Luna dinikahi oleh Kalingga sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kesalahan pria itu yang telah menabrak ayahnya hingga meninggal dan menyebabkan kaki Luna lumpuh. Selama dua tahun pernikahan, Luna jatuh cinta pada Kalingga dan bertekad kuat untuk sembuh agar bisa kembali berjalan lagi. Namun, ternyata kesembuhan kakinya justru menjadi alasan bagi Kalingga untuk menceraikannya dan kembali pada wanita masa lalunya. Tapi Luna tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Sampai sahabat Kalingga memaksanya untuk pergi dari Kalingga sejauh mungkin. Luna tidak mengerti kenapa dia terus dipaksa untuk melepaskan Kalingga, sampai dia mengetahui rahasia besar yang menghancurkan hatinya. Akankah Luna tetap bertahan ketika Kalingga ternyata tidak mau bercerai? Ataukah dia akhirnya menyerah dan melepaskan pria itu?
View More"Sof, kakiku bisa digerakkan!" seru Luna antusias dengan hati terasa penuh.
Rasanya dia ingin melompat-lompat saking senangnya karena akhirnya bisa menggerakkan kakinya dalam keadaan berdiri. Luna mencoba mengangkat kaki kanannya ke depan hingga menghasilkan satu langkah. "Bagus! Kesabaran kamu membuahkan hasil, Lun!" sahut Sofia dengan senyum lebar. "Ayo, satu langkah lagi. Kamu pasti bisa." Luna berpegangan pada kedua tangan Sofia, sahabat sejak kecil yang kini masih kuliah di kedokteran semester empat. Kaki kirinya kembali melangkah dengan sangat perlahan, dan akhirnya berhasil. "Sof," panggil Luna dengan suara bergetar dan kedua mata berkaca-kaca saking bahagianya. "Sof, makasih banyak udah mau bersabar membantu aku." Luna memeluk sahabatnya sambil menangis tersedu-sedu karena bahagia. Tidak ada lagi orang yang bisa dia jadikan sebagai sandaran selain wanita dalam pelukannya ini setelah ayahnya meninggal karena ditabrak oleh Kalingga, laki-laki yang kini menjadi suaminya. "Kamu ini kayak sama siapa aja sih? Kamu itu prioritasku," sahut Sofia sambil ikut menangis. Mereka dari kalangan yang berbeda, namun bisa bersahabat sampai saat ini tanpa ada yang mampu memisahkan. "Aku mau ngasih kejutan buat Mas Lingga," ucap Luna setelah pelukan mereka terlepas. Senyuman di wajah Sofia langsung menghilang, digantikan dengan raut wajah marah. "Lun, harus berapa kali aku menasihati kamu? Lingga itu nggak pernah mencintai kamu! Dia itu menikahi kamu karena takut masuk penjara. Dia udah membunuh ayah kamu!" kata Sofia dengan nada tinggi. Luna mengerjap beberapa kali. Wajahnya langsung murung. Kesalahan Kalingga Wisnuwardhana memang sangat besar dan tak termaafkan. Tapi dia mulai mencintai pria itu. Benih-benih cinta itu tumbuh ketika Kalingga mulai menyentuhnya dua bulan terakhir dengan lembut, meskipun lelaki itu akan menyebut nama...Renata setiap kali mencapai puncak. Dada Luna berdenyut nyeri. Tiba-tiba dia merasa kebahagiaan yang baru dia raih akan lenyap tak lama lagi. Tanpa sadar kakinya melangkah meninggalkan Sofia di halaman belakang rumah. Meskipun masih sangat lambat, tapi Luna terus melangkah. Mengabaikan rasa kaku dan nyeri di kakinya karena otot-ototnya masih kaku. "Luna! Lun, please kali ini dengerin aku. Aku nggak mau kamu hancur," teriak Sofia yang tidak mengejarnya sama sekali. Luna tidak mengacuhkan teriakan Sofia. Dia terus melangkah sampai mencapai pintu belakang rumah. Berpegangan erat pada gagang pintu sambil menenangkan debar jantungnya yang tidak nyaman. Tidak, dia tidak mau kebahagiaan