Share

Bab 4

Author: Lilia
"Kenapa kamu pulang?" Pratama bertanya dengan kesal.

Untuk sekilas, Anggi merasa sedih. Sekalipun dirinya sudah pernah mati dan tahu benar keluarganya tidak menyayanginya, sikap Pratama tetap membuatnya kecewa.

Pria ini adalah ayah yang dia hormati sejak kecil. Namun, Pratama malah melemparkan pandangan kesal dan jijik terhadap Anggi.

Anggi menebak dalam hati, mungkin ayahnya geram karena kemunculannya merusak acara perjodohan Wulan?

Saat ini Satya juga mengernyit, seperti tidak mengindahkan kemunculan Anggi.

Kemungkinan besar, semua anggota Keluarga Suharjo tidak menduga Anggi akan kembali dengan hidup-hidup setelah menikah ke Kediaman Pangeran Selatan.

Bagaimanapun, sepanjang sejarah, siapa pun yang menikah dengan Luis yang kejam itu, jasadnya akan dilempar keluar keesokan harinya.

"Ucapan Ayah aneh sekali, kenapa aku nggak boleh pulang? Ini jadwal kepulanganku ke rumah orang tua setelah menikah. Apa Ayah lupa?" Anggi berdiri tegak dan menyapukan pandangan ke semua orang yang berada di aula utama.

Ekspresi semua orang dan mantan tunangannya terlihat lucu sekarang.

Setelah mengatur suasana hatinya, Pratama menjawab, "Ya sudah, kalau kamu pulang. Kembalilah ke kamarmu, ini bukan tempat yang seharusnya kamu datangi."

Anggi tertawa sinis dalam hati. Tentu saja, dia tidak seharusnya menghadiri pesta perjodohan adik sendiri dengan mantan tunangannya, bukan?

Hanya saja, Pratama melupakan satu hal. Status Anggi sekarang sudah berbeda dari sebelumnya.

Kalau itu dulu, Anggi pasti sudah pergi dengan patuh. Namun sekarang, dia tidak mau pergi begitu saja.

Dia mengangkat kaki dan melangkah masuk ke aula utama.

"Ayah, memangnya ada sesuatu yang nggak boleh aku dengar?" Anggi berkata dengan tenang. Auranya sekarang tidak lagi penuh waspada dan rendah diri seperti Anggi yang mereka kenal.

Anggi yang sekarang sudah paham, segala upaya mencari simpati dari keluarganya adalah sia-sia. Apa pun yang dia lakukan, keluarganya bakal tega mengabaikan kematiannya, bahkan tidak mau mengurus jasadnya.

Keluarga semacam ini, lebih baik dibuang saja.

Pratama tampak tidak senang. Dia langsung berseru, "Kurang ajar! Sejak kapan kamu boleh berbicara seperti ini di sini? Aku menyuruhmu pergi, apa kamu nggak paham?"

Anggi mengejapkan mata untuk menatap Pratama. "Ayah lupa? Sekarang statusku adalah Putri Selatan. Bukannya Ayah seharusnya memberi hormat kalau bertemu denganku?"

Pratama tercengang, lalu emosinya memuncak.

Anggi meminta Pratama memberi hormat?

Anak ini sungguh durhaka!

"Kakak, mana boleh Kakak bersikap begitu terhadap Ayah? Beliau ini Ayah, loh! Mana boleh memberi hormat? Kakak benar-benar durhaka."

Wulan menatap Anggi dengan terkejut dan berkata dengan suara lembut. Sekalipun saat marah, dia selalu memasang tampang lemah lembut.

Melihat ini, Satya yang sudah kesal dengan kemunculan Anggi, menjadi semakin marah.

"Kurang ajar! Berani-beraninya kamu bersikap lantang di depanku? Ingat, apa statusmu, dan apa statusku." Anggi berseru dan menatap Wulan dengan sinis.

Wulan lantas menjadi pucat. Matanya memerah dan tubuhnya tampak bergetar.

Dia mengimpitkan mulut dan menatap Anggi. Dia tidak bisa memercayai kenyataan ini. Anggi yang penakut itu berbicara seperti ini terhadapnya sekarang.

Selain itu, Wulan merasa heran. Jelas-jelas dirinya sudah menghasut Anggi di malam sebelum Anggi menikah. Dia menceritakan kekejaman Luis dan ketidakrelaan orang tua Anggi. Berdasarkan sifat Anggi yang sangat peduli dengan orang tuanya, Anggi seharusnya mencoba kabur di malam pernikahan kemarin.

