Hidup Arsila Jusman runtuh seketika ketika ia memergoki tunangannya berselingkuh dengan adik tirinya sendiri. Alih-alih dibela, sang ayah justru mengusirnya karena hasutan ibu tiri. Dalam pelarian dan keputusasaan, sebuah kecelakaan tragis merenggut ingatannya … menyisakan hanya satu hal: namanya. Saking bingungnya, Arsila bahkan menerima tawaran Samuel Jamil Nugraha, sang penabrak, untuk menjadi pembantu pria itu. Namun siapa sangka, malam penuh gairah yang tak terduga meruntuhkan jarak di antara mereka?! Keduanya bahkan mendadak dinikahkan tanpa menyadari jika kedua keluarga adalah rival abadi...!
view more“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif.”
Arsila mengernyitkan keningnya kala nomor Rio, sang tunangan yang dijodohkan dengannya 6 bulan lalu, tidak dapat hubungi sejak tadi. Belum lagi, sahabat Rio mengatakan jika pria itu menghilang tanpa pamit. Padahal, Rio seharusnya tidak pergi kemana-mana karena besok adalah hari pernikahan mereka.
Arsila menatap keluar jendela ada perasaan yang aneh yang menggantung di hatinya, meskipun dia sendiri bingung mendeskripsikannya.
Kembali gadis itu mencoba menghubungi nomor Rio sekali lagi. Sama. Suara operator. Lagi-lagi.
Haus, Arsila melangkah pelan di lorong rumah besar keluarga Jusman dan hendak menuju dapur.
Namun anehnya, ketika melewati kamar adik tirinya yang masih kuliah, ada suara desahan terdengar dari sana.
“Auuh, Sayang….."
Deg!
Jantung Arsila berdetak kencang. Kali ini, desahan pria.
Meskipun belum lama bersama dengan Rio, tapi Arsila bisa mengenali suara calon suaminya itu.
“Ah, sayang… kamu nanti gak boleh seperti ini sama Arsila ya,” ujar Anila di sela-sela desahannya.
“Iya, Sayang. Ini kan semua demi kita.”
“Tapi, aku cemburu melihat kamu dengannya,” rengek sang adik tiri, "kenapa kamu gak nikahin aku aja sih?"
“Sayang, aku menikah dengan Arsila untuk menguasai hartanya. Bukankah papa tirimu itu mewariskan semua hartanya kepada Arsila? Jadi, aku harus menikah dengannya, menguasai hartanya dan menyingkirkannya. Barulah kita menikah,” jawab Rio.
Tubuh Arsila gemetar.
Pantas saja, Rio mendesaknya untuk segera menikah. Jika bukan karena tekanan keluarga dan harapan akan kisah cinta yang tumbuh setelah akad, Arsila tak akan menerimanya!
Tidak bisa lagi mendengar lebih banyak, Arsila membuka pintu tesebut.
Braak!
“Kalian…!” teriaknya. Namun, dia idak mampu lagi melanjutkannya. Hatinya kini begitu sakit melihat pemandangan Rio dan Anila.
Kedua pengkhianat itu buru-buru menarik selimut dan memakai pakaian mereka.
Wajah keduanya pucat, tapi anehnya mata Anila tampak penuh kemenangan?
“Arsila, ini tidak seperti yang kamu lihat. Aku bisa jelaskan,” jawab Rio membela diri. Dia segera turun dari ranjang setelah mengenakan pakaiannya dan mendekati Arsila.
“Apa yang perlu kau jelaskan? Semuanya sudah jelas!”
“Arsila, mohon dengarkan aku. Ini tidak seperti pikiranmu,” ucap Rio lagi berusaha meraih tangan Arsila, namun Arsila menepisnya dengan kasar.
Plak!
Arsila menampar Rio, membuat ekspresi pria itu langsung berubah merah padam. “Arsila, kau menamparku?”
“Kenapa? Kau pantas mendapatkannya!” jawab Arsila.
