“Saya bisa menerima tanda lunasanya?”
“Bisa, Kak. Saya buatkan kwitansi dulu.” Riana merasa lega dalam hati. Setidaknya satu aplikasi pinjaman onlinenya sudah berhasil ia lunasi setelah berbulan-bulan mendapat terror karena tak sanggup membayar. Setelah menerima kwitansi tanda lunas, Riana meninggalkan pos ronda. Ia tidak ingin tetangga sekitar kosannya tahu apa yang menimpanya saat ini. Karena itu ia mengajak penagih utang yang menguhubunginya untuk bertemu di pos ronda. Tiba di kosannya, Riana merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia mulai berpikir untuk benar-benar menjalani pekerjaannya baru yang bisa membuatnya menghasilkan banyak uang dalam semalam saja demi melunasi utang-utangnya dengan cepat. "Apa sebaiknya aku datang ke sana lagi? Mungkin bartender gondrong itu bisa membantuku mendapatkan pelanggan yang mau membayar mahal lagi." Maka setelah memantapkan hati dan memulihkan tubuhnya yang terasa tak nyaman selama seminggu, Riana kembali mendatangi kelab malam yang sama dan mencoba mencari keberadaan bartender. "Pesan minum apa, kak?" tanya bartender muda yang bertugas. Riana hanya meminta air mineral sambil menunggu kedatangan bartender gondrong yang dicarinya alih-alih menanyakan pada bartender muda tersebut. Namun di saat Riana menunggu, seorang pria mendekati dan menggodanya. “Bagaimana kalau kita ke hotel sekarang?” Riana menimang-nimang. Sepertinya tanpa kehadiran bartender gondrong itu, ia bisa mendapatkan pelanggan lain yang bisa membayarnya cukup mahal. "10 juta?" ucap Riana begitu saja. “Deal!" ucap si pria lalu mencolek dagu Riana. "Tapi aku mau bayarannya cash.” “Kita ambil uangnya sama-sama,” rayu pria tersebut. Riana pun meladeni kegenitan pria itu dengan senyum semanis mungkin. Keduanya meninggalkan kelab malam dan pergi dengan menggunakan sebuah mobil SUV berwarna putih. Sementara itu Kelvin dan bartender gondrong yang ditunggu Riana sebelumnya tiba tak lama setelah kepergian Riana. "Jadi, apa yang akan kamu lakukan?" tanya bartender itu sambil memerhatikan raut wajah Kelvin. "Aku harus menemukannya." Kelvin menjawab dengan tegas. "Bisa kebetulan sekali, ya?" Kelvin mengendikkan bahu lalu meminum orange jusnya kembali. Sementara Bartender gondrong yang berdiri di belakang meja bar bersiap melakukan pekerjannya seperti biasa. "Apa kamu tidak menyimpan nomer teleponnya?" tanya Kelvin. "Aku lupa bertanya. Baru ingat setelah mengantarnya ke kamar hotelmu malam itu." "Perempuan yang waktu itu bukan? Perempuan yang pakai baju merah cantik yang kamu beri minuman?" ucap bartender muda yang sebelumnya melayani Riana. "Kamu liat dia?" Bartender muda itu mengangguk. "Terus di mana dia?" Bartender gondrong mencari-cari keberadaan Riana. Begitupun Kelvin. "Tadi sih jalan dengan laki-laki yang mendekati dia. Tapi aku nggak tahu mereka akan pergi ke mana." Bartender gondrong itu langsung mengajak Kelvin ke ruang cctv untuk mengecek kebenaran tentang kehadiran Riana dan kepergiannya bersama seorang laki-laki. "Sialan. Tamu ini lagi." "Kamu mengenalnya?" Bartender gondrong itu mengangguk. "Perempuan yang dia ajak pasti ditipu. Kalau Riana bisa melawan, dia mungkin dibayar