Share

Foto Usang

Aвтор: Arrana
last update Последнее обновление: 2024-03-04 12:08:20

"Apakah dia sudah makan?” tanya Kelvin kepada pelayan yang berada di rumahnya.

Wanita paruh baya dengan pakaian pelayan itu menggeleng.

Kelvin membawa Riana ke rumahnya karena menurut Kelvin saat ini Riana akan aman apabila berada di bawah pengawasannya.

"Dia masih menangis?" tanya bartender gondrong.

"Tidak. Nona sudah tertidur."

"Kenapa tidak disuapi saja, Bi?" protesnya.

"Saya sudah menawarinya. Tapi Nona menolak, Tuan David," terang sang asisten rumah tangga.

"Dia pasti trauma sekali dengan kejadian semalam," balas bartender kelab malam yang ternyata bernama David tersebut.

"Itu karena kebodohan dan kecerobohannya sendiri," ucap Kelvin di belakang meja kerja yang David punggungi.

"Tidak ada empatinya sekali," cibir David pelan.

"Bibi bisa kembali teruskan pekerjaan yang lain."

Kelvin yang kini sedang membereskan mejanya memberi perintah tanpa menatap sang asisten rumah tangga.

"Baik kalau begitu. Saya permisi dulu, Tuan."

"Hmm."

"Terima kasih, ya, Bi."

"Sama-sama, Tuan David."

David pun menghampiri Kelvin.

"Kamu serius mau mengurus Riana di rumah ini? Bagaimana kalau—"

Ucapan David seketika menggantung begitu pria perlente itu menatapnya tajam.

"Lalu aku harus membawa Riana ke mana? Ke panti asuhan?"

David mendengus malas.

"Aku hanya tidak yakin manusia sepertimu bisa mengurus seorang Riana."

"Memangnya Riana orang seperti apa?" balasnya masih dengan tatapam tajam dan ekspresi tak suka disepelekan.

Kelvin lantas menghadap lurus ke arah David dengan kedua tangannya yang berada di dalam saku celana, terlihat semakin serius.

Gestur dan mimik wajahnya jelas menunjukkan kalau ia sedang tidak bercanda saat membicarakan tentang Riana. Sementara lawan yang sedang diajak bicara serius malah terkekeh-kekeh kemudian.

"Cepat selesaikan masalahmu. Awas kalau tidak beres. Aku tidak akan mengampunimu."

"Memang kenapa kalau kamu tidak mengampuniku?"

"Akan kubuat kamu menjadi budak dan bekerja padaku tanpa digaji seumur hidup," selorohnya dengan ekspresi datar.

"Baiklah Tuan muda Kelvin," balas David lalu tertawa puas, berlalu pergi sambil mengibaskan telapak tangannya ke udara.

Barulah setelah semua orang pergi, Kelvin memasuki kamar Riana melalui pintu ruang kerja yang langsung terhubung.

Dilihatnya Riana masih tertidur. Karena itu Kelvin berjalan perlahan mendekati tempat tidur Riana. Namun Riana yang menyadari pergerakan Kelvin langsung bangun dan menatap siaga.

Keduanya saling bertatapan cukup lama hingga akhirnya Kelvin menyudahinya lebih dulu.

"Riana...”

"K-kelvin, benarkah ini kamu?"

Suasana hangat mendadak menyelimuti ruangan ketika Kelvin menghampiri Riana.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Kelvin.

Riana menggeleng. Satu dua tetes air matanya jatuh tanpa permisi. Kelvin pun membawa Riana ke dalam pelukannya.

Puas menangis, Kelvin lantas duduk di sisi ranjang lalu menatap makanan yang masi tertata rapih di atas nampan.

"Makanlah,” Kelvin mencoba untuk menawari Riana makanan yang sudah tersedia di meja yang ada di dalam kamar tersebut, karena ia tahu, Riana belum makan sejak pagi.

"Aku tidak lapar."

Riana mendongak, menatap ke dalam netra pria yang keberadannya membuatnya merasa aman dan nyaman.

"Kamu hanya perlu mengunyahnya dengan perlahan," ujar Kelvin sambil menyendok makanan dan dekatkan ke mulut Riana.

"Di mana bartender gondrong yang membantu kita semalam? Aku belum mengucapkan terima kasih juga padanya."

"Tidak perlu. Itu sudah tugasnya."

"Tapi—"

"Karena kecerobohanya membiarkan pelanggan jahat masuk, kamu jadi terluka seperti ini. Dan sekarang dia sedang menyerahkan diri ke kantor polisi."

Kelvin langsung menyuapkan makanan ketika mulut Riana terbuka karena kaget.

"Kenapa dia harus menyerahkan diri?" tanya Riana sambil perlahan mengunyah. Seperti anak kecil yang sedang disuapi ayahnya.

"Dia menghajar pria yang sudah kurang ajar padamu hingga sekarat. Jadi dia harus menyelesaikan masalahnya sekarang."

"Lalu bagaimana kea—"

Riana menatap sendok yang didekatkan ke mulutnya. Ia lalu menatap Kelvin yang kemudian memainkan alisnya seraya memberi kode agar Riana membuka mulutnya kembali.

Momen sederhana itu membuat suasana di antara mereka seolah sangat dekat. Padahal ini adalah pertemuan kedua mereka setelah malam itu di hotel.

Suapan demi suapan pun masuk dan dikunyah Riana dengan baik. Dan Kelvin menyukai sikap Riana yang penurut.

"Jadi, kenapa malam itu kamu mau ikut bersamanya?"

"Aku butuh uang untuk melunasi utang-utangku."

Kelvin mendesah pelan lantas menarik dagu Riana hingga membuat wajah mereka sejajar.

"Aku akan melunasi semuanya. Dan kamu harus mengabulkan permintaanku.”

"T-tapi... apa yang harus kulakukan untukmu?"

"Menikahlah denganku dan lahirkan anak untukku."

Riana melebarkan kedua bola matanya.

"M-menikah?"

Kelvin mengangguk dengan ekspresi tenang.

"Kamu hanya perlu menjadi istri yang baik dan menyenangkan. Selebihnya aku jamin hidupmu tidak akan pernah kesulitan lagi."

Riana terdiam. Dalam pikirannya, ia tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Ia juga tidak pernah tahu siapa kedua orangtua kandungnya. Hidup dan tumbuh di panti asuhan membuat Riana terbiasa berteman dengan kesepian dan kesendirian.

"Kenapa?" tanya Riana begitu saja.

"Karena aku menginginkamu," bisik Kelvin membuat Riana hampir limbung.

Kelvin tak bisa menahan diri. Setelah ayahnya meninggal usai malam bersama Riana waktu itu, Kelvin mulai memikirkan Riana dalam rencana-rencana yang sudah ia susun.

Kelvin pun terus mencuri kecupan di bibir Riana. Satu dua hingga akhirnya kecupan itu mulai merayap ke rahang, dagu dan berakhir di leher Riana.

"K-kelvin …" Suara desah Riana membuat sesuatu dalam diri Kelvin menegang. "Aku mau minum dulu. Mulutku-"

Tidak ada waktu, Kelvin dan hasratnya tak bisa menunggu.

Wajah Riana pun memanas, hawa yang perlahan menggelora membuat matanya langsung terpejam ketika tangan Kelvin bergerak melepaskan kancing pakaian yang ia kenakan.

Riana sadar jika ia tak bisa menolak. Karena Kelvin lah yang pertama kali memberinya kenikmatan duniawi yang begitu memabukkan.

Sayangnya, momen panas yang baru saja dimulai itu harus terjeda karena dering ponsel milik Kelvin.

Kelvin lantas bangkit sebentar dan pergi ke ruangannya untuk menerima telepon.

Riana yang penasaran berusaha mencari tahu. Namun belum ia sempat menguping, Kelvin sudah kembali membuka pintu dan tampak tak suka dengan apa yang Riana lakukan.

"Maaf. Aku—"

Ucapan Riana selanjutnya mengilang, tenggelem dalam lumatan Kelvin yang begitu menuntut.

Riana hanya bisa pasrah sambil mengalungkan kedua tangan dan mengapitkan kedua kakinya pada pinggang Kelvin.

Kelvin membuat tubuh Riana melayang hingga kembali ke atas kasur.

"Kelvin, tunggu—" desah Riana semakin resah dan Kelvin tak mau berhenti.

Kelvin benar-benar pandai membuat Riana menyerah. Ia tersenyum puas melihat kenikmatan yang tergambar di wajah Riana.

Suara-suara merdu penuh kenikmatan itupun mulai menggema mengisi seisi kamar yang menjadi saksi pergumulan mereka untuk yang kesekian kalinya.

"Sebut namaku Riana!"

"Ahhh … Kelvin …" Riana menggigit telunjuknya malu sambil menoleh ke samping.

Respon kenikmatan yang Kelvin berikan sungguh tak terbendung, membuatnya malu sekaligus semakin menginginkan Kelvin di dalam dirinya.

Tubuh Riana mulai bergetar. Dan itu artinya ia sudah sampai pada puncak kenikmatannya.

Kelvin pun mengganti posisi, mengejar ketertinggalannya hingga Riana hanya bisa mendesah pasrah di atas kenikmatan yang Kelvin berikan padanya hingga tuntas.

Riana jatuh telungkup, begitupun Kelvin yang ambruk di atasnya. Sesaat keduanya hanya menikmati sisa-sisa rasa yang tertinggal sebelum akhirnya Kelvin bangun dan menarik Riana ke dalam pelukannya.

Riana langsung menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Kelvin hingga perlahan tertidur lalu Kelvin melepaskan pelukan Riana, dan keluar menuju ruang kerjanya.

"Atur pernikahanku dengan Riana tiga hari lagi. Dan jangan sampai kakek tua itu mengetahuinya."

"Baik, Tuan." Suara seseorang di seberang telepon sana terdengar patuh.

Kelvin lantas menarik laci kerjanya dan membuka sebuah kotak. Ia mengeluarkan sebuah foto, foto usang di mana di dalamnya tampak gambar seorang wanita yang sedang berdiri menggenggam tangan gadis kecil di sampingnya, juga foto Riana yang wajahnya terlihat mirip dengan perempuan yang menggandeng tangan gadis kecil tersebut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Kedua Pilihan Presdir   Janji Ayahku

    Kelvin menemui seseorang. Ia meminta orang tersebut untuk melakukan sesuatu. dan untuk hal tersebut Kelvin membayarnya cukup mahal."Ini data-datanya. Cari di mana keberadaan orang tersebut. Dan jika sudah bertemu, amankan sampai waktunya harus muncul.""Baik, Tuan."Kelvin mengangguk lalu pergi meninggalkan tempat pertemuan tersebut untuk menuju tempat yang lain.Namun di tengah perjalanan, ia melihat toko bunga yang sedang memajang rangkaian bunga yang sangat cantik.Kelvin teringat ayahnya yang sering memberikan bunga untuk ibunya. Ia lalu terpikirkan Riana. Berhenti lantas membelinya untuk dibawa pulang.Sayangnya karena Kelvin harus menemui kakeknya dan bertemu dengan Angela, ia terjebak dalam sebuah hal yang tak diinginkan.Angela sengaja menyewa wartawan. Membuat berita baru tentang hubungannya dan Kelvin sehingga berita tersebut menyebar cepat. Membuat Riana tahu kalau suaminya tersebut sudah memiliki tunangan."Jadi, aku adalah perebut laki-laki orang?" gumam Riana menitikkan

  • Wanita Kedua Pilihan Presdir   Bau Gosong

    Sepnjang perjalanan menuju rumah, Riana terus memikirkan tentang percakapannya dengan Reihan atau Gara. Ia lalu teringat akan keberadaan Renata di tempat David. "Tapi Mas Kelvin pasti tidak akan mengijinkanku menemui Renata," gumamnya lalu menatap ke samping.Mobil sedang berhenti di lampu merah. Riana menatap sekitar. Menemukan beberapa sosok anak yang sedang menjual tisu atau mereka yang sedang ngamen dengan alat musik buatan seadanya.Senyum terukir manis di wajahnya. Riana lalu menatap dan mengusap perutnya yang masih rata. Sambil bergumam seraya mengutarakan harapannya terhadap sang jabang bayi."Ada apa itu?" Riana ikut menoleh ketika sang supir mengatakannya."Ada apa memangnya, Pak?""Itu, Nyonya. Ada pria yang ditarik paksa.""Iya, benar. Kenapa nggak ada yang membantu?"Semua hanya diam. Begitupun pengawal yang duduk di samping supir."Sebaiknya kita tolong, Pak." Pengawal tak bergeming. "Pak!""Maaf Nyonya. Tapi tugas saya hanya mengawal dan melindungi Nyonya."Bukan Riana

  • Wanita Kedua Pilihan Presdir   Cinta Yang Tak Tersampaikan

    Kretek...Suara tulang belulang yang dipatahkan terdengar begitu kentara. Sang penonton hanya melihat tanpa ekspresi apalagi bersuara."Ah, ampun! Tolong jangan bunuh saya."Seorang pria nampak berlutut sambil memohon agar tangannya dilepaskan. Tidak ada luka pasti yang nampak di sekitar tubuhnya. Hanya saja, kaki dan kedua tangannya kini terasa sangat sakit dan tak berdaya.Hal tersebut tergambar jelas di wajah pria yang beberapa jam lalu tersebut sudah melecehkan Riana di toilet kafe."Ini peringatan pertama dan terakhir," ucap seorang dengan tato yang nampak memenuhi leher hingga telinganya.Jeda keheningan, hanya ada suara napas yang menghela panjang dan berat. Kelvin mematikan ponsel. Menyudahi tontonan video yang dikirim suruhannya.Meski tak seberapa. Namun ia merasa puas karena orang yang sudah mengganggu Riana mendapatkan balasannya.Kelvin meregangkan keduanya tangannya ke atas sebelum kembali ke kamar dan melanjutkan tidur yang terjeda karena rasa penasaran.Paginya...Rian

  • Wanita Kedua Pilihan Presdir   Beri Pelajaran!

    "Dari mana kalian?!"Langkah Riana dan Gabriella terhenti.Sial sekali memang. Kelvin ternyata pulang lebih awal. Pria itu terlihat sedikit pucat dan kelelahan."Kami habis belanja, Mas.""Iya. Kami tadi belanja ke supermarket. Tuh belanjaannya!" unjuk Gabriella kepada satpam dan pelayan pria yang sedang menjinjing belanjaan."Bibi bilang kalian pergi sebelum makan siang.""Iya. Tadi kami–""Kami mampir ke kafe untuk makan siang dan mengobrol." Gabriella menyela lebih dulu.Selain karena merasa bersalah lupa memberi kabar pada Kelvin, wajah sang sepupu yang terlihat suram membuatnya enggan membuat masalah.Tapi...Masa, sih? Apa Riana ngidam nongkrong di kafe? Batin Kelvin.Satu alis Kelvin yang menanjak ke atas menggambarkan pertanyaan yang enggan ditanyakannya tersebut."Kenapa tidak izin?" Alih-alih, Kelvin malah mengintrogerasi Riana dengan tatapan yang membuat wanita itu menunduk."Saya sudah bilang kalau kamu–""Maaf, Mas. Aku salah."Hah... Riana menangis lagi. Dan itu membua

  • Wanita Kedua Pilihan Presdir   Sial!

    Berbelanja itu seharusnya menjadi momen menyenangkan bagi kebanyakan wanita. Termasuk berbelanja kebutuhan rumah tangga. Hanya saja karena insiden yang terjadi sebelumnya mood Riana jadi berubah drastis. "Ri, kita nongkrong di cafe, yuk?"Perubahan mood yang nampak jelas di wajah Riana membuat Gabriella berinisiatif mengajaknya pergi lagi daripada pulang ke rumah.Dan lagi, sudah lama sekali Gabriella tidak nongkrong-nongkrong cantik di cafe. Apalagi ia juga berencana mengajak temannya untuk bertemu.Siapa tahu bukan, Riana jadi bisa terhibur dan melupakan kejadian buruk yang menimpanya di supermarket tadi."Aku izin mas Kelvin dulu, ya."Gabriella langsung merampas ponsel Riana."Loh, aku mau chat Mas Kelvin.""Nggak usah. Nanti aku yang laporan saja. Kalau kamu minta izin sekarang, pasti nggak dibolehkan."Riana terdiam. Gabriella ada benarnya. Meski dalam hati ia tetap merasa takut jika tidak menghubungi Kelvin dan meminta izin."Ya sudah. Tapi jangan sampai sore, ya. Aku harus mas

  • Wanita Kedua Pilihan Presdir   Orang Gila

    Riana terbangun dini hari karena perut yang bergejolak. Kelvin yang sedang memeluk Riana tentu saja langsung terbangun dan mengikuti istrinya ke kamar mandi.Tangannya dengan peka memijat tengkuk leher Riana. Sesekali juga mengusap pungungnya, menyalurkan kenyaman untuk sang istr yang terlihat kesusahan.Kelvin juga menggendong Riana hingga kembali ke ranjang karena tubuh Riana yang lemas setelah muntah-muntah.Aneh memang.Riana selalu muntah di waktu dini hari sementara ketika pagi hingga petang, perempuan itu malah terlihat sehat bugar bahkan selalu bersemangat setiap melakukan hal yang disukainya beberapa waktu ini, berkebun."Sepertinya anak ini ingin menjadi petani."Riana terkekeh setelah meminum obat mual yang diberikan dokter bersama segelas teh manis yang dibuatkan bibi kepala pelayan."Boleh?""Hmm?" Kelvin mengerutkan kening."Boleh tidak kalau dia nanti jadi petani?"Kelvin tak langsung menjawab setelah mengendiikan bahunya. "Mas?""Tidak masalah. Tapi dia harus jadi peta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status