Reno memandang Sera bingung, dia baru saja datang setelah memastikan kondisi Andini dan janinnya baik-baik saja. Reno juga khawatir pada kondisi Febian, akan tetapi Andini dan janinnya juga penting bagi Reno.
"Sera, ada apa? Aku minta maaf karena telat datang ke sini, aku harus memastikan dulu jika Andini dan janinnya baik-baik saja. Aku minta Sera, kamu jangan marah lagi ya." Reno membujuk istrinya, dia sudah terlalu lelah bertengkar dengan Sera hanya karena masalah sepele.
"Cih, simpan saja kata maafmu itu Mas Reno! Sejuta kali pun kamu meminta maaf semua tidak akan pernah berubah. Febian tidak akan pernah kembali lagi," ucap Sarah, sorot matanya memerah menatap tajam Reno juga Andini yang sama sekali tidak ingin lepas dari suaminya.
"A-apa maksudmu Sera?" tanya Reno bingung, dia memandang Adrian dia tahu jika pria itu adalah dokter anaknya.
"Bagaimana kondisi putraku dokter?"
Adrian menghembuskan napasnya kasar, "Febian tidak bisa diselamatkan. Dia kehilangan banyak darah, dokter dan tenaga medis yang ada di sini sudah berusaha untuk menolong menyelamatkan nyawa Febian tapi takdir Tuhan berkata lain. Nyawa putramu tidak bisa diselamatkan," jelas Adrian pada Reno.
Reno memejamkan matanya, menghalau rasa yang datang tiba-tiba menghantam dadanya. Rasanya sesak setelah mendengar kabar duka yang disampaikan oleh Adrian barusan, pewarisnya telah tiada dia telah kehilangan Febian untuk selamanya.
Apakah ini jawaban dari doanya selama ini? Reno malu memiliki putra tidak sempurna seperti Febian, lalu Tuhan mengambil Febian dari mereka agar dia tidak lagi menanggung malu lebih lama lagi atas kekurangan yang dimiliki oleh putranya.
"Boleh aku melihat Febian untuk yang terakhir kalinya?" tanya Reno pada Adrian.
"Tentu saja."
"Aku masuk ke dalam dulu kalau begitu."
Reno memandang sejenak wajah istrinya, Sera tidak ingin melihatnya sejak tadi. Dia tahu saat ini Sera pasti sangat terpukul atas kepergian Febian, namun Reno percaya dibalik musibah yang mereka hadapi akan ada hikmah yang bisa mereka petik.
"Mas aku ikut." Andini sedikit berlari mengejar Reno yang berjalan menuju ruangan tempat Febian berada, Reno ingin melihat putranya untuk yang terakhir kalinya sekaligus meminta maaf karena selama Febian hidup dia belum bisa menjadi ayah yang baik untuk anak laki-laki itu.
Setelah kepergian Reno juga Andini, Adrian memandang Sera. Wanita itu tengah mengusap air matanya, sekuat apapun dia terlihat di depan orang-orang Sera tetaplah seorang ibu yang lemah karena kehilangan putra semata wayangnya.
"Sera, kamu masih punya aku tempatmu bercerita," ujar Adrian, dia berharap Sera mau berbagi sedikit saja apa yang dia rasakan sekarang.
Sera menghela napas panjang, dia memandang Adrian. Sedari awal, hanya pria itu yang selalu ada untuknya saat dia kesusahan. Bahkan saat Febian dalam masa perawatan, Adrian yang lebih banyak membantu dirinya ketimbang Reno yang merupakan ayah kandung dari Febian.
"Tapi kalau kamu belum siap untuk bercerita, tidak apa-apa Sera. Aku siap mendengarkan kapanpun kamu ingin berbagi segalanya denganku." Adrian mengulas senyuman tipis di wajahnya.
"Wanita itu tadi adalah Andini. Dia kekasih Mas Reno, sekarang dia sedang hamil anak dari suamiku," ungkap Sera memberitahu Adrian tentang hubungan suaminya dengan wanita yang bersama Reno tadi.
"Sera aku ...."