Wulan tidak menyangka Anggi akan mengambil langkah yang tidak sesuai dengan sifatnya. Bahkan, ucapannya terhadap Pratama hari ini juga sangat aneh.

"Anggi, jangan ganggu Wulan!" Melihat Wulan tersakiti, Satya merasa geram. Dia berdiri dan memarahi Anggi.

Hati Anggi terasa sangat pedih. Yang berada di hadapannya adalah pria yang pernah dia cintai.

Satya yang dulu tidak begitu. Saat semua anggota Keluarga Suharjo sangat dingin terhadap Anggi, Satya adalah satu-satunya orang yang baik terhadapnya. Satya akan memberinya hadiah, menemaninya melihat bulan, juga akan memberinya perhatian saat Anggi terluka ....

Masa semua itu cuma pura-pura?

Memangnya seseorang bisa berpura-pura selama belasan tahun lamanya?

Napas Anggi terasa sesak.

"Keterlaluan! Benar-benar keterlaluan! Kalau kamu nggak puas, kamu nggak perlu pulang, Anggi! Aku boleh menganggap nggak punya putri sepertimu."

Saat ini, Pratama baru bereaksi kembali dan langsung memarahi Anggi.

Sejak Anggi kecil, Pratama sudah tidak menyukainya. Anggi sangat berbeda dari Wulan yang patuh, pintar, serbabisa, dan dapat berbagi beban pikiran dengannya.

Melihat Anggi yang sekarang, Pratama semakin jengkel.

"Nggak perlu Ayah bilang pun, aku nggak akan kembali ke sini lagi. Karena sudah menikah dengan Pangeran Selatan, aku telah menjadi orang Kediaman Pangeran Selatan. Kali ini, aku akan mengampuni kalian karena masih ada ikatan keluarga. Tapi ingat, jangan sampai kalian nggak memberi hormat waktu bertemu denganku kelak."

Hati Anggi serasa hampa. Sekalipun sudah pernah mati sekali, dia masih berharap keluarganya akan berubah. Detik ini, harapan itu sudah pupus sepenuhnya.

Dia berbalik dan meninggalkan tempat itu.

Saking emosinya, tubuh Pratama bergetar. Wulan juga meneteskan air mata, seolah-olah dirinya baru disakiti.

Anggi yang keluar dari aula utama, mengambil napas dalam-dalam, lalu kembali ke paviliunnya.

Berhubung dirinya tidak mendapat kasih sayang di rumah ini, paviliun tempat dia tinggal letaknya sangat terpencil. Paviliunnya tidak luas. Ada sebuah halaman di bagian depan paviliunnya, tempat dia menanam beberapa tanaman herba.

Biasanya, Anggi suka meneliti formula obat yang bisa mengobati ayah dan saudaranya yang sering berada di medan perang. Hanya saja, racikan obat yang dia buat, selalu direbut Wulan. Oleh karena itu, Wulan yang dianggap telah meracik semua obat-obat itu.

Anggi yang dulu tidak terlalu memedulikan hal ini. Selama bisa mengobati yang lainnya, dia tidak peduli jasanya direbut oleh Wulan. Lagi pula, kalau dia yang membawakan semua obat itu, ayah dan yang lainnya mungkin tidak sudi memakainya. Mereka mungkin akan menuduhnya meniru Wulan.

Terpikir akan semua kenangan itu, Anggi merasa sedih.

Dia pun kembali ke kamarnya dan mengemas semua barang yang ada. Semua barang-barang miliknya dimasukkan ke sebuah kotak kayu, tanpa menyisakan apa pun.

Hanya saja, dia tidak mungkin mengangkat kotak ini sendirian. Dengan terpaksa, dia harus meminta bantuan Dika.

Anggi tidak bisa menemukan sosok Dika. Dia pun mencoba memanggil nama Dika, barulah pengawal rahasia itu muncul di hadapannya.

Dika langsung mengerti maksud Anggi begitu melihat kotak itu. Dia keluar, lalu kembali dengan membawa dua pengawal lain untuk menggotong kotak tersebut.

Anggi mengamati sebentar paviliun tempat dia bertumbuh selama 16 tahun ini, lalu pergi tanpa merasa tidak rela.

Dia tidak akan pernah kembali ke Kediaman Suharjo ini lagi.

"Kakak ...." Baru berjalan beberapa langkah, Anggi mendengar sebuah suara lembut yang memanggilnya.

Dia pun mengernyitkan alis saat menoleh ke arah Wulan.

Wulan berlari untuk mendekat. Ekspresinya tampak sedih saat menarik lengan baju Anggi. "Kakak marah sama aku, ya?"

