Share

Bab 6. Istri atau Pembantu?

Author: Imamah Nur
last update Last Updated: 2023-11-23 23:08:23

"Cck, aku ini istrinya atau pembantu sih?" keluh Arandita membuat Bastian langsung menatap tajam mata sang istri.

"Iya-iya, aku akan lakukan," ucap Arandita lalu mengusap tengkuknya yang tiba-tiba terasa dingin sebelum akhirnya mengulurkan tangan untuk membuka sepatu Bastian. Wanita itu celingukan lalu menaruh sepatu tersebut ke tempatnya.

Bastian sendiri membuka kancing bagian atas kemeja kemudian melepaskan dasi. Pria itu langsung menjatuhkan tubuh di atas kasur dan menghembuskan nafas panjang.

"Maaf, aku siapkan air panas dulu," ucap Arandita sebelum akhirnya meninggalkan Bastian seorang diri. Beberapa saat kemudian wanita itu langsung memberitahukan pada Bastian bahwa air panasnya sudah siap. Bastian hanya merespon dengan anggukan lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Di kamar Arandita tampak gelisah, ingin tidur takut Bastian masih membutuhkan dirinya.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Nawarin dia makan malam atau tinggalkan saja dia tidur?" Wanita itu mondar-mandir tak karuan.

"Ah siapkan baju aja," putus Arandita lalu bergegas menuju walk in closet dan mencari baju tidur, dimana baju-baju Bastian tertata rapi di sana. Arandita langsung mengambil satu setel piyama dan meletakkan di atas ranjang. Setelahnya ia berbaring di atas ranjang untuk menunggu perintah selanjutnya.

Tidak lama kemudian Bastian keluar dari kamar dengan bathrobe lalu mendekati sisi ranjang. Melihat sudah ada pakaian di samping Arandita, pria itu langsung meraih dan membawa ke ruang kerja dimana sudah merangkap menjadi kamar tidurnya saat ini.

"Tak tahu terima kasih," kesal Arandita melotot ke arah pintu ruang kerja yang ditutup dari dalam. Geram dengan sikap Bastian, akhirnya ia tinggal pria itu tidur. Baru sepuluh menit memejamkan mata Arandita langsung terlelap.

Di ruang kerja, Bastian masih belum tidur. Dia duduk di kursi dengan termenung. Rasa-rasanya dia tidak akan bisa tidur semalaman ini. Pikirannya masih berkelana ke sana kemari.

"Ah, kenapa ujian seolah datang beruntun?" Bastian menutup wajah dengan kedua tangan sambil memejamkan mata.

Dia merasa hidupnya kacau semenjak kepergian Friska dari kehidupannya. Wanita itu meninggalkan dirinya dengan cara yang tidak wajar. Orang-orang, bahkan polisi pun menyimpulkan gadis itu mati karena bunuh diri, tetapi Bastian merasa ada yang janggal dengan semua itu.

Belum juga bisa memecahkan kasus kematian sang kekasih dia harus dihadapkan dengan tuduhan orang-orang bahwa dirinya adalah lelaki tidak normal hanya gara-gara tak sengaja berciuman dengan Rafi dan gambar itu secepat kilat langsung tersebar. Entah siapa pelakunya masih lolos dari penyelidikan Bastian dan orang-orang suruhannya.

Bastian mengepalkan tangan, lalu memukul keras meja dengan tangannya hingga Arandita yang tertidur langsung terbangun akibat suara itu terasa seperti ada yang melempar batu besar.

"Apa itu?" Arandita langsung terduduk dengan lemas.

"Dan sekarang aku harus berpura-pura romantis dengan Arandita untuk meyakinkan semua orang? Tidak! Itu sangat berat, lebih berat daripada harus berjuang memenangkan tender," gumam Bastian lalu menggelengkan kepala.

"Huh!" Pria itu mendengus lalu bangkit dari duduknya, melangkah ke arah pintu dan mengabaikan Arandita yang masih duduk di pinggir ranjang. Pria itu lalu bergegas menuju ke dapur.

"Apa yang akan dia lakukan lagi?" Arandita mulai suka berprasangka buruk setelah melihat gambar-gambar wanita di kamar Bastian. Rasa curiga yang mendera membuat wanita itu memutuskan untuk membuntuti Bastian. Dengan langkah pelan dan penuh kehati-hatian Arandita menyusul Bastian ke dapur. Sampai di pintu dapur, Arandita hanya mengintip dari luar apa yang dilakukan oleh Bastian.

"Oh, dia hanya ingin membuat minuman," lirih Arandita lalu menepuk jidat karena sebelumnya berpikir ada yang disembunyikan Bastian dalam rumah besar itu.