Rio memegang wajahnya sambil tersenyum miring. “Ternyata seperti ini sifatmu. Kasar. Kau sangat berbeda dengan Anila.”
“Kau—“
“Ya! Aku dan Anila memang saling mencintai. Lalu kenapa?” potong Rio cepat.
Begitu juga dengan Anila yang tersenyum penuh kemenangan ke arah Arsila. Adik tiri yang selalu iri dengan Arsila, selalu berusaha memiliki apa yang Arsila miliki.
Padahal dia hanyalah anak tiri yang dibawa ibunya ketika menikah dengan Papa Arsila, sepuluh tahun lalu.
Namun, Arsila menahan diri. Tapi, lihatlah apa yang dilakukannya?
“Arsila, ada apa ini?” tanya suara wanita yang datang dengan tergesa-gesa mendengar keributan itu, ternyata itu adalah ibu tirinya, Mirna.
Arsila menoleh. “Rio dan Anila selingkuh,” jawabnya.
Mirna mengernyit. “Ah paling mereka hanya mengobrol, kau jangan asal menuduh,” ucapnya santai, tidak terkejut.
“Lihatlah, Ma. Mereka sedang berduaan.”
“Ya ampun Arsila, tidak selalu berduaan itu selingkuh. Mereka ini calon kakak dan adik ipar loh. Masa kau gak percaya,” jawab Mirna.
“Tanpa pakaian, apa itu wajar?” tanya Arsila sambil menggeleng pelan.
“Kau itu selalu saja tidak suka kepada Anila. Kau juga bukan wanita suci, kan?” tanya Mirna. “Kau juga berselingkuh, Arsila. Kau sudah tidak perawan, jangan pikir aku tidak tahu.”
“Apa maksud mama?“
“Sudahlah, Arsila. Toh, besok kau juga menikah dengan Rio. Jangan dipermasalahkan hal yang kecil seperti ini,” potong Mirna dengan cepat.
Arsila menggeleng, dia menatap ke arah Anila dan Rio yang kini sudah mengenakan kembali pakaiannya seperti semula. “Tidak ada pernikahan besok! Pernikahan batal!”
“Arsila, kau tidak bisa membatalkan pernikahan kita!” bentak Rio.
“Kenapa? Kau takut jatuh miskin?” tanya Arsila mengejek.
“Pokoknya pernikahan tetap dilakukan, kau tidak bisa membatalkannya!” balas Rio.
Begitu juga dengan Mirna dan Anila, mereka tidak terima Arsila membatalkan pernikahan dengan Rio.
Karena itu bisa merusak rencana yang telah mereka susun selama ini.
“Arsila! Jangan gila. Pernikahan harus dilaksanakan besok. Undangan sudah disebar. Wartawan sudah bersiap, jangan mempersulit keadaan!” teriak Mirna dengan penuh emosi.
“Aku tidak peduli!”
“Kau…” Mirna tampak mengangkat tangannya ingin menampar, tapi diurungkannya begitu menyadari
Hario Jusman, ayah kandung Arsila tampak di depan ruangan.“Ada apa ini ribut-ribut?” tanyanya.
“Pa, lihatlah. Arsila ingin membatalkan pernikahannya besok,” jawab Mirna yang langsung mendekat ke arah sang suami.
“Batal? Ada apa?”
“Dia menuduh Rio dan Anila selingkuh, Pa. Padahal dia sendiri yang selingkuh sebenarnya!” ucap Mirna cepat.
“Bahkan sampai tidur dengan lelaki lain,” sambung Mirna setengah bergumam, tapi semua masih bisa mendengarnya.
Hario mengernyit, menatap Arsila yang sudah berlinang air mata.
“Arsila?”
“Pa, aku tidak mau menikah dengan Rio,” jawab Arsila pilu.
Hario menggelengkan kepalanya, tidak terbayangkan kalau acara pernikahan ini batal, semua persiapan sudah seratus persen. Bagaimana reputasi keluarga Jusman kalau pernikahan ini batal?
