"Obat ini seharusnya cukup efektif." Anggi mengambil sebotol salep berwarna putih dan mengorek sedikit dengan jarinya, lalu mengoleskannya di atas luka Luis.
Tanpa sadar, Luis mengernyit. Namun hanya sebentar saja, perasaan segar dan dingin menutupi lukanya.
Ekspresi Luis sedikit berubah. Tanpa sadar, dia menatap Anggi.
Anggi sedang memusatkan perhatiannya pada luka Luis. Dia mengerucutkan mulut dan meniup luka itu dengan pelan. Detik kemudian, seolah-olah menyadari sikapnya terlalu lancang, Anggi pun berhenti dengan canggung.
Luis merasa, wanita di depan ini sangat mirip dengan seseorang dalam ingatannya. Terutama efek obatnya ....
Namun, Luis hanya mengernyit dan tidak berkata apa-apa.
Setelah selesai merawat luka Luis, Anggi mengajak Luis untuk memberi salam pada Dariani.
Kaisar mengizinkan Dariani untuk tinggal selama tiga hari di Kediaman Pangeran Selatan untuk memantau prosesi pernikahan Luis. Hal ini menunjukkan betapa besar kasih sayang Kaisar terhadap Dariani sehingga bisa mendapatkan perlakuan khusus seperti ini.
Anggi mendorong kursi roda Luis dan melangkah dengan pelan. Saat mereka baru meninggalkan kamar, seorang pelayan senior segera memasuki kamar mereka. Setelah melihat noda darah di atas kasur, dia baru keluar dengan perasaan puas.
Saat Anggi dan Luis tiba di tempat Dariani, pelayan senior tersebut sudah lebih dulu sampai. Dia mengangguk-anggukkan kepala di hadapan Dariani. Pada saat yang sama, Dariani pun tersenyum.
"Saya memberi salam pada Ibunda, semoga Ibunda dipenuhi berkah." Menghadap Dariani membuat Anggi merasa gugup. Telapak tangannya bahkan jadi basah karena keringat.
Dia takut akan salah berbicara atau berlaku, lalu membuat Dariani marah. Bagaimanapun, pemandangan saat tangan dan kakinya dilumpuhkan dalam kehidupan sebelumnya terus bermunculan dalam benaknya.
Dariani memperhatikan Anggi yang terlihat berhati-hati, lalu menoleh ke putranya yang tidak berekspresi. Walaupun Luis tidak terlihat senang, matanya tanpa sadar melirik Anggi saat Anggi berlutut. Dariani langsung tahu, Luis lumayan menyayangi istrinya.
Oleh karena itu, senyuman menghiasi wajahnya. "Berdirilah. Ayo, kemari. Aku mau melihatmu sebentar."
Anggi langsung merasa gugup. Dia takut dosa keluarganya akan ketahuan.
Faktanya, Keluarga Suharjo mengerahkan segala upaya untuk membuat Anggi menikah kemari menggantikan Wulan. Ini adalah tindakan penipuan terhadap Kaisar yang sangat serius. Kalau ketahuan, semua anggota Keluarga Suharjo akan dihukum mati.
Sekalipun Anggi kesal terhadap Keluarga Suharjo, dia tidak ingin membuat mereka celaka.
Untungnya, Dariani tidak pernah bertemu dengan Wulan. Setelah melihat-lihat Anggi, dia pun memberi hadiah pada Anggi dan membiarkan mereka pergi.
Anggi merasa lega, lalu mendorong kursi roda Luis dan pamit diri.
Sambil menatap kedua orang itu menjauh, Dariani bertanya pada pelayan senior di sisinya, "Gina, bagaimana menurutmu putri kedua dari Keluarga Suharjo ini?"
"Hamba pernah melihat putri kedua dari Keluarga Suharjo. Sepertinya bukan ini orangnya." Suara Gina sedikit menusuk, sepertinya dia kurang senang.
"Huh, aku dengar, Keluarga Suharjo sangat menyayangi putri kedua mereka. Karena mereka begitu menyayanginya, aku akan membuat mereka menderita. Berani-beraninya mereka menipu putraku!" Dariani mendengus kesal.
Tentu saja bukan tanpa alasan dirinya menunjuk Wulan untuk dinikahkan pada Luis. Dia pernah memeriksa latar belakang Keluarga Suharjo. Saat melihat Anggi tadi, dia juga langsung tahu bahwa menantu ini bukan Wulan.
Namun, sikap Luis yang bisa menerima Anggi membuatnya mengakui status menantu saat ini.
Hanya saja, Dariani pasti tidak akan membiarkan Keluarga Suharjo karena telah menipu dirinya.