"Ternyata dia cekatan juga," gumam Arandita melihat gerakan tangan Bastian yang begitu lihai mengupas jahe lalu menggeprek sebelum akhirnya menaruh ke dalam gelas dan menuangkan air panas. Pria itu tampak fokus mengaduk-aduk minuman yang sudah ditambahi gula pasir itu tanpa mengalihkan pandangan.

"Kayak ayah saja suka wedang jahe malam-malam, apa dia kedinginan di tengah cuaca malam yang panas seperti ini? Kenapa tidak matikan AC saja?" gumam Arandita dan tidak sengaja tangannya menyenggol lukisan di sisi pintu hingga terjatuh. Hal itu langsung membuat Bastian menoleh ke belakang dan mengerutkan kening.

Seperti maling yang terciduk, wajah Arandita terlihat pias. Wanita itu langsung mengambil lukisan dan menaruh ke tempat semula. Demi untuk menutupi rasa malunya yang ketahuan mengintip, Arandita terus melanjutkan langkah masuk ke dalam dapur sambil memegang leher.

"Tenggorokanku sakit sekali," gumam wanita itu lalu mengambil air hangat untuk diminum sedangkan Bastian sendiri sama sekali tidak mengindahkan keberadaan Arandita di sana. Pria itu langsung keluar dari dapur sambil membawa minuman yang sudah berhasil dia buat tanpa sepatah katapun.

Esok hari semua keluarga sudah berkumpul di meja makan. Arandita merasa canggung karena di meja makan didominasi laki-laki dan hanya dia seorang yang perempuan. Mama dari Bastian sudah tiada sehingga hanya Arandita seorang diri yang kelilingi tiga lelaki.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Kontrak dengan Presdir Tampan    Bab 144. Ending

    Apa iya air susunya tidak enak? Kalau iya kenapa baru sekarang hal ini terjadi? Kenapa tidak sebelumnya Brian menolak ASI-nya? "Sabar Non, Nyonya besar hanya salah bicara, beliau tidak bermaksud membuat Non Aran sedih." "Iya Bik." Arandita mencoba tersenyum meskipun wajahnya masih terlihat pias. Bagaimanapun dia tidak bisa menyembunyikan raut kekecewaannya. "Kalau masih menyusui jangan makan sembarangan, itu ngaruh pada kesehatan anak," ucap nenek lagi dan Arandita hanya manggut-manggut tanpa mau protes sedikitpun. "Atau kamu masuk angin? Bik tolong ambil kerokan dan minyak kayu putih! Biasanya kalau Bastian memuntahkan air susu waktu kecil Amira meminta tolong untuk dikerokin dan akhirnya Bastian mau menyusu lagi." "Oh jadi Mas Bastian juga pernah begini Nek?" Anggukan nenek membuat Arandita dapat menghembuskan nafas lega. Baginya mungkin Brian menurun dari papanya. Bik Lin datang dengan tergesa-gesa dengan benda yang diminta oleh nenek. "Ayo dibuka bajunya biar Brian di

  • Pernikahan Kontrak dengan Presdir Tampan    Bab 143. Penolakan.

    Agresia tidak menggubris seruan Arandita dan malah bergerak cepat menuju pagar rumah yang terbuka lebar. "Cegah dia jangan sampai kabur!" perintah Bastian pada beberapa anak buahnya. Tidak menunggu lama pintu pagar sudah ditutup dan Agresia kebingungan untuk keluar dari pekarangan rumah tersebut. "Gres tunggu!" Akhirnya Arandita bisa menangkap tangan Agresia. "Apa kabar kamu?" "Seperti yang kamu lihat Aran, maaf kalau aku ikut numpang makan di tempat ini. Aku tidak tahu kalau ini adalah rumahmu. Aku pikir kamu masih tinggal di rumah papa." Agresia menunduk dan meremas kedua tangannya. "Tidak masalah siapapun bebas makan di tempat ini karena ini adalah acara syukuran anak pertama kami. makanya pintu pagar kami dibiarkan terbuka lebar biar siapa saja boleh masuk." "Oh ya, selamat ya!" "Makasih." "Jangan pergi, bergabunglah dengan kami semua." "Maafkan atas semua kesalahanku di masa lalu Aran, Aku menyesal sekarang." Arandita menatap Agresia dengan pandangan iba kemudia

