Share

Bab 3

Author: Cancer Girl
last update Huling Na-update: 2025-02-18 19:53:46

Ernita terbangun pagi itu dengan perasaan campur aduk. Malam sebelumnya, setelah menyusui bayi kembar Taufik, ia tidur lelap tanpa terganggu, tetapi kini dengan pagi yang cerah, beban baru terasa semakin berat. Ernita tahu, pekerjaannya sebagai ibu susu bukanlah hal yang mudah. Namun pagi ini ia tidak bisa membiarkan dirinya ragu, apalagi setelah ia melihat betapa pentingnya peranannya bagi bayi-bayi tersebut.

Setelah mandi dan mengenakan pakaian kerja yang diberikan oleh Taufik, Ernita menyiapkan sarapan sederhana di dapur. Setelah itu, ia langsung menuju ruang keluarga untuk merawat bayi-bayi kembar yang sedang tidur nyenyak di buaian. Ernita menatap kedua wajah kecil itu, hatinya tergerak oleh kasih sayang yang mendalam, meskipun mereka bukan darah dagingnya.

Dia menggendong salah satu bayi dan duduk dengan hati-hati di kursi yang sudah disiapkan. Bayi itu mulai mengisap dengan tenang, sementara Ernita menatap keluar jendela, membiarkan pikirannya melayang. Tentu saja, ia tidak bisa melupakan kesedihannya sendiri. Kehilangan bayinya yang baru lahir begitu mendalam, namun kini ia berusaha merelakan perasaan itu. Ini adalah kesempatan untuk memberikan kasih sayang pada anak-anak yang membutuhkan.

Tak lama setelah itu, pintu depan rumah terbuka. Ernita mendengar suara langkah kaki dan melihat seorang wanita tua masuk ke dalam rumah. Sosok itu mengenakan gaun panjang dengan corak bunga yang mencolok, rambutnya yang sudah memutih disanggul rapi, dan wajahnya yang terlihat angkuh. Tanpa basa-basi, wanita tua itu berjalan langsung menuju ruang keluarga. Ernita merasa tidak nyaman, dan ia segera menundukkan kepala, berpikir wanita itu adalah salah satu kerabat Taufik.

"Siapa kamu?" Suara wanita itu terdengar tegas dan tajam, hampir seperti bentakan. "Kenapa kamu menyusui cucuku dengan asimu?"

Ernita terkejut. Ia masih memegang bayi kembar yang sedang menyusu, dan seketika itu juga rasa cemas menyelimuti hatinya. Ia mengangkat kepala dan melihat wajah wanita tua yang memandangnya dengan tatapan mencurigakan.

Sebelum Ernita bisa menjawab, Tia, petugas kebersihan di rumah Taufik, datang dan berdiri di dekat wanita tua itu. Tia dengan cepat berusaha menjelaskan keadaan.

"Ibu Loren, ini Nita. Dia bekerja di sini sekarang. Dia datang untuk membantu Tuan Taufik dengan bayi kembar beliau. Nita menawarkan diri untuk menyusui mereka, karena dia masih punya ASI setelah melahirkan anaknya."

Loren memandang Tia sejenak, kemudian kembali menatap Ernita dengan tajam. "Jadi kamu ini … pengganti ibu mereka yang dicari anak saya?" tanya Loren dengan nada yang sinis.

Ernita merasa terperangkap. Tidak mudah menjelaskan mengapa ia tiba-tiba hadir di rumah ini, merawat cucu Loren tanpa merasa ada sedikit pun ikatan darah. "Saya hanya ingin membantu, Bu," jawab Ernita dengan suara yang tenang. "Saya tidak bisa mengubah apa yang telah terjadi pada bayi-bayi ini, tetapi saya ingin mereka mendapatkan perawatan yang terbaik. Saya tahu betapa pentingnya kasih sayang seorang ibu."

Loren mendengus, tampak ragu dan tidak senang. "Jadi, kamu datang ke sini bekerja untuk memberi ASI pada cucu-cucuku? Tapi apa sebelumnya kamu pernah menjadi ibu susu?" Tanya Loren lagi dengan ekspresi mencurigakan.