itu direnggut darinya! Dia bisa memaafkan Kalingga. Dia bisa melupakan kesalahan pria itu. Memaksa kakinya untuk kembali melangkah meskipun rasanya semakin sakit, Luna akhirnya menyeret langkahnya sambil berpegangan pada pintu, setelah itu meraih kitchen island untuk menopang tubuhnya. "Di mana perempuan lumpuh itu? Kenapa rumah kamu sepi sekali?" Tubuh Luna membeku. Suara Bu Devi, ibu mertuanya, membuat tubuh Luna otomatis gemetar. Wanita itu adalah mimpi buruknya selama dua tahun menikah dengan Kalingga. "Dia lagi terapi," jawab Kalingga tak acuh. "Kamu masih buang-buang duit buat dia? Mama nggak suka! Setelah ini, hentikan pengobatan dia. Nggak ada gunanya juga," sahut Bu Devi ketus. "Ma, Luna lumpuh karena aku. Kalau aja waktu itu..." "Alah, itu kan memang udah menjadi takdir dia lumpuh dan kehilangan bapaknya. Salah sendiri jalan kok di tengah-tengah. Yang salah dia, kenapa kamu yang harus tanggung jawab?" Luna bingung harus bagaimana. Tetap berada di dapur, dia takut ketahuan. Tapi dia juga penasaran dengan apa yang akan mereka bicarakan di belakangnya. Selama ini, dia tidak pernah mendengar mereka membahas tentang kecelakaan itu di depannya. "Udahlah, Ma. Kalau aku nggak mau tanggungjawab, dia bakalan melaporkan aku ke polisi. Mama mau aku masuk penjara? Sabar dulu kenapa sih?" "Ck! Kamu kasih aja dia duit yang banyak biar tutup mulut. Gitu aja kok repot." "Mama nggak usah khawatir. Aku udah ngasih dia banyak duit setiap bulannya dan aku udah memaksa Irfan untuk membuat kakinya cepat pulih. Kalau kakinya udah nggak lumpuh lagi, maka pernikahan kami akan berakhir. Kami udah membuat perjanjian pranikah soal itu." Deg! Luna menatap kosong kitchen Island di hadapannya. Tidak menyangka bahwa dia akan mendengar kalimat itu dari mulut pria yang dicintainya dengan setulus hati. Dia bahkan melupakan tentang perjanjian pranikah itu. Dia pikir, Kalingga sudah mulai mencintainya karena perlakuan pria itu begitu manis dan lembut dua bulan terakhir ini. "Aku udah nanya Irfan soal perkembangan kaki Luna. Katanya dia udah mulai bisa berdiri." "Yang bener kamu? Cepetan buat dia sembuh biar kalian bisa bercerai secepatnya. Mama udah nggak tahan menanggung malu punya menantu miskin dan jelek seperti dia." Air mata Luna mengalir menuruni pipinya. Ternyata rasanya masih sesakit ini mendengarkan perkataan pedas dari ibu mertuanya. Tiba-tiba terdengar langkah kaki mendekati dapur. Luna yang panik bingung harus melakukan apa, jadi dia hanya berdiri sambil berpegangan pada pinggiran kitchen island. Sampai sepasang tangan memegang pundaknya dan memaksanya untuk duduk. Luna terkesiap dan langsung menghela nafas lega ketika melihat Sofia. Wanita itu mendudukkannya di atas kursi roda, sebelum buru-buru membawanya keluar dari dapur menuju ke halaman belakang rumah. "Si Luna pernah masak buat kamu? Eh, tapi dia kan lumpuh. Orang lumpuh memangnya bisa apa selain nyusahin orang lain? Udahlah nggak berguna, miskin, nggak bisa apa-apa lagi. Seharusnya kamu menikah sama Renata, bukannya sama si lumpuh itu. Mama..." Suara Bu Devi akhirnya tidak terdengar lagi ketika Sofia membawanya ke bagian samping rumah. Mereka berdua hanya diam, tidak membuka percakapan sama sekali atau mereka bisa ketahuan. Luna memegang dada kirinya yang semakin nyeri. Sofia menggenggam tangannya dan tangisannya semakin keras meskipun tanpa suara. "Sakit," bisiknya. Genggaman