Share

SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA
SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA
Author: Ria Abdullah

1. aruni iparku

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-05-16 09:33:14

Sebenarnya aku paham syariat agama dan bagaimana hukum yang mewajibkan tentang perkara ahli waris dan nafkah bagi anak-anak yatim yang sudah kehilangan ayahnya. Aku mendukung hal tersebut, tidak keberatan sama sekali karena apa yang sudah ditetapkan agama, pasti ada maslahatnya untuk keluarga besar kami serta anak-anak yang ditinggalkan.

Sejak meninggalnya Mas Hilman, suamiku, Mas Arman, beliaulah yang bertanggung jawab untuk menafkahi janda kakaknya, Aruni. Wanita itu sepantaran denganku, umur dua puluh sembilan tahun, dan punya anak laki laki yang kini duduk di bangku TK, setara dengan anakku yang sulung.

Tadinya kehidupan keluarga kami baik-baik saja, tapi perlahan semuanya berubah seiring dengan berjalannya waktu, seiring dengan bertambahnya beban dan tanggung jawab suamiku untuk menafkahi dua keluarga. Keluarga kami dan keluarga janda kakaknya.

Sebenarnya aku ingin bertanya pada diriku sendiri, mengapakah harus suamiku saja yang menafkahi wanita itu, padahal dalam keluarga mertua kami ada 4 anak laki-laki dan 2 perempuan. Mengapa harus kami yang jadi penopang utama? mereka memang membantu tapi tidak serutin suamiku, yang selalu perhatian dan memberikan uang belanja setiap bulannya.

Sejujurnya kami tidaklah begitukah kaya, mas Arman hanya pegawai kantoran dengan gaji standar, namun tanggung jawab yang begitu besarlah yang telah membuatnya tidak melupakan kewajibannya sebagai paman.

*

Semuanya bermula saat kutemukan chat obrolan mereka, sesaat setelah suamiku menjemput keponakannya dari sekolah. Dia murka karena wanita itu membiarkan anaknya pulang sendirian, sementara dia pergi entah ke mana.

"Kemana kau?"

"Lagi lamar kerjaan, kenapa?"

"Dan kau biarkan anak itu sendirian!"

"Aku bisa apa? toh rumahnya dekat juga!"

"Anakmu sudah kehilangan bapaknya jadi jangan sampai dia kehilangan peran ibunya."

"Jadi, apa aku harus duduk-duduk saja, sementara aku dan Gilang kelaparan?"

"Aku adalah keluarga dari ayahnya. Jadi kami yang akan bertanggung jawab."

"Emangnya apa yang bisa kau lakukan, aku juga punya keperluan sendiri, apa kau bisa mencukupinya?"

Gaya hidup Aruni memang sedikit berbeda dari kami, hedon dan bergaya, kabarnya ia agak boros, hobi jalan-jalan dan pergi ke salon, seiring dengan kesukaannya, semuanya tercermin dalam diri wanita itu, baik dari penampilan, pakaian dan wajahnya, gaya hidupnya sangat mahal.

"Tentu saja, setidaknya sampai anakmu tumbuh sedikit besar dan bisa mengurus dirinya sendiri!"

"Oh ya, apa kau yakin bisa?"

"Tentu! Allah pasti akan mencukupkan rezeki bagi keluargaku dan keluargamu!"

"Jangan terlalu baik, istrimu bisa keberatan." Sepertinya dia menangkap perasaan seorang wanita terlebih aku memang sedikit tidak setuju, tapi di atas semua keberatanku itu, kami memiliki kewajiban yang disyariatkan agama.

"Istriku wanita solehah yang selalu mendukung suaminya, kurasa untuk tanggung jawab dan kewajibanku dia tidak akan keberatan."

"Apa kau bisa membayar harga skincare-ku?"

"Berapa kau butuhkan, akan kukirimkan uangnya sekarang!"

Dan setelah itu aku tidak membaca percakapannya, karena saat itu anakku memanggil dan aku harus segera mengantarnya ke sekolah.

Meski aku menyimpan perasaan ragu bahwa Mas Arman bisa mencukupi kami semua tapi ada keyakinan dalam diriku bahwa suamiku mengerti batasan dan aturannya, aku yakin dia akan memprioritaskan keluarga dan anaknya sebelum ia melayani keluarga orang lain.

*

"Bagaimana menurutmu jika aku bantu aruni untuk membesarkan Gilang?" Malam itu, di atas tempat tidur kami Mas Arman langsung bicara padaku.

"Tidak masalah Mas, itu memang kewajiban kita. Namun kau harus pastikan prioritasmu!"

"Iya, Sayang, tentu saja aku mengerti tanggung jawab dengan prioritasku."