Anggi menarik kembali lengan bajunya dengan sinis dan tidak menjawab.

Air mata Wulan langsung menetes. "Aku tahu Kakak marah samaku. Cuma, aku juga nggak punya pilihan."

"Kakak juga tahu tubuhku lemah. Ayah dan Ibu mengasihaniku, makanya nggak rela aku masuk ke Kediaman Pangeran Selatan."

"Selain itu, pernikahan dengan Kak Satya juga bukan keinginanku. Hanya saja, kita sudah menipu Kaisar dalam pernikahan Kakak. Supaya rahasianya nggak terbongkar, aku terpaksa menggantikan Kakak menikah dengan Putra Bangsawan Aneksasi, dan Kakak menikah dengan Pangeran Selatan."

"Kakak harus memahami jerih payah Ayah dan Ibu. Jangan sampai ucapan Kakak melukai hati mereka."

Wulan berusaha menunjukkan ketulusan hati bahwa dia melakukan semua ini karena terpaksa.

Anggi hanya bisa tertawa dalam hati. Tidak heran dirinya bisa kalah dari Wulan dalam kehidupan sebelumnya. Mau bagaimana lagi, dirinya tidak sepintar Wulan dalam berdalih.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Vincentia Eugenia Nari
terlalu panjang
goodnovel comment avatar
Rani Saidah
tambah seru jalur ceritanya
goodnovel comment avatar
Gimurni Atiningsih
tiap bab bikin penasaran
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 801

    Luis yang mengenakan jubah hitam duduk di dipan bersama Aska sambil memainkan catur. Ekspresinya tampak serius sekaligus santai.Setelah bidak hitam menang, Aska berkata, "Sudah tiga ronde, Kaisar selalu menang."Luis menjawab, "Aku memegang bidak hitam dan melangkah lebih dulu, itu hanya bisa dibilang mendapat sedikit keuntungan dari langit."Aska tersenyum tipis, "Kaisar terlalu merendah.""Bukan merendah. Aku datang tengah malam begini ... kamu pasti tahu apa tujuanku." Luis menatapnya, kali ini dia memilih bidak putih dan membiarkan Aska melangkah dulu.Aska langsung mengerti. Dia tak punya pilihan selain mengambil bidak hitam lebih dulu. "Hamba tentu saja tahu."Luis berkata, "Tapi yang tak bisa kupahami, kenapa dia bisa punya masalah dengan Nona Najwa?"Pandangannya mengarah pada tangan kiri Aska yang selalu dia sembunyikan, serta Bola Heksagram yang tergantung di pinggangnya.Bola Heksagram itu adalah pemberian Anggi. Luis tahu benar akan hal itu. Melihat Aska membawanya ke mana

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 800

    "Jangan ...."Najwa teringat jelas, tadi tubuh Risa penuh bekas, bahkan di lehernya ada bekas ciuman. Kalau Daud benar-benar menyalakan lilin, bukankah semua akan ketahuan?"Kalau begitu, apa yang kamu inginkan?""Sayang, kamu terlalu perkasa ... tadi aku cuma bercanda. Lebih baik kita segera beristirahat.""Terserah kamu saja, Sayang ...."Daud memang sudah sangat letih, sehingga dia kembali merebahkan diri. Aroma wanita di sisinya terasa agak berbeda dari yang dia rasakan saat mabuk sebelumnya, tetapi dia terlalu lelah untuk mencari tahu lebih jauh. Dalam sekejap, dia kembali terlelap.Najwa sendiri berbaring dengan gelisah dan sulit terlelap.Hasrat yang sempat menguasai dirinya perlahan memudar, berganti dengan kecemasan. Dia mulai memikirkan apakah malam ini Junaryo sudah berhasil membawa Nandaka keluar dari kota dan menyelundupkan anak itu pergi ....Jika dihitung-hitung waktunya, seharusnya sudah tiba saatnya. Dia mengambil saputangan yang sudah dibasahi obat bius, lalu menahann

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 799

    Meskipun Najwa sudah mengatakan bahwa Daud tidak akan bisa membedakan suara mereka setelah meminum obat, Risa tetap tidak berani bersuara.Suara gesekan kain terdengar samar-samar.Tak lama kemudian, tubuh Risa sudah ditindih oleh pria itu ........Sejam kemudian.Rintihan pun akhirnya berhenti.Najwa yang bersembunyi di balik tirai, jelas-jelas mendengar suara nikmat itu dengan begitu nyata.Sejak kecil tubuhnya sudah rusak oleh obat-obatan, sehingga membuatnya sangat sensitif. Mendengar desahan itu, tubuhnya pun melemah, lalu terjatuh duduk di lantai.Sampai keduanya berhenti dan Daud benar-benar terlelap.Barulah Risa yang hanya mengenakan pakaian dalam tipis, berjalan mendekat dengan pelan. "Nona ...," bisiknya lirih, "Sudah tidur."Dalam temaram cahaya, Risa melihat Najwa duduk lemah di lantai. Dia segera menunduk membantu mengangkatnya.Najwa menatap wanita di hadapannya. Kalau bukan karena Daud sudah menelan obat racikan, siapa tahu malam ini akan berakhir seperti apa. Hanya me

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 798

    Mata Najwa berkaca-kaca menatap Daud dengan penuh kepolosan. Suaranya pun serak menahan tangis, "Jenderal Daud ... apa kamu hanya menikahiku karena merasa bertanggungjawab setelah menyelamatkanku, bukan karena menyukaiku?"Dari sorot mata hingga setiap perubahan kecil di wajahnya, semua seolah-olah sengaja dirancang untuk memikat hati orang. Daud yang menatapnya pun merasakan dadanya mengencang sesaat.Kemudian, dia pun menggeleng. "Nggak. Aku merasa, pertemuan kita adalah jodoh yang dianugerahkan langit.""Aku juga merasa demikian," ucap Najwa pelan. Dia kembali menuang arak, lalu mengundang Daud untuk minum bersama.Daud menatapnya sejenak, lalu mengangkat cawan dan meneguk bersamanya. Mereka berbincang sambil minum, seakan semua kekhawatiran Daud di hadapan Najwa hanyalah bayangan semu.Tatapan mata Najwa yang berkaca-kaca dan penuh kepolosan membuat belas kasih Daud mencapai puncaknya. "Menikahimu berarti aku ingin bersamamu seumur hidup. Aku nggak akan pernah menikahi selir.""Kam

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 797

    Najwa sendiri pun merasa ada yang janggal. Dia terpaksa bersuara, "Suamiku? Apa itu kamu?"Suara lembut perempuan itu yang penuh dengan harapan akan kebahagiaan, mengetuk pelan di hati Daud.Dulu, memang Daud yang menyelamatkan Najwa. Dia juga yang terlebih dulu menyatakan ingin menikahi Najwa. Namun ... mengapa Aska pernah berkata bahwa pernikahan ini mungkin bukanlah cinta yang benar-benar diinginkannya?"Ini aku," jawab Daud singkat.Pria itu duduk di sampingnya. Kedua tangannya terletak di atas lutut. "Najwa, aku sangat senang bisa menikahimu."Sangat senang? Kalau begitu, kenapa nada bicaranya terdengar semuram itu? Apakah ada sesuatu yang terjadi?Najwa tidak tahu. Dia hanya bisa mencoba berbicara dengannya. Hanya dengan komunikasi, dia bisa memahami apa yang ada di hati lelaki ini dan dari sanalah jalan untuk menaklukkan hatinya."Sayang, aku juga sangat senang. Hanya saja, kudengar suaramu sepertinya ... nggak terlalu bahagia." Sikap lembut dan pengertian Najwa membuat Daud sek

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 796

    Risa menggigit bibirnya erat-erat.Beberapa waktu terakhir, Najwa memang pernah berkata akan mengangkatnya menjadi selir Jenderal Daud. Karena itu, diam-diam Dia merasa gembira.Namun, dia tidak menyangka Najwa akan memintanya untuk mewakili menjalankan malam pertama di hari pernikahan ini.Kalau Jenderal Daud sampai tahu .... Hanya membayangkannya saja sudah membuatnya ketakutan."Risa, perutku tiba-tiba sakit. Aku nggak boleh mengecewakan Jenderal di malam ini. Tolonglah aku, nanti kita berdua bukan lagi hubungan majikan dan pelayan, tapi kita akan jadi saudara yang saling menjaga. Kamu juga akan membantu memperbanyak keturunan Jenderal ...."Risa menelan ludah, lalu mengangguk dengan takut-takut. "Hamba ... hamba akan menurut apa yang diperintahkan Nona Najwa." Dia ragu sejenak, lalu menambahkan, "Hanya saja ... bagaimana mungkin hamba bisa menipu Jenderal tanpa ketahuan?"Jelita menariknya berdiri. "Tadi aku sudah merias wajahmu. Ayo, berdirilah dan lihatlah sendiri." Dia mendorong

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status