Sofia semakin erat. Wanita itu tahu semua yang terjadi dalam rumah tangganya, karena Luna selalu menceritakannya pada Sofia. Termasuk ketika Kalingga tiba-tiba menyentuhnya namun menyebutkan nama Renata. "Please, tinggalin dia, Lun," mohon Sofia sambil ikut berbisik. Luna menggeleng. Dia mencintai Kalingga, dan ini pertama kalinya dia jatuh cinta. Dia ingin menikmati perasaan itu dengan rakus. Dia akan melakukan segala cara untuk mempertahankan Kalingga. Termasuk berpura-pura masih lumpuh. "Aku masih mau bertahan, Sof. Selama aku masih lumpuh, dia nggak akan menceraikan aku." "Luna, tolong jangan menyiksa dirimu sendiri," mohon Sofia lagi. Luna tetap pada pendiriannya. Dia masih yakin bahwa Kalingga akan berubah mencintainya. "Kalian ngapain di sini?"Sofia terduduk di lantai ruangan tempat menyimpan barang-barang tak terpakai di dekat tangga menuju ke rooftop hotel. Seluruh tubuhnya gemetaran. Dadanya berdegup dua kali lebih cepat dan rasanya begitu sesak. Niatnya tadi ke rooftop adalah untuk mencari Luna, untuk mengadu pada sahabatnya itu mengenai ulah kakaknya. Saat Nathan pamit ke toilet dan tak kunjung kembali, teman-teman kuliahnya mulai curiga. Mereka mengatakan hal-hal yang membuat Sofia kesal. "Sof, kamu yakin suami kamu beneran cinta sama kamu? Kok sejak tadi kayak lempeng-lempeng aja gitu nggak senyum sama sekali?" "Dia kan emang dingin dan cuek orangnya," balas Sofia. "Tapi nggak gitu juga kali. Masa di pernikahan sendiri kok kayak lagi takziah gitu?" "Iya ya bener. Sebenarnya aku udah lama mau bilang gini, tapi aku nggak enak sama kamu, Sof. Nathan...kayaknya nggak begitu cinta deh sama kamu. Cintamu bertepuk sebelah tangan. Kelihatan banget cuma kamu yang berjuang dalam hubungan ini." Saat itu, Sofia benar-
"Kenapa sih kakak tega? Kalau memang kamu belum selesai dengan masa lalu, kenapa deketin sahabatku? Jangan pernah menyakiti orang lain hanya untuk mencari pelarian kak," ucap Luna dengan lirih.Dia benar-benar kecewa dengan kakak sulungnya itu. Sama sekali tidak menyangka bahwa lelaki itu ternyata mewarisi sifat ayah mereka. Padahal, selama ini Luna begitu bahagia karena mengira bahwa Nathan serius dengan Sofia.Sahabatnya itu selalu terlihat bahagia setiap kali dia membahas soal Nathan. Luna sampai yakin bahwa Nathan sudah benar-benar move on. Tapi ternyata dia salah besar. Rasa cinta itu terlalu besar, sampai-sampai Nathan tidak tertolong lagi."Please, aku mohon sama kamu Kak. Please, please banget. Berhenti aja sampai di sini. Jangan menyakiti sahabatku, atau siapapun itu. Sebelum terlalu jauh. Jangan sampai kamu menunggu semuanya hancur seperti apa yang dilakukan oleh ayah kita. Dan aku yang akhirnya menjadi korban."Kedua mata Luna berkaca-kaca. Hatinya terasa sakit sekali melih
"Siapa Yang?" Kalingga melihat ke sekeliling ballroom dan tidak melihat ada seseorang yang aneh, yang berpotensi untuk mengganggu istrinya. Kecuali Alek tentu saja."Itu Mas, cewek yang barusan masuk. Sama cowok bule. Setahuku tuh cowok dulu bosnya Kak Nathan," bisik Luna.Kalingga menoleh ke arah pintu masuk dan langsung membelalak. "Buset!" pekiknya tanpa sadar.Luna langsung menoleh dan menatap Kalingga dengan tajam. "Apa maksudnya bilang kayak gitu?"Kalingga langsung membeku. Terlihat seperti baru saja ketahuan tengah berbuat salah. "Eh...i-itu, Yang. Tuh cewek yang rambutnya hitam terus tinggi langsing kayak model itu kan?""Iya? Terus? Mau bilang dia cantik?" cecar Luna dengan sebelah alis terangkat.Kalingga buru-buru menggeleng. "Nggak, nggak! Tetep kamu yang paling cantik, Yang. Serius. Kamu sendirian udah bisa bikin Mas puas kok. Nggak ada yang lain.""Terus?""Eh, itu...si cewek yang kamu bilang itu...dia lagi deketin kakakmu. Terus...si Nathan malah bengong."Gantian mata
"Bestieee!" Luna memeluk Sofia dengan sangat erat dan girang bukan main. "Akhirnya kamu nikah juga!"Sofia tertawa kecil sambil membalas pelukannya. Setelah penantian selama lima tahun, akhirnya sang sahabat menikah dengan sang kakak sulung, Nathan Wilson. Luna bahagia karena akhirnya mereka benar-benar menjadi saudara."Maaf ya aku baru bisa dateng. Kemarin lusa aja aku harus ngeyel sama Kak Ethan biar bisa ngambil penerbangan habis meeting. Tahu sendiri kakakku yang satu itu gimana overprotektifnya kalau sama aku," keluh Luna dengan wajah memelas."Ck, kayak sama siapa aja kamu. Masih bagus kamu sempat dateng. Aku malah udah legowo waktu denger dari Mas Nathan kalau kamu mungkin nggak bisa dateng, mengingat di Rusia sana lagi musim salju."Luna tersenyum senang melihat betapa cantiknya Sofia dengan riasan sederhana namun terlihat mewah dan elegan. Tidak terlalu menor dan tebal seperti riasan pengantin Indonesia pada umumnya."Sayang banget aku nggak bisa menyaksikan akad nikah kalia
Luna benar-benar tak bisa berkata-kata mendengar perkataan ketus suaminya. Lelaki itu bahkan menutupi bagian atas payudaranya yang kelihatan ketika Kala sedang menyusu. Berkali-kali memelototi pria asing yang terlihat salah tingkah saat terpergok sedang terpana melihatnya."Gimana kalau kita makan aja? Udah siang juga ini. Kalian pasti belum makan kan tadi?" Suara Lena memecahkan kecanggungan yang terjadi, membuat Luna lega dan bersyukur ibunya begitu supel. "Ethaan! Sini bantu mama, Nak! Alek, jangan cuma main hape. Sini bantu mama bikin es sama kopi. Eh, kalian mau es kan? Saya selalu gerah dan haus sejak tinggal di sini."Luna meringis ketika melihat tamu-tamu itu tersenyum paksa. Mungkin heran dengan ibunya yang kegerahan, padahal mereka sedang berada di Malang bagian perumahan yang hawanya masih dingin. Mungkin karena ibunya terbiasa menghadapi musim salju, jadi kota sedingin Malang dan Batu pun bagi Lena justru gerah."Kalian nggak makan juga? Kenalin, Tante ini adik iparnya ibu
Entah sudah berapa lama Kalingga menatap tajam Alek yang terus saja menempel pada istrinya di ruang keluarga. Keningnya seperti berkerut permanen, karena rasa kesal yang terus bertambah setiap kali melihat Alek yang selalu mencari alasan agar bisa melayani Luna. Termasuk menyuapi makan dan mengambilkan air minum."Jangan korbankan bayi yang baru lahir hanya karena rasa cemburumu."Kerutan di antara kedua alis Kalingga langsung hilang, digantikan dengan rasa kaget. Tangannya refleks menjauh dari paha anaknya. Dia menoleh ke sumber suara, mendapati Ethan yang sedang menatapnya datar."Sejak kapan kamu di situ?" tanyanya heran."Sejak kau terus mengawasi istrimu seperti seorang penguntit."Kalingga mendengkus. Dia menatap anaknya yang masih kemerahan dan malah tidur dengan nyenyak dalam gendongannya, padahal seharusnya anak itu bangun dan meraung-raung minta ASI untuk mengalihkan perhatian ibunya.Diamatinya wajah itu. Begitu mirip dengan Luna. Bulu matanya panjang dan lentik, hidungnya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments