ya," jawab Reza singkat.

Sementara itu, di kamar Kinar nampak gelisah. Dia enggan bertemu dengan suaminya. Belum siap, lebih tepatnya. Setelah apa yang dia lihat siang tadi. Istri mana yang tidak murka dan sakit hati.

Tapi, bagaimana dengan Farraz. Anak itu pasti akan bertanya banyak hal jika sesuatu tidak seperti biasanya. Pada akhirnya Kinar memilih ke kamar anaknya untuk menghindari Reza. Karena sebentar lagi, Reza pasti akan masuk kamar untuk membersihkan diri.

Kinar mengetuk pintu pelan, walau pintu kamar Farraz tidak tertutup sepenuhnya. Dia mengajarkan anaknya untuk mengetuk pintu dulu sebelum masuk kamar. Jadi, dia pun harus bisa melakukan itu, meskipun dia orang tua Farraz. Ya, karena anak akan lebih mudah untuk meniru apa yang dia lihat.

Tari membuka pintu kamar Farraz agar Kinar masuk. "Mas Farraz sudah saya mandikan, Mbak!" ucapnya sambil tersenyum.

Dibelakangnya Farraz menyusul dan langsung memeluk Kinar.

"Aku sudah wangi, Mama!" ucapnya dengan sangat menggemaskan.

Kinar berjongkok untuk menyamakan tinggi, lalu mencium gemas pipi gembil Farraz. "Jagoan Mama, gantengnya."

"Boleh ditinggal aja, Mbak. Kamu boleh istirahat. Nanti kalau perlu sesuatu saya panggil."

"Baik, Mbak. Saya permisi!"

Setelah Tari pamit, Kinar gegas masuk ke kamar Farraz. Menemani anaknya apa saja. Kadang menanggapi celotehannya yang lucu membuat Kinar bisa melupakan sedikit rasa sakitnya.

Reza duduk termenung, sesekali menyesap kopi buatan Bi Sumi. Dan akhirnya memilih beranjak dari sofa. Berniat membersihan diri. Dengan langkah gontai menaiki tangga.

Saat sudah di depan kamar, Reza seolah ragu untuk masuk. Tangannya sudah menggantung di udara bersiap untuk mengetuk, tapi dia urungkan, dan menurunkannya lagi. Dengan perlahan membuka pintu kamar yang tidak dikunci.

Reza hanya bisa mendesah, mendapati kamar itu kosong. Sudah pasti Kinar menghindarinya. Dia lalu duduk di tepi ranjang. Merenung. Menoleh pada bantal dan selimut yang tertata rapi.

Menutupi wajah dengan kesepuluh jarinya. Pikirannya benar-benar kusut. Dia lalu bangkit dan meninju udara karena kesal.

"Huft ... semoga ada jalan keluar!" gumamnya lalu berjalan ke kamar mandi.

Jam tujuh malam Kinar dan Farraz turun ke bawah untuk makan malam. Ibu dan anak itu bergandengan tangan, memamerkan senyum mereka. Sesekali bercanda, dan terdengar gelak tawa.

"Ehemm ...." Reza berdehem saat sudah sampai meja makan, dan duduk di kursinya.

Kinar hanya melirik sekilas dengan muka datar. Namun akan berbanding terbalik saat menanggapi celotehan Farraz. Senyum hangatnya akan langsung dia tunjukkan.

Untungnya Kinar berhasil mengalihkan perhatian Farraz dengan terus menanggapi celotehannya sambil menyuap nasi. Alhasil, Farraz pun tidak terlalu memperhatikan sikap Kinar dan Reza yang tidak saling berinteraksi.

"Selesai makan ke kamar, belajar ya!" perintah Kinar.

"Kali ini Mama akan temani Mas Farraz sampai bobo," sambungnya.

Reza langsung menghentikan kunyahannya saat mendengar ucapan Kinar. Dia meletakkan sendok dan menatap istrinya itu. Namun yang ditatap hanya cuek.

"Pamit dulu sama Ayah!" ujarnya lagi, lalu beranjak dari kursinya.

"Aku sudah selesai makan ayah. Aku mau belajar terus bobo!" ucap Farraz dengan tangan kiri sudah menggandeng tangan kanan Kinar. Dia lalu menciun pipi Ayahnya saat Reza sedikit menyondongkan badannya, dan menyodorkan pipinya minta dicium.

Reza menyentak napas kasar sepeninggal istri dan anaknya. Napsu makannya hilang seketika. Dia memilih meninggalkan meja makan dan pergi ke teras. Duduk sambil menghisap rokoknya.

Jam sembilan malam, setelah memastikan Farraz tertidur Kinar kembali ke kamarnya. Membuka lemari brangkas, yang letaknya hanya dia yang tau. Dia merapikan berkas penting yang disimpan di kotak itu.

Setelah menemukan apa yang dicari, Kinar menutup dan menguncinya lagi. Dia berjalan menuju ranjang dan mengambil ponsel yang tergeletak di kasur. Duduk sambil mengamati dokumen di pangkuannya.

Sedikit ragu, akhirnya Kinar memencet nomor telpon di ponselnya itu. Didering yang ketiga, panggilan diterima.

"Halo selamat malam, Pak saya ingin menanyakan beberapa hal dengan Anda. Apa besok bisa bertemu?" ucap Kinar langsung pada intinya saat telpon sudah tersambung.

"Ada apa Bu Kinar? Apa ada masalah, kok tumben sekali?" tanya orang di seberang telpon.

"Ahh, iya, hanya ... sedikit masalah saja, Pak. Besok saya akan ke kantor."

"Oke, baik Bu Kinar."

Kinar meletakkan ponselnya di meja samping ranjang, dan memasukkan dokumen di laci bawah meja.

Saat hendak membaringkan badan, pintu terbuka. Kinan menoleh, dan seketika mengurungkan niatnya. Mendadak dadanya kembali bergemuruh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kinar terlalu banyak drama menye2
goodnovel comment avatar
Veronica Isnaini
lanjut thor di kbm ga bs beli koin.....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KINARIAN MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU   bab 64

    MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 64"Papa bisa jelaskan semuanya, Za.""Nggak ada yang perlu dijelaskan pada anak yang sengaja Papa buang," sahut Reza dengan penuh kekecewaan.Reza masih tak menyangka orang tuanya setega itu. Dan bodohnya dia, Tuhan sudah menggantikan dengan Kinar yang teramat baik, tapi justru dia sia-siakan. Rasa menyesal, marah, juga kecewa, berjejalan dalam dadanya."Aku pulang dulu," kata Reza seraya beranjak berdiri."Tak ada tempat bagiku di rumah ini," lanjutnya lagi menatap sinis Papanya.Pak Baskara menggeleng pelan. Menatap Reza dengan tatapan penyesalan. Nyatanya, alih-alih mendapatkan kepuasan, juga apa yang diinginkan, dendamnya justru menghancurkan keluarganya.Reza berjalan gontai keluar dari rumah orang tuanya. Pikirannya kini berkecamuk. Kini, dia benar-benar merasa sendiri. Dibuang orang tuanya, kehilangan anak dan istri yang dengan tulus menerimanya.Terngiang kemba

  • KINARIAN MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU   bab 63

    MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 63"Mas, jangan diam saja. Mbak Kinar sudah menginjak harga diri kita," sungut Niken dengan wajah merah padam, seraya mengguncang lengan Reza.Reza mengusap kasar wajahnya. Dia benar-benar melihat sisi lain dari Kinar yang selama ini tidak pernah dia sangka. Dia hanya bisa membisu, menatap punggung Kinar yang kian menjauh dari tempatnya.Pikiran Reza justru tertuju pada pernyataan Kinar tentang sang papa juga pernikahannya. Apa yang sebenarnya terjadi, dan disembunyikan oleh orang tuanya? Batin Reza penuh terka."Mas!" sentak Niken karena Reza hanya diam saja. Ucapannya seolah angin lalu."Aku bisa apa? Memang fakta, yang dibicarakan Kinar, bukan? Aku bergantung pada Kinar, dan hanya ini satu-satunya pekerjaan yang bisa aku lakukan saat ini. Belum tentu di luaran sana aku bisa mendapat pekerjaan. Namaku juga pasti sudah diblacklist dari perusahaan-perusahaan. Aku sudah miskin sekarang, itu fakta