Ernita terdiam. Meskipun hatinya terasa berat, ia tidak bisa membiarkan Loren meragukan niat baiknya. "Saya bukan datang untuk menggantikan siapa pun, Bu. Saya hanya mencoba memberikan yang terbaik bagi mereka yang membutuhkan. Saya hanya berharap bisa memberi mereka sedikit rasa aman dan kasih sayang. Bayi saya meninggal waktu lahir jadi saya tidak sempat menyusui, sedangkan ASI saya mengalir terus."

Tia menambahkan dengan lebih lembut, "Bu, Nita ini baik. Dia tidak datang untuk mencari masalah. Dia hanya ingin membantu Tuan Taufik dan merawat bayi-bayi ini."

Loren tetap tidak tampak yakin. Ia melangkah lebih dekat ke Ernita, memperhatikan bayi yang sedang disusui dengan cermat. "Kamu yakin bisa menjaga mereka dengan baik?" tanyanya, suaranya lebih rendah seolah mencari kelemahan. "Aku tidak ingin melihat cucu-cucuku diserahkan begitu saja kepada orang asing tanpa pertimbangan matang."

Ernita menatap wanita itu dengan penuh perhatian, berusaha menenangkan dirinya. "Saya tahu saya bukan ibu mereka, tapi saya akan memberikan yang terbaik. Saya punya pengalaman sebagai seorang ibu, dan saya tahu betapa pentingnya kasih sayang seorang ibu bagi perkembangan bayi."

Loren terdiam, matanya tajam meneliti ekspresi Ernita. Sepertinya ia masih ragu, namun ia tidak berkata apa-apa lagi. Beberapa detik berlalu, sebelum akhirnya ia berkata, "Aku akan memantau kamu. Jangan coba-coba menganggap ini pekerjaan yang mudah. Bayi-bayi ini adalah masa depan keluarga kami."

Ernita hanya mengangguk, meskipun hatinya merasa sangat terbebani oleh kata-kata itu. Ia tahu bahwa dirinya harus lebih berhati-hati, tidak hanya karena situasi yang tidak biasa ini, tetapi juga karena ia tidak ingin menyebabkan masalah lebih lanjut bagi bayi-bayi itu dan Taufik.

Loren akhirnya berjalan pergi, meninggalkan ruang keluarga dengan langkah-langkah yang berat, sementara Ernita melanjutkan tugasnya. Tia duduk di dekatnya, memberikan sedikit dukungan dengan senyuman kecil.

"Saya tahu itu tidak mudah, Nit," kata Tia dengan lembut. "Ibu Loren memang tidak suka ada orang asing yang masuk begitu saja. Tapi kamu sudah melakukan hal yang benar. Mereka membutuhkanmu."

Ernita mengangguk, meskipun perasaan di dalam hatinya tidak sepenuhnya tenang. Ia tahu bahwa tinggal di rumah ini akan jauh lebih rumit daripada yang ia bayangkan. Ada banyak aturan yang tidak ia pahami, dan keluarga Taufik tampaknya penuh dengan tekanan dan masalah tersembunyi. Namun untuk saat ini, yang bisa ia lakukan adalah fokus pada bayi-bayi kembar itu, memberikan mereka yang terbaik meskipun ia tahu peranannya bukan tanpa tantangan.

Setelah Loren pergi, Ernita kembali menyusui bayi kembar itu, berharap bisa memberikan mereka kasih sayang yang akan membuat mereka tumbuh dengan bahagia.

Meskipun ibu Taufik terlihat tidak terlalu marah, ketegangan yang terpendam masih terasa di udara.

"Apakah ini akan selalu seperti ini?" pikirnya dalam hati. Ernita tahu bahwa ia tidak bisa sepenuhnya menyandarkan dirinya pada Taufik. Tanggung jawab ini bukan hanya tentang menyusui bayi, tetapi juga tentang menjaga hubungan dengan keluarga Taufik yang kaya raya dan berpengaruh.

Tia yang berdiri di samping Ernita mengamati ekspresi wajahnya. "Jangan khawatirkan dia, Nit. Ibu Loren hanya tampak keras, tapi dia bukan orang yang mudah terpengaruh. Jika Tuan Taufik sudah memutuskan, semua akan berjalan lancar," katanya dengan suara yang menenangkan.