"Kau juga harus menjaga jarak pada Kakak iparmu. Meski dia seumuran denganku tapi tetap saja kita harus beradab menghadapinya, kau harus jaga jarak karena ipar itu adalah maut!"

Suamiku tertawa mendengar perkataanku, dia merengkul bahu dan menggenggam tangan ini lalu menciumnya.

"Kalau untuk cemburu... kau tidak perlu khawatir, tidak ada yang bisa mengalahkanmu di hatiku. Dan meski Mbak aruni cantik, kau tetaplah yang tercantik di mataku. Jadi, aku mengerti adab dan aturannya."

"Terima kasih kalau begitu Mas."

"Jangan ada keraguan, Hanifah. satu-satunya yang harus kau letakkan di hatimu hanya keikhlasan. Semoga Allah mengganti apa yang kita berikan ke dalam rezeki yang lebih besar."

"Aaamin." Menutup percakapan itu, aku dan dia saling memeluk lalu kami menghabiskan malam yang indah dengan penuh kedamaian cinta.

**

Setahun berlalu, dan suamiku masih tetap pada tanggung jawabnya menafkahi anak kakaknya, juga menyantuni uang belanja untuk kakak iparnya yang cantik.

Hubungan kami secara pribadi baik-baik saja, jika ada pertemuan keluarga aruni selalu datang membawa anaknya, karena anak itu adalah yatim, jadi keluarga besar selalu memprioritaskan dan memberikan kasih sayang lebih dibandingkan dari anak-anak saudara yang lainnya.

Hubungan kami harmonis tidak ada rasa dengki, iri dan hasad, apapun jika menyangkut maslahat keluarga, maka kami keluarga besar selalu berembuk, saling bertukar pikiran dan setuju pada kesimpulan yang sama. Jadi semuanya baik-baik saja.

*

"Aku ada pengajian minggu depan dan itu butuh seragam baru, aku harus beli gamis dan jilbab yang sama dengan teman temanku, aku pinjam uangmu!" Itu adalah pesan yang terbaca tanpa sengaja saat aku membereskan handuk bekas mandi suamiku dan kebetulan di dekat handuk itu ada ponselnya.

"Berapa yang kau butuhkan?"

"Satu juta."

Seketika darahku berdesir, jantungku berdegup kencang kaget tapi lebih banyak kesal karena sebagai istrinya saja aku tidak pernah minta gamis seharga satu jutaan.

"Mengapa harus semahal itu? Kau tahu kan keadaanku? Skala prioritasmu juga harus kau pikirkan, jika itu tidak terlalu urgent, maka kau bisa skip dulu!" Itu adalah balasan suamiku untuk kakak iparnya, karena aruni lebih muda jadi mereka bicara dengan kasual saja.

"Apa?! Jadi sekarang kau keberatan? Bukannya kau sendiri yang memintaku untuk lebih banyak menjaga anakku dan tidak bekerja apalagi meninggalkannya jauh-jauh! Sekarang saat aku minta sesuatu kau malah memarahiku!" Wanita itu balik memarahi suamiku, sikapnya seakan Mas Arman adalah suaminya sendiri, sampai dia tidak sungkan-sungkan minta sesuatu yang seharusnya itu adalah barang tersier.

"Aku hanya mengingatkanmu."

"Makanya aku sudah bilang kan biarkan aku bekerja dan kutitipkan anakku di daycare! Mereka akan mengurusnya dengan baik dan aku bisa membangun karir dan tidak membebani dirimu serta keluarga besar kalian!"

"Jangan begitu perkataanmu seakan-akan kau ingin memutus hubungan dengan kami! Bagaimanapun Kami tetap bertanggung jawab."

"Kalau begitu kirimkan saja aku uangnya Dan bila kau tak sanggup maka jangan cegah aku untuk bekerja!"

Dan tak lama setelah itu ada bukti transfer sebanyak Rp.1.500.000 ke rekening wanita itu. Jujur dadaku langsung sesak melihat bukti transferan itu. Kesal bukan main geram tapi aku tidak makan menyalahkan suamiku. Malah yang pantas kubenci adalah wanita yang tidak tahu diri itu.

Dan setelah aku baca percakapannya ke bawah, ada banyak hal-hal yang diminta pada suamiku, seperti biaya jalan-jalan bersama teman reuni, biaya jalan-jalan dia dan anaknya di akhir pekan, biaya listrik dan air, termasuk uang jajan dan skin care wanita itu yang nominalnya membuatku tersengal-senga. Astaghfirullah, aku yang berusaha berhemat dan mengerem kebutuhan rumah tangga, sementara dia yang lebih banyak menikmati hasil kerja dan keringat suamiku.

Aku berjumpa aku harus menghentikan semua ini sampai di sini saja.