“Arsila, sudah Mama katakan. Kamu jangan membuatnya menjadi sulit, kamu yang berselingkuh malah menuduh Rio dan Anila. Sebenarnya apa yang kamu inginkan?” tanya Mirna dengan suara lembut yang dibuat-buat.
Hario tampak mengernyitkan keningnya, dia masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Tapi, matanya tetap menatap kearah Rio dan Anila, anak tirinya.
“Arsila, jelaskan pada papa,” ujar Hario, kali ini dia menatap Arsila.
“Pa, aku memergoki mereka sedang—“
“Maafkan saya atas keributan ini, Pa.” Arsila belum menyelesaikan kata-katanya, tapi Rio melangkah maju memotong pembicaraan Arsila sambil menatap Hario dengan wajah sedih yang dibuat-buat.
“Arsila tidak ingin melanjutkan pernikahan kami, Pa. Karena, Arsila mencintai lelaki lain,” lanjutnya menunduk.
Sontak saja jawaban Rio itu membuat Arsila terkejut bukan main, dia tidak menyangka kalau lelaki itu sangatlah licik. Dan sekarang dia membalikkan fakta.
“Kau…” ucap Arsila sambil menggeleng.
“Arsila ingin menutupi fakta itu, Pa. Dia mencari kambing hitam dan menuduh Rio dan Anila berselingkuh. Dia melabrak Anila di tengah malam begini, padahal mereka tidak memiliki hubungan apa-apa,” sambung Mirna.
“Iya, seperti itu, Pa,” jawab Rio menunduk.
Anila dan Mirna tampak tersenyum penuh kemenangan.
“Pa, dia berbohong…” ujar Arsila lah, dadanya bergemuruh hingga tidak ada kata-kata yang bisa diteruskan.
Hario tampak kembali menatap Rio dan Anila bergantian, seolah sedang mencari siapa yang salah dan siapa yang benar.
Mirna kembali membuka suaranya.
“Mama punya video Arsila dengan lelaki lain, Pa. Mama sudah berusaha menutupinya, tapi sepertinya hubungan Arsila dengannya sudah terlalu jauh,” ujar Mirna menunjukkan ponselnya kepada Hario.
Hario menerima ponsel itu, tangannya mengepal saat melihat tayangan disana. Entah video seperti apa yang telah mereka siapkan.
Anila berpura-pura menangis. “Pa, mungkin karena aku hanyalah adik tirinya, jadi Kak Arsila sangat membenciku, sehingga dia tega menuduh aku berselingkuh dengan tunangannya… huhuhu…”
Arsila menggelengkan kepalanya melihat sandiwara mereka yang begitu mulus.
“Selama ini, Kak Arsila memang tidak pernah menyukaiku. Padahal aku tidak pernah menganggapnya orang lain, aku tulus menganggap dia kakakku,” sambung Anila sambil mengelap ingusnya.
“Pa…” panggil Arsila.
“Arsila, mengaku saja. Semua sudah seperti ini, yang penting Rio masih mau menikah denganmu. Lupakan lelaki itu, kalian lanjutkan pernikahan,” sambung Mirna.
“Iya, aku bersedia memaafkanmu. Kita lupakan saja kejadian malam ini, aku tulus mencintaimu, Arsila,” jawab Rio.
Arsila menggeleng, rasanya dia sangat muak mendengarnya. Kini, dia diserang oleh tiga orang. Semuanya memojokkannya, tidak ada yang membelanya. Bahkan ayahnya sendiri sepertinya tidak mempercayainya.
“Tidak…” jawab Arsila menggeleng.
“Pernikahan tidak bisa dibatalkan!” jawab Hario dengan wajah dingin.