Saat Luis dan Anggi meninggalkan paviliun tempat Dariani tingal, Anggi menghela napas panjang dengan lega.
"Apa yang kamu takutkan?" Suara cenderung serak Luis membuat Anggi sedikit terkejut.
Melihat tingkah istrinya yang selalu kaget karena hal kecil, Luis cuma bisa menggeleng.
Padahal putri dari keluarga jenderal, kenapa nyalinya sekecil ini.
"Pangeran, sebagai pengantin baru, hari ini saya harus kembali ke rumah orang tua. Apa Pangeran bisa menemani saya?" Setelah menenangkan diri, Anggi menatap Luis.
Luis mengernyit, lalu membalas tatapan Anggi. Pandangannya begitu sinis, seolah-olah bisa melukai orang yang dilihatnya.
Anggi tercengang. Setelah itu, dia baru teringat dengan bekas luka yang ada di wajah Luis.
Kenapa dia jadi lupa, dengan penampilan sekarang, mana mungkin Luis mau bertemu orang lain?
Dengan kelalaian seperti ini, tidak heran kalau Luis marah padanya.
"Pangeran, saya nggak bermaksud buruk. Kalau Pangeran nggak mau, saya boleh pulang sendiri," ujar Anggi secara terburu-buru karena menyadari kekesalan Luis.
Luis menatapnya dengan sinis, lalu pergi dengan menggerakkan kursi rodanya sendiri.
Anggi merasa gusar. Dia menyesal kenapa tidak berpikir dulu sebelum berbicara.
Sebenarnya, dia tidak merasa bekas luka di wajah Luis itu menyeramkan. Anggi sudah mulai terbiasa, jadi dia lupa kalau Luis lumayan peduli soal hal itu.
Sementara itu, Luis yang sudah pasti tidak bisa menemani Anggi, mengutus pengawal rahasianya yang bernama Dika untuk mengantar Anggi.
Anggi pun menaiki kereta kuda dan pulang ke rumahnya tanpa membawa apa pun.
Pintu rumah Keluarga Suharjo tertutup rapat. Setelah turun dari kereta kuda, Anggi mendongak untuk melihat bangunan ini. Inilah tempat yang sudah dia tinggali selama 16 tahun. Ini rumahnya, tapi semua anggota keluarganya, tidak menyukai dirinya.
Bahkan dirinya seringkali dituduh bersalah, sekalipun dia tidak berbuat apa-apa.
Anggi tersenyum sinis.
Karena keluarganya begitu tidak menyukainya, Anggi memutuskan untuk berhenti mengambil hati mereka.
Dia mengetuk pintu. Setelah lewat beberapa saat, pintu itu baru terbuka.
Begitu melihat Anggi, orang yang membukakan pintu tersentak kaget. "No ... Nona Anggi! Nona pulang?"
"Ya." Anggi membalas singkat, lalu masuk ke rumah.
"Nona! Nona ... nggak boleh masuk." Orang itu tanpa sadar menghalangi Anggi.
Anggi merasa heran dengan tindakan penjaga pintu ini. Setelah terpikir akan sesuatu, ekspresi Anggi langsung berubah.
Ya, dia teringat dengan cerita dalam novel. Saat dia lumpuh dan dilempar ke depan rumah Keluarga Suharjo, keluarganya sedang mengadakan pesta perjodohan untuk Wulan. Pasangan Wulan, tidak lain adalah teman sepermainan yang merupakan mantan tunangan Anggi, Satya Giandra sang Putra Bangsawan Aneksasi.
Dalam cerita tersebut, Satya sebenarnya tidak pernah menyukai Anggi. Orang yang dia sukai selama ini adalah Wulan. Selain itu, Satya juga adalah tokoh utama pria dalam novel ini yang akan menjadi Kaisar di Negeri Cakrabirawa kelak.
Anggi mengepal tangannya dengan erat. Setelah mendorong penjaga pintu, dia berjalan cepat menuju aula utama.
Suasana di aula utama Keluarga Suharjo saat ini penuh kegembiraan. Wulan tampak menunduk dengan tersipu. Sementara itu, Pratama Suharjo yang berada di sebelahnya sedang tertawa lepas. Tampaknya, dia sangat puas dengan keputusan perjodohan untuk putrinya ini.
Jelas sekali, dia sudah melupakan urusan pernikahan putrinya yang lain.
"Nona, Nona nggak boleh masuk ...."
Suara yang tiba-tiba terdengar itu memecah nuansa sukacita aula.
Semua orang sontak menoleh ke arah pintu dan mendapati Anggi yang murka sedang berdiri di sana.
Begitu melihat Anggi, raut wajah Pratama langsung menjadi suram.