tapi kalau nggak, bisa-bisa malah Riana di--" "Suruh anak buahmu melacak plat nomornya dan berikan lokasi detailnya, cepat!" "Hei! Kelvin, kamu mau ke mana?" Kelvin bergegas pergi meninggalkan kelab, mengejar Riana secepat mungkin yang dalam benaknya pasti sedang terancam. Tak lama ponsel Kelvin pun berbunyi. Ia bergegas mengenakan bluetooth handsfree di telinganya. "Sudah dapat lokasinya?""Aku kirimkan sekarang." Kelvin lantas mengecek ponsel dan menyalakan GPS. Mengikuti posisi yang sudah dikirimkan padanya lalu menginjak pedal gas lebih dalam. Sementara itu... Di mobil lain, setelah berjalan cukup lama Riana yang merasa janggal akhirnya bertanya sebab mereka tak kunjung tiba di manapun. “Kita mau ke mana? Katanya mau ke ATM.” “Nanti di depan ada ATM,” jawab si pria terlihat mencurigakan. Alih-alih mengabulkan permintaan Riana, pria tersebut malah membawa Riana melewati jalanan yang semakin sepi. Perasaan Riana mendadak gelisah. Ia mulai panik dan berpikir buruk bahwa pria yang duduk di sampingnya tersebut sedang merencanakan sesuatu padanya. “Berhenti! Saya nggak mau ikut kalau kamu belum memberikan uangnya.” Pria itu tersenyum miring. Lalu menoleh dengan tatapan yang seketika membuat bulu kuduk Riana merinding. Dan di sebuah jalan yang benar-benar sepi, pria tersebur menghentikan mobil namun tak membuka kuncinya. “Buka nggak atau saya teriak?” ancam Riana. Pria tersebut malah terbahak puas. “Teriak saja. Tidak akan ada yang menolongmu. Bahkan Tuhan sekalipun, perempuan jalang!” Riana menjerit dan berontak sekuat tenaganya ketika pria itu menjambak rambut dan menguasai paksa tubuhnya di dalam mobil. “Lepas! Lepaskan saya laki-laki brengsek!” "Berisik sekali kamu perempuan jalang!" Dan sebuah tamparan cukup keras berhasil membuat kepala Riana pusing bahkan membuat matanya berkunang-kunang kemudian. Teriakan dan perlawannya pun terhenti sesaat. Dan kesempatan itu berhasil dimanfaat pria tersebut untuk semakin menguasai Riana. "Tolong jangan sakiti saya," mohon Riana memelas. Riana kira hatinya sudah mati rasa karena kekecewaannya pada takdir hidup. Nyatanya, ia masih bisa merasakan ketakutan ketika tak ada apapun yang bisa dilakukan dalam sebuah kesulitan yang tak ia inginkan. Dan di detik-detik Riana sudah pasrah menerima keadaan yang sedang merundungnya, detik itulah suara keras menghantam kaca mobil yang mereka tumpangi mengalihkan perhatian, membuat harapan Riana kembali setelah melihat siapa yang melakukannya. Kelvin sempat menatap Riana sekilas dan memintanya keluar mobil agar bisa menghajar pria jahat tersebut. Tak lama bartender gondrong dan beberapa anak buahnya yang berbadan tinggi dan kekar datang membantu. "Brengsek!" maki Kelvin sambil terus menghajar, sementara Riana yang ketakutan berjongkong sambil melindungi kepala dan wajahnya dengan tangan. Kejadian itu berlangsung cukup lama sebelum semuanya diambil alih oleh bartender gondrong dan anak buahnya yang datang. Kelvin lantas menghampiri Riana, mengulurkan tangan seraya mengajaknya pergi. Namun kondisinya yang masih syok membuat kaki Riana terasa seperti jelly. Ia tak sanggup berdiri hingga akhirnya Kelvin menggendong Riana dan