"Mas! Ini aku Laura, bukan ka Larisa!" Laura berusaha mendorong pelan dada bidang suaminya, namun tenaganya tak sebanding dengan Dave. Lelaki yang tengah berada dalam pengaruh alkohol itu pun merobek paksa dress yang membaluti tubuh gadis itu. Air mata Laura menetes, saat Dave mencium paksa bibir, hingga menjamah leher jenjangnya sampai meninggalkan tanda-tanda merah keunguan yang terasa sangat sakit. Laura tahu jika Dave meminta haknya sebagai seorang suaminya membuat ia tidak punya alasan untuk menolak, tapi yang dia sayangkan jika dirinya di anggap sebagai Larisa, wanita yang sebenarnya di inginkan oleh suaminya itu. "Jangan mas .." Dave yang mabuk berat tidak menggubris penolakan Laura, dengan kasar ia mencum-bui setiap inchi kulit wanita yang telah telah resmi menjadi istrinya. Tubuh Laura gemetar, wajah manisnya tampak pucat. Rasa takut menyelimuti dirinya saat ini ketika Dave melonggarkan dasi lalu melemparkan satu persatu pakaiannya ke sembarang arah. Laura menggeleng
Perkataan Dave masih mengiang ditelinga, membuat Laura seketika terbuyar dari khayalan indahnya. Dan kembali fokus berbincang dengan nyonya Cristine.Ketika kedua wanita itu tengah sibuk berbincang, terlihat Dave yang sudah berdiri sempoyong dan hampir terjatuh. Beruntung Laura segera gesit menghampiri. "Mas! Apa kamu tidak apa-apa?" Laura terlihat sangat cemas. Dave yang sudah mulai mabuk pun tanpa sadar menepis tangan Laura, membuat Mr. Andrew dan istrinya saling menatap dengan kening yang mengerut. Wajah Laura memucat, tidak ingin kolega Dave sampai curiga dengan hubungan mereka. Laura pun segera menghubungi Rio agar membantu sang suami untuk di bawa pulang, setelah pamit pada kolega itu. Rio yang baru saja datang, dengan cepatnya ia menghampiri lalu meminta maaf pada Laura karena sedikit terlambat. "Nyonya Mari saya bantu," kata Rio dengan penuh hormat. Laura hanya mengangguk, Dave terus Meracau dengan sebuah nama yang sangat asing untuk Laura. Ingin sekali Laura bertanya si
"Sayang!" Laura tersontak kaget, saat mendengar panggil suaminya yang begitu lembut layaknya seperti suami pada umumnya yang sangat mencintai istrinya. Meskipun ia tidak tahu jelas dengan raut wajah Dave seperti apa di balik topeng, tapi sebagai seorang istri Laura sudah bisa menerimanya dengan tulus. Tak ingin membuat Dave kecewa, Laura pun perlahan meraih uluran tangan suaminya, dengan sangat pelan lengan Dave mulai meraih dan melingkar di pinggang ideal sang istri. Sampai membuat Laura tertegun, saat tubuh mereka bertemu tanpa menyisakan ruang sedikit pun membuat hati gadis manis itu berdebar-debar tak menentu. Pandangannya dengan Dave saling bertemu, perlahan Laura mengalungkan kedua lengannya di rahang tegas Dave. Suara musik mulai menggema, Langkah Laura mulai mengikuti alunannya. Untuk pertama kalinya ia kembali berdansa setelah lama tidak. Jantung berdegup dua kali lebih kencang, senyum manis terpancar di wajahnya meskipun dia tahu mereka saat ini sedang bersand
Satu pekan kemudian, Dave masih duduk menunggu di ruang keluarga bersama dengan ayah ibu dan juga neneknya. Lelaki berparas misterius itu tampak muram saat menatap layar ponselnya. Apa lagi mengingat dalang dari orang yang mencelakai-nya masih belum di temukan oleh para pengawalnya. Sebelum dia berangkat Oma-nya mewanti-wanti lebih dulu jika Dave harus bersikap lembut pada istrinya. Mengingat koleganya Mr. Andrew yang di kenal dengan sikapnya yang penyayang istri. Membuat wanita tua itu sedikit cemas. "Dave! Kamu dan Laura harus menjaga hubungan di depan mereka, jangan membentak Laura di depan mereka," Imbuh sang Oma menatap serius. "Aku tahu," Dave menyahut singkat tanpa ingin banyak bicara lagi. Ketika semuanya tengah berbicara serius. Laura yang baru saja selesai berdandan di bantu oleh para pelayan, kini gadis itu perlahan mulai berjalan menuruni tangga. "Tuan, nyonya sudah siap," Ujar salah satu pelayan memberitahukan. Seketika semua perhatian teralihkan p
Laura menelan saliva beberapa kali, keringat dingin mulai membasahi seluruh tubuhnya. Lagi dan lagi dia merasa sangat tertekan saat sang Oma masih berharap dia akan segera memberinya cicit. "I-iya Oma.." Laura hanya mengangguk patuh, perasaannya gelisah dan tak karuan saat merasakan efek jamu tadi yang sudah mulai terasa. Dave yang tidak ingin pengaruh jamu itu, dia segera menjauhkan diri dari Laura bahkan segera mengirim pesan pada Rio, agar segera mencari obat penawar pada Dokter pribadinya. Jantung Laura berdegup sangat kencang, suhu tubuhnya kembali memanas dan tidak nyaman. Baru saja Laura akan beranjak dari atas ranjang, tiba-tiba saja Dave menoleh dan melontarkan beberapa pertanyaan padanya. "Kau mau kemana?" Seketika langkah Laura terhenti, saat Dave memanggilnya. Dengan tubuh yang perlahan sudah tak nyaman membuat ia berusaha tetap tenang. "Aku harus berendam, efek Jamu ini sangat kuat sekali," keluh Laura yang perlahan merasa sangat pusing dan tak nyaman.
"Apa! Sudah mati?" Dave menatap tajam, giginya bergemulutuk bahkan darahnya mendidih saat mendengar kabar jika orang-orang yang mencoba untuk membuatnya celaka kini sekarang sudah lenyap. Tapi Dave yakin, jika itu adalah salah satu trik yang di pakai oleh dalang utamanya agar menghilangkan jejaknya. "Cari sampai dapat, aku tidak ingin kata maaf!" Satu perintah bernada penuh penekanan dari sang bos, membuat Rio menelan ludah nafasnya pun sempat tersendat. "Baik tuan, kami akan berusaha mencarinya," Rio segera undur diri. Melihat putranya yang sedang murka, tuan Handoko menghampiri. Lalu berusaha mencari tahu awal kronologi yang dia alami oleh putra sulungnya. Dave murka, dia menceritakan apa yang dia alami yang nyaris saja merenggut nyawanya. Kedua bola mata Tian Handoko membulat, saat mendengar hal yang cukup mengerikan terjadi pada putra dan menantunya. Selain ayahnya juga akan menelusuri lebih jauh dalangnya, ia juga berusaha menenangkan Dave agar tidak cemas tentang