  • Pernikahan Kontrak dengan Presdir Tampan    Bab 142. Bertemu Kembali

    "Bastian!" Leo menatap wajah Bastian dengan tatapan sendu. "Maaf aku baru bisa kemari. Istriku melahirkan dan baru saja sadar dari pingsannya." "Arandita pingsan?" Bastian mengangguk. "Tapi sudah enakan." "Lebih baik kamu nggak usah kemari, jangan tinggalkan Arandita sendirian, nanti kalau ada apa-apa bagaimana?" "Ada Bik Lin dan juga papa." Leo menatap Bastian kemudian pada Bobby yang mengangguk kecil. "Paman Pramoedya ... tolong sampaikan maafku pada beliau atas kesalahan Mommy. Semasa hidup Mommy mengatakan ingin meminta maaf langsung pada Paman Pram, sayangnya beliau tidak mau datang menemui Mommy. Saat kami mencoba menemui, beliau selalu menghindar. Aku mengerti beliau masih marah sama perbuatan mommy. Selama tinggal bersamaku mommy mengatakan menyesal melakukan itu semua. Tolong ya Bas bujuk paman Pram agar mau memaafkan mommy biar jenasahnya bisa tenang." Bastian menepuk bahu Leo. "Nanti aku sampaikan. Kamu tidak perlu memikirkan yang lain urus saja pemakaman mom

  • Pernikahan Kontrak dengan Presdir Tampan    Bab 141. Kita Akan Selalu Bersama

    Saat dokter sedang memeriksa Arandita tangis bayinya mereda. Hal itu membuat suster langsung menaruh bayinya ke dalam box bayi. Namun hal itu tidak membuat otot-otot Bastian yang tegang kembali rileks. Dia masih belum bisa bernafas dengan tenang selama kondisi istrinya belum dinyatakan membaik. "Bagaimana Dokter?" tanya Bastian masih dengan wajah pucat karena rasa khawatir yang berlebihan. "Tuan tenang saja sebentar lagi Nyonya Arandita akan sadar." "Saya tidak bisa tenang jika Istri saya belum siuman," ucap Bastian kesal. Bagaimana mungkin dokter menyuruh dirinya tenang sementara Arandita masih belum sadar dari pingsannya. "Sebentar lagi, tidak ada yang serius pada diri pasien mungkin hanya kelelahan saja." Bastian tidak menunjukkan ekspresi apa-apa. Dia hanya menelpon Bik Lin dan memintanya untuk datang ke rumah sakit. Dia perlu teman untuk menunggui Arandita dan bayinya. Saat Bik Lin meminta sopir untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit Pramoedya mendengarnya lalu me

  • Pernikahan Kontrak dengan Presdir Tampan    Bab 140. Hari Kelahiran dan Kematian

    "Sudah apanya?" tanya Bastian tidak sadar. "Sudah dijahit," jawab dokter seraya tersenyum ramah. "Oh." Bastian manggut-manggut. "Ini Tuan putranya, silahkan diadzani," ucap suster menyerahkan bayi yang baru lahir itu ke tangan Bastian. Ternyata bayinya sudah selesai dibersihkan. Bastian menerima bayi tersebut dan mengadzaninya. Selama melantunkan kalimat adzan Arandita terdiam menghayati kalimat tersebut. Ia terharu sampai menitikkan air mata karena telah dipercayakan oleh Tuan untuk merawat seorang anak yang lahir dari rahimnya sendiri. Sungguh itu adalah rezeki yang tidak terkira. Ditambah lantunan suara adzan dari bibir Bastian mengalun merdu dan syahdu. Arandita tidak menyangka suara Bastian begitu indah dan lembut menyentuh pendengaran. Suaminya itu seolah muadzin yang kerapkali mengumandangkan adzan di masjid-masjid. Setelah selesai Bastian mengecup kening putranya. "Selama datang jagoan Ayah! Selamat bergabung di keluarga kecil kita." "Sekarang dia harus di IMD Tuan,"

  • Pernikahan Kontrak dengan Presdir Tampan    Bab 139. Melahirkan

    "Pasti, kami akan berusaha semaksimal mungkin Tuan. Tuan tenang saja saya lihat keadaan istri Anda tidak ada masalah dengan kesehatan maupun kandungannya. Jadi insyaallah proses persalinannya akan berjalan lancar." "Aaamiin ya Allah. Saya boleh menemani istri saya Dok?" "Oh tentu saja boleh, ini bisa menjadi semangat juga untuk istri Anda." Bastian mengangguk dan dokter mempersilahkan Bastian untuk ikut masuk sebelum akhirnya menutup pintu. Kini Bastian dan Arandita berada dalam ruang persalinan dibantu oleh seorang dokter dan seorang perawat. Arandita meringis kesakitan kala perutnya mengalami kontraksi kembali. "Aduh sakit Mas," rintihnya lalu kembali turun dari tempat tidur dan berjalan ke sana kemari sambil menahan rasa sakit. "Rasanya aku nggak tahan dengan sakitnya," keluh Arandita, bahkan perempuan itu duduk berdiri duduk berdiri untuk meminimalisir rasa sakit. "Kalau sakit itu tandanya normal karena ada pergerakan dari bayinya. Justru kalau tidak sakit itu yang perlu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status