Namun Ernita tetap merasa resah. Ia hanya seorang wanita biasa yang terjebak dalam situasi tak terduga, dan ia harus berjuang untuk bertahan. Menjadi ibu susu bagi bayi kembar yang begitu berarti bagi Taufik bukanlah hal yang bisa diabaikan begitu saja. Ernita merasa terbeban dengan tanggung jawab yang baru ini, tapi juga tidak bisa menghindar. Ia tahu bahwa ini adalah kesempatan langka baginya untuk bertahan hidup, meskipun di sisi lain, ia juga harus menghadapi kenyataan pahit bahwa ia terjebak dalam dunia yang jauh lebih besar dari yang pernah ia bayangkan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir   Bab 92

    Arkaf berdiri di dekat pintu keluar mall dengan wajah menyipit, seolah mencoba memastikan sesuatu yang sempat mengusik perasaannya. Ia memicingkan mata, menatap ke arah luar mall, menyapu pandangan ke segala penjuru parkiran."Nggak ada siapa-siapa ... ah, cuma perasaanku aja," gumamnya pelan, hampir tak terdengar.Dari arah belakang, Asrul menghampirinya dengan langkah cepat. Wajahnya dipenuhi rasa penasaran. "Hei, kamu ngapain, Kaf? Kenapa ngelamun di situ?"Arkaf menoleh kaget, lalu tersenyum kaku. "Eh, nggak, kok. Udah, yuk balik ke om Reza."Namun sebelum mereka sempat beranjak, suara tegas terdengar dari arah belakang."Hei! Kalian sedang apa?"Mereka menoleh serempak. Ternyata Reza berdiri dengan kedua tangan di pinggang, menatap mereka dengan ekspresi datar namun penuh perhatian."Kalian malah jalan sendiri ke sini? Jangan bikin Om panik, dong. Nanti kalau kalian kenapa napa, gimana?" lanjutnya dengan nada setengah mengomel.Asrul dan Arkaf saling pandang, merasa sedikit bersa

  • Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir   Bab 91

    Pagi itu langit cerah namun hati Ernita tetap mendung. Setelah Taufik berangkat ke kantor dengan tergesa karena ada rapat penting, Ernita masuk ke rumah dengan langkah berat. Tia yang tengah menyapu halaman depan melirik majikannya dengan sorot prihatin."Mau ke mana, Nyonya?" tanya Tia lembut sambil menyandarkan gagang sapu.Ernita menoleh sejenak lalu menghela napas panjang. "Aku mau ke kantor polisi lagi, Tia. Aku sudah nggak bisa duduk diam saja. Aku harus bertindak.""Tapi Nyonya, Tuan Taufik bilang masih mau nyelidikin sendiri."Ernita menunduk, menahan emosi yang selama ini terus dipendam. "Aku tahu maksud Mas Taufik baik, tapi aku nggak tahan lagi, Tia. Aku seorang ibu, walau mereka bukan anak kandungku, aku nggak bisa tenang sebelum mereka pulang."Tia mengangguk. Ia memahami perasaan tuannya. Asrul dan Arkaf sudah seperti darah daging bagi Ernita. Tia tahu betapa besarnya kasih sayang yang ditumpahkan Ernita selama ini.Setelah bersiap, Ernita pun keluar rumah. Ia mengenakan

  • Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir   Bab 90

    Sore hari menjelang senja, langit mulai berubah warna, dari biru cerah menjadi jingga keemasan. Reza membuka pintu rumahnya dengan kantong makanan di tangan. Aroma ayam goreng hangat yang ia bawa langsung memenuhi udara."Halo, anak-anak. Ini makan dulu, Om belikan nasi ayam goreng. Tadi Om mampir di rumah makan. Sebenarnya Om tadi mau ajak kalian, tapi tadi Om ada urusan kerjaan, jadi nggak bisa bawa anak kecil," ujarnya sambil tersenyum ke arah dua bocah yang tengah bermain lego di karpet ruang tamu.Asrul dan Arkaf langsung menoleh, mata mereka berbinar."Wah, ayam goreng, Rul!" seru Arkaf sambil berdiri dan menghampiri Reza."Ayo kita makan, Ar," sahut Asrul antusias, menyusul kembarannya dan langsung menghambur ke pangkuan Reza.Reza tertawa kecil, meletakkan kantong makanan ke meja dan mulai membuka bungkusan satu per satu. Dua kotak nasi ayam, dua botol air mineral, dan dua sendok plastik yang tergulung rapi dalam tisu. Dia menyerahkan masing-masing kepada si kembar dengan penu

  • Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir   Bab 89

    Suasana rumah makan siang itu cukup ramai, deru obrolan dan denting sendok garpu berpadu menjadi irama latar. Taufik dan Ernita masih berbicara dengan Helen, berusaha menyembunyikan kegelisahan mereka atas pertanyaan soal si kembar. Saat suasana mulai mencair, tiba-tiba terdengar derit kursi ditarik tak jauh dari meja mereka.Seorang pria berjas abu duduk di kursi pojok, dan tak lama kemudian seorang pelayan datang menghampiri membawa sepiring makanan. Aroma khas nasi goreng seafood langsung menyebar. Taufik yang semula sedang mengaduk teh manisnya, tiba-tiba menghentikan gerakannya. Matanya menatap lurus ke arah pria itu, dahi Taufik mengernyit."Reza!" serunya, setengah berdiri dari kursinya.Ernita dan Helen langsung menoleh ke arah yang sama. Si pria, Reza, pun menoleh dengan raut terkejut yang berubah menjadi sumringah. Ia berdiri, berjalan mendekati meja Taufik."Hei, Taufik! Wah, ini beneran kamu?" ujar Reza sembari menjabat tangan Taufik erat. Tawa bahagia mengiringi pertemuan

  • Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir   Bab 88

    "Sudah, kalian pergilah! Aku muak melihat kalian!" bentak Gudel sambil menunjuk ke arah pintu dengan kasar. Suara meja yang ia tendang nyaris membuat tumpukan berkas berhamburan ke lantai.Namun Ernita tetap berdiri tegak. Tangan Taufik menggenggam erat pergelangan tangannya, mencoba menahan emosi istrinya agar tidak semakin meledak. Tapi Ernita tak bisa dibendung lagi. Matanya merah, suaranya penuh amarah yang ditahan selama ini."Heh, Del! Kembalikan dulu anak-anakku!" serunya dengan suara lantang.Gudel tertawa sinis, berdiri dari kursinya, lalu berjalan mendekat perlahan seperti seekor ular yang hendak menerkam mangsanya. "Anakmu? Hah! Sejak kapan kau punya anak, Nita? Bukankah kau melahirkan anakmu langsung mati, kau juga nggak bisa punya anak? Jangan munafik!"Ernita memelototinya. "Aku memang tidak melahirkan mereka, tapi mereka anak-anakku! Mereka yang menumbuhkan kasih sayangku, bukan kamu yang bahkan nggak pernah paham arti keluarga!"Taufik maju satu langkah. "Jangan pikir

  • Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir   Bab 87

    Pagi itu, suasana kantor masih lengang ketika sebuah suara keras membuyarkan keheningan."BRAKKK!"Sebuah gebrakan keras menghantam meja kerja Gudel. Pria itu tersentak kaget, matanya langsung menatap tajam ke arah sumber suara. Di hadapannya berdiri seorang perempuan dengan tatapan menyala, wajahnya pucat namun penuh keberanian. Ernita."Nita?" suara Gudel parau, terkejut sekaligus tak percaya melihat wanita itu berdiri di hadapannya dengan ekspresi mengancam."Mana anak-anakku, Del?!" teriak Ernita, suaranya bergetar namun tegas. Tangannya mengepal di sisi tubuh, mencoba menahan gemuruh amarah yang nyaris meledak.Gudel perlahan berdiri dari kursinya. Ia tertawa pelan, geli mendengar pertanyaan itu."Anak-anakmu? Bukannya kamu nggak punya anak, Nita? Bukannya kamu sendiri yang bilang kamu keguguran waktu itu? Atau jangan-jangan ... kamu halu?" ujarnya dengan nada sinis."Cukup, Del! Jangan putar balik kenyataan. Kamu tahu betul Asrul dan Arkaf adalah anakku. Kamu tahu mereka masih h

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status