"Hidupku lucu kan? Aku sudah kehilangan suamiku dan sekarang aku telah kehilangan putraku." Sera memotong kalimat yang ingin diucapkan Adrian, dia tertawa pelan menertawakan nasibnya yang malang.
"Setelah Febian dimakamkan mungkin setelah itu juga hidupku akan mati bersama jasad putraku. Aku akan mengakhiri hidupku, jika pun aku akan melanjutkan hidup kembali aku tidak akan pernah menjadi Sera yang dulu lagi," sambung Sera lagi.
"Kamu tidak sendiri Sera. Apapun keputusan yang akan kamu ambil, ingat jika ada aku yang selalu bersamamu. Aku akan mendukung apapun yang ingin kamu lakukan." Adrian memegang tangan sahabatnya itu.
Sera berlinang air mata, lagi-lagi Adrian yang ada bersamanya. Ia memeluk pria itu, menumpahkan kesedihan yang dia rasakan. Bahu Adrian tempat Sera bersandar dari segala kepahitan yang dia rasakan sekarang.
Sementara dari balik dinding tembok, seseorang memotret kebersamaan kedua sahabat itu. Wanita itu tersenyum sinis, langkahnya semakin mudah untuk membuat Reno meninggalkan Sera.
"Rasakan itu semua, Sera!" batinnya, puas.
Andini berjalan mondar-mandir di dalam kamar, menunggu kembalinya Reno setelah dia menceritakan pada pria itu tentang Sera yang dia lihat bersama seorang pria.Tidak hanya menuduh tanpa bukti, Andini juga menunjukkan foto-foto kebersamaan Sera dengan Adrian pada Reno. Bagaimana pria itu memeluk Sera dan menenangkan wanita itu, terlihat sangat jelas jika Adrian menyukai Sera."Mas, kamu sudah bicara dengan Sera?" tanya Andini, dia langsung menghampiri Reno ketika melihat pria itu masuk ke dalam kamar."Aku tidak ingin membahas tentang Sera, Andini," jawab Reno, ia merebahkan kepalanya di sofa memijit keningnya yang terasa sangat pening. Perubahan sikap Sera sungguh membuatnya tidak tenang."Mas ...." Andini menghampiri Reno, ini tidak seperti yang ia harapkan. Dia ingin melihat Reno memarahi Sera, bahkan sampai pria itu menceraikan wanita tersebut karena dianggap sudah berkhianat."Semua bukti sudah jelas jika Mbak Sera diam-diam menjalin hubungan dengan dokter itu di belakangmu. Aku m
Sera menatap penampilan dirinya di cermin, hidupnya sekarang telah berubah 180 derajat. Dia yang dulu telah menyerahkan seluruh hidupnya untuk suami dan keluarganya sama sekali tidak dihargai. Sekarang, tidak ada lagi yang ingin dia pertahankan lagi. Cintanya telah terkubur bersama dengan jasad Febian di dalam tanah. Selangkah lagi, semuanya akan segera terwujud Sera akan membalas orang-orang yang sudah menyakiti dirinya."Sera!" panggil Reno, pria itu masuk ke dalam kamar dengan menampilkan wajah marah."Kenapa Mas?" jawab Sera santai.Reno menatap penampilan istrinya dari atas sampai bawah, akhir-akhir ini dia memang sudah sangat jarang sekali menghabiskan waktu bersama dengan Sera, kehamilan Andini menyita lebih banyak waktunya."Apa seperti ini kelakuanmu di belakangku Sera. Diam-diam kamu sudah mengkhianati pernikahan kita!" Reno masih belum memutuskan pandangannya dari Sera, penampilan istrinya sudah sangat jauh berbeda dari biasanya dan Reno baru menyadari semua itu sekarang.