membawanya ke dalam mobilnya. Kelvin memakaikan jasnya kepada Riana. Ia juga memberinya air mineral agar Riana merasa lebih tenang. Barulah setelah itu mereka pergi meninggalkan lokasi kejadian. "Kamu baik-baik saja?" tanya Kelvin hanya diangguki Riana yang terlihat pucat dan ketakutan. Sudut bibirnya memar dan sobek, mengeluarkan sedikit darah yang sudah mengering.Kelvin menemui seseorang. Ia meminta orang tersebut untuk melakukan sesuatu. dan untuk hal tersebut Kelvin membayarnya cukup mahal."Ini data-datanya. Cari di mana keberadaan orang tersebut. Dan jika sudah bertemu, amankan sampai waktunya harus muncul.""Baik, Tuan."Kelvin mengangguk lalu pergi meninggalkan tempat pertemuan tersebut untuk menuju tempat yang lain.Namun di tengah perjalanan, ia melihat toko bunga yang sedang memajang rangkaian bunga yang sangat cantik.Kelvin teringat ayahnya yang sering memberikan bunga untuk ibunya. Ia lalu terpikirkan Riana. Berhenti lantas membelinya untuk dibawa pulang.Sayangnya karena Kelvin harus menemui kakeknya dan bertemu dengan Angela, ia terjebak dalam sebuah hal yang tak diinginkan.Angela sengaja menyewa wartawan. Membuat berita baru tentang hubungannya dan Kelvin sehingga berita tersebut menyebar cepat. Membuat Riana tahu kalau suaminya tersebut sudah memiliki tunangan."Jadi, aku adalah perebut laki-laki orang?" gumam Riana menitikkan
Sepnjang perjalanan menuju rumah, Riana terus memikirkan tentang percakapannya dengan Reihan atau Gara. Ia lalu teringat akan keberadaan Renata di tempat David. "Tapi Mas Kelvin pasti tidak akan mengijinkanku menemui Renata," gumamnya lalu menatap ke samping.Mobil sedang berhenti di lampu merah. Riana menatap sekitar. Menemukan beberapa sosok anak yang sedang menjual tisu atau mereka yang sedang ngamen dengan alat musik buatan seadanya.Senyum terukir manis di wajahnya. Riana lalu menatap dan mengusap perutnya yang masih rata. Sambil bergumam seraya mengutarakan harapannya terhadap sang jabang bayi."Ada apa itu?" Riana ikut menoleh ketika sang supir mengatakannya."Ada apa memangnya, Pak?""Itu, Nyonya. Ada pria yang ditarik paksa.""Iya, benar. Kenapa nggak ada yang membantu?"Semua hanya diam. Begitupun pengawal yang duduk di samping supir."Sebaiknya kita tolong, Pak." Pengawal tak bergeming. "Pak!""Maaf Nyonya. Tapi tugas saya hanya mengawal dan melindungi Nyonya."Bukan Riana
Kretek...Suara tulang belulang yang dipatahkan terdengar begitu kentara. Sang penonton hanya melihat tanpa ekspresi apalagi bersuara."Ah, ampun! Tolong jangan bunuh saya."Seorang pria nampak berlutut sambil memohon agar tangannya dilepaskan. Tidak ada luka pasti yang nampak di sekitar tubuhnya. Hanya saja, kaki dan kedua tangannya kini terasa sangat sakit dan tak berdaya.Hal tersebut tergambar jelas di wajah pria yang beberapa jam lalu tersebut sudah melecehkan Riana di toilet kafe."Ini peringatan pertama dan terakhir," ucap seorang dengan tato yang nampak memenuhi leher hingga telinganya.Jeda keheningan, hanya ada suara napas yang menghela panjang dan berat. Kelvin mematikan ponsel. Menyudahi tontonan video yang dikirim suruhannya.Meski tak seberapa. Namun ia merasa puas karena orang yang sudah mengganggu Riana mendapatkan balasannya.Kelvin meregangkan keduanya tangannya ke atas sebelum kembali ke kamar dan melanjutkan tidur yang terjeda karena rasa penasaran.Paginya...Rian
"Dari mana kalian?!"Langkah Riana dan Gabriella terhenti.Sial sekali memang. Kelvin ternyata pulang lebih awal. Pria itu terlihat sedikit pucat dan kelelahan."Kami habis belanja, Mas.""Iya. Kami tadi belanja ke supermarket. Tuh belanjaannya!" unjuk Gabriella kepada satpam dan pelayan pria yang sedang menjinjing belanjaan."Bibi bilang kalian pergi sebelum makan siang.""Iya. Tadi kami–""Kami mampir ke kafe untuk makan siang dan mengobrol." Gabriella menyela lebih dulu.Selain karena merasa bersalah lupa memberi kabar pada Kelvin, wajah sang sepupu yang terlihat suram membuatnya enggan membuat masalah.Tapi...Masa, sih? Apa Riana ngidam nongkrong di kafe? Batin Kelvin.Satu alis Kelvin yang menanjak ke atas menggambarkan pertanyaan yang enggan ditanyakannya tersebut."Kenapa tidak izin?" Alih-alih, Kelvin malah mengintrogerasi Riana dengan tatapan yang membuat wanita itu menunduk."Saya sudah bilang kalau kamu–""Maaf, Mas. Aku salah."Hah... Riana menangis lagi. Dan itu membua
Berbelanja itu seharusnya menjadi momen menyenangkan bagi kebanyakan wanita. Termasuk berbelanja kebutuhan rumah tangga. Hanya saja karena insiden yang terjadi sebelumnya mood Riana jadi berubah drastis. "Ri, kita nongkrong di cafe, yuk?"Perubahan mood yang nampak jelas di wajah Riana membuat Gabriella berinisiatif mengajaknya pergi lagi daripada pulang ke rumah.Dan lagi, sudah lama sekali Gabriella tidak nongkrong-nongkrong cantik di cafe. Apalagi ia juga berencana mengajak temannya untuk bertemu.Siapa tahu bukan, Riana jadi bisa terhibur dan melupakan kejadian buruk yang menimpanya di supermarket tadi."Aku izin mas Kelvin dulu, ya."Gabriella langsung merampas ponsel Riana."Loh, aku mau chat Mas Kelvin.""Nggak usah. Nanti aku yang laporan saja. Kalau kamu minta izin sekarang, pasti nggak dibolehkan."Riana terdiam. Gabriella ada benarnya. Meski dalam hati ia tetap merasa takut jika tidak menghubungi Kelvin dan meminta izin."Ya sudah. Tapi jangan sampai sore, ya. Aku harus mas
Riana terbangun dini hari karena perut yang bergejolak. Kelvin yang sedang memeluk Riana tentu saja langsung terbangun dan mengikuti istrinya ke kamar mandi.Tangannya dengan peka memijat tengkuk leher Riana. Sesekali juga mengusap pungungnya, menyalurkan kenyaman untuk sang istr yang terlihat kesusahan.Kelvin juga menggendong Riana hingga kembali ke ranjang karena tubuh Riana yang lemas setelah muntah-muntah.Aneh memang.Riana selalu muntah di waktu dini hari sementara ketika pagi hingga petang, perempuan itu malah terlihat sehat bugar bahkan selalu bersemangat setiap melakukan hal yang disukainya beberapa waktu ini, berkebun."Sepertinya anak ini ingin menjadi petani."Riana terkekeh setelah meminum obat mual yang diberikan dokter bersama segelas teh manis yang dibuatkan bibi kepala pelayan."Boleh?""Hmm?" Kelvin mengerutkan kening."Boleh tidak kalau dia nanti jadi petani?"Kelvin tak langsung menjawab setelah mengendiikan bahunya. "Mas?""Tidak masalah. Tapi dia harus jadi peta