"Mas ku rasa sudah waktunya membiarkan wanita itu bekerja kau sudah terlalu banyak membantunya sementara kita juga punya kebutuhan sendiri."

"Apa maksudmu?"

"Aku juga ingin membeli beberapa barang renovasi rumah dan mobil kita," balasku.

"Aku mengerti keresahanmu, tapi aku bisa menanganinya."

"Permintaan Wanita itu sudah keterlaluan Mas, bisakah seseorang yang berwibawa mengingatkannya agar tidak terlalu menekanmu. Bahkan aku sendiri sebagai istrimu tidak pernah meminta sesuatu yang memberatkan. Bisakah kau mengurangi sedikit saja?"

"Iya, tentu saja."

"Jangan sampai perhatian pada keluarga dan nafkah yang seharusnya untuk kami lebih banyak untuk mereka! Ingatlah Mas ada Istri dan anakmu yang lebih membutuhkan perhatianmu."

"Aku tahu, Hani, aku mengerti."

Tapi semakin berusaha untuk semakin mengingatkan wanita itu, semakin menjadi-jadi saja permintaannya, bahkan sekarang ia jadi lebih manja. Beberapa hari kemarin dia bahkan meminta suamiku untuk mengantarkannya keluar daerah demi bertemu dengan teman-teman reuninya yang sedang mengadakan acara di sebuah hotel di pinggir pantai. Suamiku terpaksa mengantarnya dan tidak jadi pergi jalan-jalan bersamaku dan anaknya.

Oh, aku bener-bener sesak hati dan tidak tahu harus bicara apa.

Bila aku menghubungi dan memarahi wanita itu tanpa izin suamiku, maka aku akan disebut ikut campur dan itu pasti akan menciptakan konflik di dalam rumah tangga kami.

Tolonglah aku harus bagaimana??

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (9)
goodnovel comment avatar
Maryanti Tabrani
ini mah suaminya aja yg gatal dan tolol...
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
masa iya lebih penting keluarga kakak ipar drpd keluarga sendiri, ini namanya udah keterlaluan
goodnovel comment avatar
sulikah
Betul bangettttt itu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA   105

    *Menjelang liburan ke Eropa, intensitas kesibukanku semakin meningkat, aku harus memberikan pembekalan pada tim marketing dari orang-orang yang ada di toko agar menjaga kinerja mereka selama aku tidak berada di Indonesia. Aku juga melatih asisten rumah tangga dan penjaga anak-anak agar mereka tetap disiplinkan seperti biasa. Hanya libur di hari Sabtu dan Minggu dan tetap melakukan les tambahan belajar di hari biasa. Tak lupa juga kutekankan agar para pengasuh tetap menyuruh anak-anak disiplin beribadah, juga kuberitahu asisten rumah tangga baru untuk mengurusi obat herbal mertuaku. Mereka harus minum itu setiap pagi sebelum sarapan, jadi asisten harus menyiapkannya dalam keadaan hangat. *Keberangkatanku ke Eropa adalah hal yang paling membuatku antusias. Setelah tujuh bulan menikah, untuk pertama kalinya aku dan Mas Renaldi akan punya waktu berdua saja tanpa kehadiran anak-anak dan kerabat lainnya. Benar-benar hanya aku dan dia saja tanpa asisten atau bodyguard yang mengikuti ka

  • SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA   104

    *"Kulihat-lihat usahamu maju ya," ucap Lorena saat dia berkunjung ke butik tempat mendesain produk dan menjual barang. Aku yang cukup kaget dengan kedatangannya hanya bisa tersenyum sambil mengangguk tipis. "Iya, Alhamdulillah.""Aku tahu kau tak senang aku datang ke sini.""Tidak juga, hanya saja... tumben." Aku sedikit bingung kenapa dia mengunjungiku, ada kecanggungan di antara kami yang membuat aku dan dia hanya saling menatap tanpa bicara lagi."Apa kau senang dengan bisnis ini.""Aku senang, merasa beruntung ada tim marketing dan support yang memadai. Mas Renaldi memberiku kesempatan dan dukungan, tanpa dia mustahil merkku terjual dengan cepat.""Aku yang memberinya saran untuk menggunakan tim marketing dan orang-orang yang terpilih.""Kalau begitu terimakasih," balasku pada wanita berambut panjang itu."Ya kau pantas mendapatkannya."Aku tertawa karena untuk pertama kalinya dia bilang aku pantas mendapatkan sesuatu. "Tumben.""Dipikir-pikir kau memang pantas mendapatkanny

  • SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA   103

    "gimana aku nggak marah kalau kamu nggak adil. Kamu juga membiayai wanita yang unik itu untuk membuka usaha dan memberikan sekolah terbaik untuk anak-anak mereka. Jomplang sekali dengan pelayananmu pada anak kita.""Kalau begitu biarkan clarra bersamaku, biar dia tinggal denganku maka akan kuberikan perusahaan itu untuknya!"Wanita itu terdiam sepertinya dia keberatan untuk menyerahkan clarra kepada Mas Rinaldi karena jika Clara pindah bersama kami maka wanita itu tak akan punya cara lagi untuk mendapatkan uang bulanan dari Mas Renaldi. Hebat sekaligus licik sekali, saat dia sendiri sudah punya suami tapi masih mendapatkan nafkah dari mantan suaminya. Lima ratus juta perbulan, untuk uang sekolah dan kebutuhan Clara yang sebenarnya tidak akan sebanyak itu. Tapi aku tidak punya hak untuk keberatan pada pemberian suamiku untuk anaknya, itu adalah urusan pribadi yang tidak boleh diganggu gugat."Pulang dan nikmati hidup dengan suamimu, bukankah kau sangat mencintainya! Selagi aku masih m

  • SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA   102

    Sesuai dengan janji Mas Renaldi yang akan pergi ke sekolah anak-anak demi menegur orang-orang yang telah mengganggu mereka dan meminta kepada gurunya agar lebih berhati-hati. Suamiku mengunjungi tempat itu pukul 10.00 pagi dan dikabarkan padaku oleh asisten pribadinya Pak Dedi. Pria yang sudah 15 tahun jadi asisten Suamiku itu bilang kalau Mas Renaldy mengancam kepala sekolahnya, dia bilang tidak boleh Ada kesenjangan di sekolah tersebut, meski muridnya berasal dari latar belakang yang berbeda. "Bukan cuma anak orang kaya atau indo saja yang boleh menikmati fasilitas bagus, bahkan anak-anak dari kalangan menengah ke bawah dan latar belakang biasa saja mereka bisa menikmati pendidikan yang lebih baik dari sekolah umum.""Oh dia bilang begitu ya pak?""Iya Bu, Bapak juga bilang kalau tindakan bullying ini masih berlanjut maka beliau akan melaporkan ini ke dinas pendidikan dan mengadakan rapat pertemuan wali murid yang bisa berujung pada penutupan sekolah.""Wah, itu menakutkan juga Pa

  • SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA   101

    Kilau matahari menerangi kamarku, desir angin meniupkan tirai kamar yang terbuat dari kain satin, pintu balkon meniupkan hawa dingin ke arahku.Lembut gaun satin yang membungkus tubuh seakan memanjakanku, ditambah dengan nyamannya tempat tidur dan mewahnya kamar kami, aku seperti seorang ratu di istana sendiri. "Kalau pintunya terbuka berarti Mas Renaldi sudah pergi," gumamku sambil bangun dari tempat tidur dan menyibak selimut.Saat membuka pintu kamar, asisten rumah tangga yang kebetulan lewat menyapa dan membungkuk hormat. "Selamat pagi Nyonya l, mau sarapan apa pagi ini? Mau dibawakan ke kamar atau sarapan bersama mertua nyonya. ""Tidak apa, saya akan ambil sendiri," balasku. Terbiasa mengurus diriku sendiri sedikit membuatku canggung saat seseorang menawariku hendak makan apa dan diantar ke mana. "Nyonya ada kegiatan hari ini, kalau ada kami akan siapkan pakaiannya.""Tidak ada Mba, terima kasih atas bantuannya.""Dengan senang hati Nyonya," balasnya sambil tersenyum dan mela

  • SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA   100

    Setelah menenangkan anak-anak atas insiden yang terjadi di meja makan, aku langsung menemui suamiku yang sedang menghibur putrinya di ruang keluarga lantai dua. Gadis cantik dengan gaun berwarna peach itu, nampak begitu murung dan menundukkan kepalanya. "Maafin papa ya, kamu baru berkunjung ke sini dan sudah menyaksikan keributan kami.""Ga apa Pa, aku sudah lama mau ketemu papa juga.""Keadaannya sekarang Papa sudah punya istri kamu nggak papa kan?""Iya.""Kamu sudah kenalan sama tante Hanifah?""Belum sempat.""Kalau begitu mari kita berkenalan," ucapku kepada anak itu sambil mendekat dan berjongkok di hadapannya. "Namaku Hanifah, namamu siapa?""Clarissa putri," balasnya. "Kamu cantik sekali, garis wajahmu sangat mirip dengan kedua orang tuamu," pujiku sambil membelai perlahan di pipi gadis kecil itu, mata indah dan hidungnya yang mancung mirip ayahnya, sementara garis bibir dan wajahnya mirip ibunya. Dia tak bosan dilihat, fitur wajahnya seperti perpaduan antara orang Indonesi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status