Hidangan makan malam sudah tersedia di atas meja, Andini memanggil Reno untuk mengajak pria itu makan malam bersamanya. Makanan yang terlihat mengunggah selera, Andini sudah tidak sabar untuk segera mencicipi masakan Sera tersebut."Mas, semua ini aku yang masak untukmu. Aku harap kamu suka dengan masakanku," kata Andini tersenyum malu-malu, mengakui apa yang di masak oleh Sera sebagai masakannya."Terima kasih sayang. Kamu memang yang terbaik." Reno memuji karena dia tahu selama mengenal Andini, wanita itu memang sangat pintar memanjakan perutnya.Selain karena Andini cantik, wanita tersebut pintar dalam segala hal. Andini wanita mandiri dan juga pekerja keras, tak hanya itu saja Andini sangat pandai perihal masalah rumah tangga dia pintar memasak, terlebih urusan ranjang. Reno menganggap jika wanita itu bisa dikatakan nyaris sempurna. "Pih, makanan apa ini Andini? Rasanya sangat asin dan sangat tidak enak sekali." Reno melepeh makanan yang sudah masuk ke mulutnya."Mas, kamu yakin?
"Kamu darimana saja Mas?" Andini menatap Reno dengan kesal, sejak tadi dia sudah menunggu pria itu pulang tapi Reno malah mengabaikan dirinya."Aku lelah Andini. Di kantor banyak sekali pekerjaan, setelah mengantar Sera ke psikiater aku kembali ke kantor. Ada beberapa klien yang tiba-tiba membatalkan kerjasama dengan perusahaan kita." Reno membuang tas kantornya begitu saja, ia membuka kemeja yang melekat di tubuhnya. Sungguh hari ini hari yang sial baginya, bagaimana bisa mereka yang selama ini jadi klien tetap perusahaannya tiba-tiba membatalkan kerjasama secara sepihak. Pembatalan kerjasama yang tentunya membuat perusahaan akan mengalami kerugian yang sangat besar. Reno bahkan tidak pernah berpikir jika dia akan berada di fase sekarang karena selama ini bisnisnya selalu lancar dalam segala hal baik masalah klien ataupun masalah penjualan di bagian pemasaran."Iya sudah sih Mas, kamu tidak perlu memikirkan tentang hal itu. Kamu bisa mencari klien lain." Andini berucap santai, meng
"Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan Sera?"Wanita berlesung pipi itu bernama Dara, ia menatap curiga ke arah sahabatnya, dia tahu Sera bukanlah orang yang mudah menyerah dengan kekalahan. Akan tetapi, ia penasaran dengan apa yang ingin dilakukan oleh wanita itu pada Reno dan juga selingkuhannya. Apakah Sera akan membalas perbuatan orang-orang yang telah menyakiti hatinya. "Aku akan membuat hidup Mas Reno dan juga Andini hancur sama sepertiku. Aku tidak akan membuat satu hal pun tersisa di dalam hidup Mas Reno." Sera menghela napas panjang, sebenarnya ini tidak seperti rencana awalnya."Awalnya aku ingin bercerai dengan Mas Reno. Tapi saat ini hal itu tidak mungkin bisa aku lakukan." Dara mengerutkan keningnya, "Kenapa?" tanyanya heran."Karena sekarang aku sedang hamil," jawab Sera. "Ha-hamil?" Dara nampak kaget.Sungguh Sera sendiri tidak menyangka jika dia akan hamil anak kedua dari Reno. Sebulan yang lalu hubungan mereka baik-baik saja, Reno masih menjadi suami yang baik
"Arrgggh!" Andini berteriak keras, meluapkan segala rasa sakit hati yang sejak tadi pagi dia tahan.Wanita itu ... Dia benar-benar ingin menguji kesabaran Andini. Sera dengan begitu mudahnya mendapatkan uang satu Milyar dari Reno dan karena uang yang Reno berikan untuk Sera dia harus menunda keinginannya untuk membeli perhiasan yang dia inginkan."Minum dulu Nona." Seorang pelayan menyodorkan segelas air putih untuk Andini dan dengan cepat wanita hamil itu menyambar minuman yang diberikan untuknya. "Aku benci wanita itu!" Andini meletakkan gelas bekas air minumnya dengan kasar di atas meja nakas."Nona Andini harus sabar. Kita tidak boleh gegabah, Nyonya Sera tidak selemah yang Nona lihat."Andini memandang pelayan di depannya, kini dia telah berada di rumah. Pulang dari kantor Reno langsung mengantarnya ke rumah, setelah itu pria tersebut pergi mengantar Sera entah kemana."Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak bisa lama-lama melihatnya lebih menang dariku. Kamu harus