  • KINARIAN MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU   bab 62

    MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 62"Mas ... ngapain, sih?" tanya Niken menghampiri Reza. Dia heran melihat suaminya duduk di kursi teras sambil memijit pelipisnya. Tidak biasanya pulang kerja Reza duduk dulu di teras rumah.Niken yang berdiri di ambang pintu, dengan leluasa melihat amplop coklat berlogo pengadilan agama yang sedang dipegang Reza. Dia menyunggingkan senyum tipis, sedang hatinya bersorak. Apa yang dia inginkan akhirnya akan segera terwujud. Menjadi satu-satunya istri Reza.Reza menoleh dan mendongak, menatap Niken yang sudah berdiri di sampingnya."Pengen duduk aja di sini," jawab Reza sekenanya."Itu apa?" tanya Niken menunjuk amplop di tangan Reza dengan dagunya.Reza menatap amplop cokelat di tangannya."Ini, dari pengadilan," jawab Reza pelan. Tiba-tiba saja tenggorokannya tercekat, dengan dada penuh sesak.Niken tersenyum miring, lalu bersidekap dada."Bagus dong, jadi seb

  • KINARIAN MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU   bab 61

    MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 61Fitri berjalan tergesa meninggalkan ruangan itu. Bahkan dia sampai menabrak Andre yang berdiri di ambang pintu. Mendadak hatinya cemas. Meski Kinar terlihat baik-baik saja, kenyataannya adalah sebaliknya. Fitri takut Kinar nekad.Halaman belakang jadi tujuan Fitri. Biasanya Kinar senang dengan tempat itu. Namun, bahunya mendadak luruh saat tak mendapati Kinar di sana."Ndre, di sini juga nggak ada!" teriak Fitri.Kepala Andre menyembul dari balik jendela kantor yang memang berhadapan dengan halaman belakang."Emang nggak pamit tadi?""Enggak. Tadi dia bilang mau kerja cepat, biar bisa cepat santai, habis itu ya aku tinggal karena kerjaanku sudah numpuk," jawab Fitri sambil menatap kesekeliling. Saung yang jadi tempat favorit Kinar juga kosong. Fitri bahkan sampai melongok ke bawah kolong saung, barangkali Kinar sembunyi di sana."Kinar bukan anak kecil yang sedang main petak umpet. Mana ada di kolong saung, ck ada-ada saja kamu, Fit," ucap

  • KINARIAN MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU   bab 60

    MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 60Andre duduk bersila di atas sejadah yang dia bentangkan di samping ranjangnya. Melangitkan begitu banyak doa, juga meminta ampun atas segala dosa. Tak lupa nama Kinar selalu terselip dalam doanya, selain Bu Nisa sang bunda, tentu saja. Bukan doa meminta Kinar menjadi jodohnya, tapi meminta agar Kinar selalu dalam lindungan-Nya.Sudah ada beberapa rencana dalam benak yang akan Andre lakukan esok hari. Kini, dia benar-benar ingin ikhlas melepas Kinar dari hatinya. Biarlah semesta yang bekerja. Jika memang berjodoh, suatu saat pasti akan bersatu."Nak, belum tidur?" Kepala Bu Nisa menyembul dari balik pintu yang hanya terbuka separuh.Andre menoleh, lalu tersenyum menatap sang Bunda yang juga tersenyum padanya. Bu Nisa membuka pintu lebih lebar, lalu masuk ke kamar Andre."Bunda, kok belum tidur?" Andre justru balik bertanya. Dia lalu beranjak dari duduknya, melipat sejadah, dan menaruhnya di tempat semula."Belum ngantuk," jawab Bu Nisa sing

  • KINARIAN MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU   bab 59

    MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 59"Aku tidak akan pernah menceraikan kamu, Kinar!"Teriakan Reza membuat Kinar menghentikan langkah kakinya. Dia menghela napas panjang dengan mata terpejam. Selalu saja ada drama jika bertemu dengan suaminya itu. Rasanya dia sudah muak menjalani ini semua. Perlahan Kinar berbalik, dan menatap Reza dengan wajah datar."Itu urusanmu. Urusanku adalah menggugat cerai kamu, Mas. Sudah tidak ada yang bisa diperbaiki dari pernikahan toxic ini. Tunggu saja surat dari pengadilan agama. Aku pastikan kamu tidak bisa berkutik karena semua bukti sudah sangat jelas memberatkanmu," ucap Kinar dengan tenang tanpa ekspresi.Tanpa menunggu balasan dari Reza, Kinar gegas pergi dan sedikit berlari menaiki tangga. Hatinya perih tiap kali melihat Reza. Seakan luka itu sengaja ditaburi garam dan dikucuri air jeruk.Dengan menahan kesal, Reza pergi ke kamar tamu. Dia merebahkan tubuhnya di ranjang. Melipat ke dua tangan, dan menjadikannya batalan. Menatap langit-l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status