“Tapi, Pa—”
“CUKUP, Arsila! Masih untung Rio mau menerimamu!” bentak Hario. Suaranya menggelegar, membuat semua orang terdiam, "Bukti ini sudah jelas. Jika kau masih tetap ingin membatalkan pernikahan ini. Mulai hari ini, kau bukan lagi bagian dari keluarga Jusman. Papa akan menghapus namamu dari ahli waris!”
“Pa…” panggil Arsila lagi.
“Silakan tinggalkan rumah ini sekarang!”
Malam semakin larut, mata Samuel juga mulai berat. Tapi, Arsila justru sedang memikirkan sesuatu.Sebuah nama yang membuat jantungnya terasa ingin berhenti. Nama yang seolah tidak asing baginya, tapi sialnya dia tidak tahu apa-apa. Hanya menyisakan rasa penasaran."Jusman itu nama apa? Orang? Kamu lagi berantem sama orang?" tanya Arsila hati-hati, memiringkan kepalanya dengan ekspresi penasaran.Dia berusaha setenang mungkin, tidak ingin Samuel curiga kalau dia merasa familiar dengan nama itu. Karena sedikit saja dia cerita tentang sesuatu ingatannya, Samuel akan marah dan kembali bersikap dingin.Samuel menggeleng, menikmati harum lembut dari rambut Arsila yang menguar, memberikan ketenangan. "Itu nama perusahaan. Rival abadinya perusahaanku. Popularitas kami selalu beriringan. Tapi, kemungkinan kali ini dia akan kalah dalam perebutan tender ini.""Oh," jawab Arsila pendek.Alis Samuel terangkat sedikit. "Kenapa?""Gapapa, aku hanya penasaran aja. Kirain kamu sedang ribut dengan oran
Pagi baru saja menyingsing ketika sinar matahari menembus celah gorden apartemen mewah milik Samuel. Di tengah ketenangan yang masih terasa hangat, suara tegas pria itu memecah keheningan pagi."Jangan terima tamu siapa pun!" ujar Samuel sambil menyampirkan jas kerjanya di pundak.Arsila yang tengah sibuk merapikan dasi suaminya menoleh dengan alis terangkat. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. Aroma tubuh Samuel yang selalu segar dengan parfum maskulin yang khas menguar kuat, berpadu dengan aroma lembut tubuh Arsila sendiri yang tak kalah memikat."Hmmm.""Apa sekarang kau juga bisu?""Nggak.""Kalau gak ya jawab, jangan cuma hmm!""Termasuk Mommy dan Sassy? Kalau mereka datang suruh pulang lagi gitu?" tanya Arsila pelan, menyisipkan jari-jari halusnya ke simpul dasi, menyempurnakannya dengan hati-hati.Samuel menatapnya. Sorot mata pria itu tajam tapi menyimpan gairah yang tak disembunyikan. Keintiman seperti ini bukan hal baru bagi mereka—sejak sah menjadi suami istri tiga
"Auu..."Arsila mengerang lirih. Suara ikatan kain yang terikat di pergelangan tangannya menjadi satu-satunya bunyi yang menggema di kamar yang mulai redup itu. Jantungnya masih berpacu cepat, tubuhnya lengket oleh keringat, dan nafasnya belum sepenuhnya teratur.Namun, bukan karena kenikmatan. Melainkan karena perasaan asing yang menyusup dalam pikirannya—pertanyaan tentang siapa dirinya terus bersemayam di kepalanya tentang siapa dirinya."Lepaskan aku," rengek Arsila.Suaranya nyaris tenggelam oleh deru napas yang belum reda. Dia melirik ke arah Samuel yang masih berbaring di atas tubuhnya, berat, tenang… dan diam."Samuel?" panggilnya pelan. "Tuan?""Heii!"Tak ada jawaban.Arsila mendongak sedikit, dan matanya membelalak. Samuel tertidur."Astaga, dia sudah tidur. Apa tidak bisa buka dulu ikatan ini?" kesal Arsila.Dia mencoba menggerakkan tubuh Samuel dan meniup-niup wajah lelaki itu agar bangun. Tapi, tidak berhasil.Samuel benar-benar tidur dengan nyenyak, tidak peduli lagi
"Apa yang kau tertawakan?!"Sebuah suara berat menggema dari arah pintu, menghantam keheningan di apartemen itu."Uppss!"Arsila terlonjak, hampir menjatuhkan remote di tangannya. Matanya melebar. Dia tak sadar bahwa Samuel sudah pulang. Lelaki itu kini berdiri di ambang pintu, tubuhnya masih mengenakan jas kerja berwarna gelap, segelap wajahnya yang seperti berselimut awan mendung."Astaga, aku terkejut," keluh Arsila cepat, mencoba meredakan jantungnya yang berdetak tak beraturan."Bisa gak sih, kalau pulang ke rumah beri apa-apa kek. Lama-lama aku jantungan," rutuk Arsila.Samuel mengernyit. "Kau sekarang mulai mengaturku?""Tidak.""Ini rumahku, terserah aku mau pulang kapan saja. Dan memangnya kau siapa aku harus memberi salam?" tanya Samuel."Istrimu lah. Apa kau lupa?"Samuel melangkah pelan ke dalam ruang tamu, matanya menatap lurus pada istrinya yang masih duduk di sofa dengan santai. Dia mengenakan kaos kebesaran dengan hotpants yang memperlihatkan pahanya yang putih mulus.
Hari-hari berlalu tanpa makna bagi Arsila. Waktu seperti mengalir, tapi ia sendiri merasa terjebak di tengah arus yang tak membawanya ke mana-mana. Dia seperti jalan di tempat. Dia masih sama, belum teringat apapun. Semuanya masih dalam nada samar, dan satu-satunya kepastian yang dia punya adalah bahwa dirinya kini adalah istri dari Samuel Jamil Nugraha.Namun apakah itu benar-benar suatu kepastian?Setiap kali mencoba mengingat, yang muncul hanya potongan-potongan samar. Seperti bayangan orang-orang yang datang dan pergi di pikirannya. Beberapa wajah tampak akrab, tapi tak bisa ia beri nama. Arsila duduk termenung di sofa ruang tamu apartemen yang mewah, tapi dingin itu. Samuel sudah berangkat bekerja pagi tadi tanpa banyak bicara. Begitulah biasanya. Samuel hanya butuh kehangatannya, selebihnya semua sama."Sebenarnya… siapa aku?" gumamnya lirih, menatap kosong ke arah jendela. "Kenapa aku diusir dari rumah besar itu?" tanya Arsila. Bayangan pengusiran itu terus mengganggunya, set
"Apa?!" seru Mutia Nugraha, terlonjak dari duduknya dengan wajah pucat dan marah."Kamu bilang apa barusan, Samuel?"Samuel berdiri tenang di ruang tamu rumah keluarga Nugraha yang mewah itu. Tatapannya lurus, tidak ragu sedikitpun. Dia tidak main-main dengan ucapannya kepada Arsila. Dan hari ini, dia menyampaikan semua itu di depan kedua orang tuanya. "Aku akan menikahi Arsila, Mom."Suasana yang awalnya tenang mendadak berubah menjadi seperti medan perang. Deni Nugraha, ayah Samuel, mengangkat alis dan menyandarkan tubuh ke sofa, tangannya menggenggam kuat lengan kursi. "Arsila? Itu... Si pembantu di apartemenmu, kan?""Iya, Pi. Dia yang aku tabrak beberapa waktu lalu," jawab Samuel singkat."Dia masih amnesia?" tanya Deni yang sedikit lebih tenang daripada istrinya."Iya, Pi. Dia tidak mengingat apapun. Jadi, lebih baik aku menikahinya. Kami hanya tinggal berdua saja," jawab Samuel."Tidak! Tidak bisa!" Mutia menepis udara di sekelilingnya seakan menolak kenyataan."Apa yang akan o
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments