Terlilit banyak hutang, Riana yang putus asa memutuskan untuk menjadi wanita penghibur demi menghasilkan uang dengan cepat. Namun disaat rencananya berhasil terwujud, sebuah tawaran tiba-tiba datang padanya. Tawaran menjadi istri seorang pengusaha kaya raya. Sayangnya semua menjadi rumit saat Riana mengetahui kenyataan bahwa ia dijadikan pilihan kedua.
View More"10 juta."
Dua orang pria mulai melakukan taruhan. Salah satu pria lantas menatap Riana dari ujung kepala sampai ujung kaki sebelum memberikan tawaran sebesar, "20 juta." Pria gondrong dengan full tato di tangan dan berwajah oriental, berdiri tak jauh dari Riana lalu tersenyum. Ia memainkan alisnya. Membuat Riana sadar dengan permainan yang sedang terjadi. Ia sedang dilelang kepada dua orang tamu kelab malam yang akan menggunakan jasanya malam ini. "Baiklah. 30 juta." "45 juta." "Tidak ada yang lebih tinggi lagi?" tanya si pria gondrong. Kedua pria yang taruhan pun menggeleng. "Baiklah. Kamu ikut denganku kalau begitu." Riana melongo. "Kenapa aku ikut denganmu? Bukankah seharusnya aku ikut dengan..." "Karena aku akan membayarmu 200 juta untuk satu malam ini." Riana bingung. Mendengar seorang pria menawar jasanyanya dengan nilai puluhan juta saja membuatnya tak menyangka. Sebab dengan uang itu ia bisa membayar sebagian utang-utangnya. Tapi jika satu malam pria gondrong mau membayarnya 200 juta, Riana bukan saja bisa melunasi utang-utangnya tapi ia juga bisa membuka usaha kecil-kecilan untuk menyambung hidupnya yang kini sedang di titik terendah. "Ayo!" Riana mengikuti pria gondrong ke sebuah hotel bintang lima. Mereka menuju sebuah kamar presidential suite. Namun bukannya masuk, pria gondrong hanya mengantarnya sampai pintu kamar. Membuat Riana lagi-lagi kebingungan. "Kenapa tidak masuk?" "Tamu sebenarnya ada di dalam. Masuklah." Raut wajah Riana jelas menunjukkan keengganan. Ia takut jika semua ini hanya jebakan. "Tenang saja. Kamu tidak akan kecewa." Pria gondrong seolah bisa menebak. Meski ragu Riana lantas masuk ke dalam kamar hotel dengan fasilitas mewah tersebut. Ia mencari-cari keberadaan pria yang disebutkan pria gondrong. "Gelap sekali," lirih Riana. Ia lantas meraba-raba dinding. Mencoba mencari di mana sakelar lampu namun tak kunjung menemukan hingga beberapa saat. Riana pun menyalakan lampu ponsel sambil berjalan menuju sebuah ruangan yang terlihat terang dari celah pintu yg terbuka sedikit. Setelah membuka kamar tersebut, nampak beberapa pakaian pria tergeletak di atas tempat tidur. Jantung Riana berdegup kencang. Ia bingung haruskah menunggu atau langsung bersiap di atas kasur? "Sebaiknya aku tunggu dia keluar." Riana lantas duduk di tepian kasur. Tak lama pria yang ditunggu keluar dari kamar mandi. Riana menoleh sebelun langsung bangun duduknya. Mereka saling tatap untuk beberapa jenak. Degub jantung Riana kembali berdebar melihat sosok yang kini berjalan ke arahnya hanya mengenakan handuk yang melilit dari pinggang ke bawan “Saya Riana. Saya yang–“ Riana memekik ketika pria mendorongnya hingga berbaring di atas kasur. Ia mengunci kedua tangan Riana di atas kepala dan menindihnya. “Tunggu!" Riana menahan pria yang hendak mendekatkan wajahnya tersebut. "Soal bayaranku apakah–“ "Diamlah. Aku sudah tidak tahan." "Tapi–" Kalimat Riana tenggelam. Ada rasa gugup sekaligus takut yang menderanya tiba-tiba. Tapi Riana hanya bisa memejamkan mata. Tangan yang dilepas akhirnya meremas bahu pria yang sedang sibuk mencumbu di atas tubuh Riana. Tak ada yang tahu kalau beberapa hari yang lalu debt collector yang datang menagih utang membuat keributan di tempat ia bekerja. Karena hal itu Riana dipecat bahkan tak menerima pesangon sedikitpun karena kekacuan yang dibuat penagih utang. Namun seolah tak cukup dipecat dari tempatnya bekerja, Riana yang sedang sedih dan kacau justru dimanfaatkan seseorang yang ia kira hendak menolongnya. Orang itu membuatnya tak sadarkan diri dan meninggalkan Riana sendirian di kamar hotel setelah memperkosanya. Tapi malam ini ia justru bergumul kembali, mengulang kesakitan yang semula membawanya pada keputusan berat saat memilih untuk menjadi pelacur. "Pelan-pelan, Tuan." Namun pria yang terlihat begitu menggebu dan memburunya tak peduli meski pada akhirnya Riana mendesah, merasakan kenikmatan di antara rasa perih dan sakit yang melumuri tubuhnya. Riana yang kelelahan lantas tertidur pulas di pelukan laki-laki liar yang baru saja menggaulinya berulang kali tersebut.***
Keesokan paginya, pria yang meniduri Riana terbangun lebih dulu. Ia menatap Riana yang tidur membelakanginya.
Ia mengingat-ingat lagi pertemuannya dengan seorang kolega di kelab malam milik temannya. Seingatnya ia hanya minum sedikit bersama koleganya. Ia juga ingat sempat menemui temannya yang juga pemilik kelab malam tersebut sebelum pergi ke hotel. Tapi pagi ini ia malah bersama seorang wanita. Ia lantas bergegas membersihkan diri dan pergi dari kamar hotel tersebut sebelum wanita yang bersamanya bangun. Tringgg... "Periksa hp-mu," ujarnya pada sang pengawal yang kemudian menatapnya balik. “Ambil uang itu dan simpan di kamar yang kutempati semalam." Pria hendak masuk ke dalam mobil namun urung. "Jangan membuat wanita itu terbangun,” pesannya lagi diangguki sang pengawal. Pengawal lantas menutup pintu mobil untuk pria. "Jalan, Pak," ujarnya diikuti ponsel yang berbunyi. "Ya."“Bagaimana? Apa kamu menikmati malam yang indah, Tuan muda Kelvin?” Terdengar tawa renyah lagi di seberang telepon sana. “Siapa wanita itu?”“Pilihanku tidak salah bukan dibanding tunanganmu?" Pria yang dipanggil Kelvin tersebut tak memberikan reaksi apapun."Seperti dugaanmu, dia datang tak lama setelah kamu pergi dari kelab,” lanjutnya. Kelvin masih dengan mode yang sama. "Apa yang dikatakannya?" "Apa lagi? Tentu saja dia mencari tunangan kaya rayanya yang mabuk dan ingin menyusulnya." Kelvin hendak mematikan sambungan telepon namun tertahan begitu lawan bicaranya mengingatkan. “Jangan lupa membayar gadis itu dengan baik. Sepertinya dia membutuhkan banyak uang.” Kelvin tidak tahu kalau Riana seharusnya dibayar 200 juta untuk jasa pelayanannya semalam dan semua karena ulah pria gondrong yang mengantar perempuan itu ke kamar hotelnya. Riana yang terbangun menjelang siang hari pun mendapati amplop cokelat berisi uang 20 juta di atas nakas tempat tidurnya. Tempat tidur yang menjadi saksi pergumulan panasnya semalam dengan seorang pria yang mendadak terbayang-bayang di kepalanya. Riana lantas memasukkan uang di dalam amplop tersebut ke dalam tas. Tak mengeluh meski uang yang ia dapatkan tak sesuai yang dijanjikan. Riana merasa cukup puas sebab uang tersebut bisa membayar sebagian utang-utangnya, agar ia juga tak dikejar debt collector terus menerus yang bisa saja membuat keributan seperti yang terjadi di tempat kerjanya. "Sebaiknya aku cepat pergi dari sini," lirihnya lalu memekik usai bangun dari tempat tidur. Merasakan rasa tidak nyaman di sekitar perut bawahnya. Alih-alih merasa sedih, wajah Riana justru memerah mengingat apa yang terjadi semalam bersama pria yang menidurinya meski pria itu pergi tanpa meninggalkan jejak identitasnya. “Apa yang aku pikirkan,” lirihnya lalu geleng-geleng kepala sebelum bergegas ke kamar mandi.Kelvin menemui seseorang. Ia meminta orang tersebut untuk melakukan sesuatu. dan untuk hal tersebut Kelvin membayarnya cukup mahal."Ini data-datanya. Cari di mana keberadaan orang tersebut. Dan jika sudah bertemu, amankan sampai waktunya harus muncul.""Baik, Tuan."Kelvin mengangguk lalu pergi meninggalkan tempat pertemuan tersebut untuk menuju tempat yang lain.Namun di tengah perjalanan, ia melihat toko bunga yang sedang memajang rangkaian bunga yang sangat cantik.Kelvin teringat ayahnya yang sering memberikan bunga untuk ibunya. Ia lalu terpikirkan Riana. Berhenti lantas membelinya untuk dibawa pulang.Sayangnya karena Kelvin harus menemui kakeknya dan bertemu dengan Angela, ia terjebak dalam sebuah hal yang tak diinginkan.Angela sengaja menyewa wartawan. Membuat berita baru tentang hubungannya dan Kelvin sehingga berita tersebut menyebar cepat. Membuat Riana tahu kalau suaminya tersebut sudah memiliki tunangan."Jadi, aku adalah perebut laki-laki orang?" gumam Riana menitikkan
Sepnjang perjalanan menuju rumah, Riana terus memikirkan tentang percakapannya dengan Reihan atau Gara. Ia lalu teringat akan keberadaan Renata di tempat David. "Tapi Mas Kelvin pasti tidak akan mengijinkanku menemui Renata," gumamnya lalu menatap ke samping.Mobil sedang berhenti di lampu merah. Riana menatap sekitar. Menemukan beberapa sosok anak yang sedang menjual tisu atau mereka yang sedang ngamen dengan alat musik buatan seadanya.Senyum terukir manis di wajahnya. Riana lalu menatap dan mengusap perutnya yang masih rata. Sambil bergumam seraya mengutarakan harapannya terhadap sang jabang bayi."Ada apa itu?" Riana ikut menoleh ketika sang supir mengatakannya."Ada apa memangnya, Pak?""Itu, Nyonya. Ada pria yang ditarik paksa.""Iya, benar. Kenapa nggak ada yang membantu?"Semua hanya diam. Begitupun pengawal yang duduk di samping supir."Sebaiknya kita tolong, Pak." Pengawal tak bergeming. "Pak!""Maaf Nyonya. Tapi tugas saya hanya mengawal dan melindungi Nyonya."Bukan Riana
Kretek...Suara tulang belulang yang dipatahkan terdengar begitu kentara. Sang penonton hanya melihat tanpa ekspresi apalagi bersuara."Ah, ampun! Tolong jangan bunuh saya."Seorang pria nampak berlutut sambil memohon agar tangannya dilepaskan. Tidak ada luka pasti yang nampak di sekitar tubuhnya. Hanya saja, kaki dan kedua tangannya kini terasa sangat sakit dan tak berdaya.Hal tersebut tergambar jelas di wajah pria yang beberapa jam lalu tersebut sudah melecehkan Riana di toilet kafe."Ini peringatan pertama dan terakhir," ucap seorang dengan tato yang nampak memenuhi leher hingga telinganya.Jeda keheningan, hanya ada suara napas yang menghela panjang dan berat. Kelvin mematikan ponsel. Menyudahi tontonan video yang dikirim suruhannya.Meski tak seberapa. Namun ia merasa puas karena orang yang sudah mengganggu Riana mendapatkan balasannya.Kelvin meregangkan keduanya tangannya ke atas sebelum kembali ke kamar dan melanjutkan tidur yang terjeda karena rasa penasaran.Paginya...Rian
"Dari mana kalian?!"Langkah Riana dan Gabriella terhenti.Sial sekali memang. Kelvin ternyata pulang lebih awal. Pria itu terlihat sedikit pucat dan kelelahan."Kami habis belanja, Mas.""Iya. Kami tadi belanja ke supermarket. Tuh belanjaannya!" unjuk Gabriella kepada satpam dan pelayan pria yang sedang menjinjing belanjaan."Bibi bilang kalian pergi sebelum makan siang.""Iya. Tadi kami–""Kami mampir ke kafe untuk makan siang dan mengobrol." Gabriella menyela lebih dulu.Selain karena merasa bersalah lupa memberi kabar pada Kelvin, wajah sang sepupu yang terlihat suram membuatnya enggan membuat masalah.Tapi...Masa, sih? Apa Riana ngidam nongkrong di kafe? Batin Kelvin.Satu alis Kelvin yang menanjak ke atas menggambarkan pertanyaan yang enggan ditanyakannya tersebut."Kenapa tidak izin?" Alih-alih, Kelvin malah mengintrogerasi Riana dengan tatapan yang membuat wanita itu menunduk."Saya sudah bilang kalau kamu–""Maaf, Mas. Aku salah."Hah... Riana menangis lagi. Dan itu membua
Berbelanja itu seharusnya menjadi momen menyenangkan bagi kebanyakan wanita. Termasuk berbelanja kebutuhan rumah tangga. Hanya saja karena insiden yang terjadi sebelumnya mood Riana jadi berubah drastis. "Ri, kita nongkrong di cafe, yuk?"Perubahan mood yang nampak jelas di wajah Riana membuat Gabriella berinisiatif mengajaknya pergi lagi daripada pulang ke rumah.Dan lagi, sudah lama sekali Gabriella tidak nongkrong-nongkrong cantik di cafe. Apalagi ia juga berencana mengajak temannya untuk bertemu.Siapa tahu bukan, Riana jadi bisa terhibur dan melupakan kejadian buruk yang menimpanya di supermarket tadi."Aku izin mas Kelvin dulu, ya."Gabriella langsung merampas ponsel Riana."Loh, aku mau chat Mas Kelvin.""Nggak usah. Nanti aku yang laporan saja. Kalau kamu minta izin sekarang, pasti nggak dibolehkan."Riana terdiam. Gabriella ada benarnya. Meski dalam hati ia tetap merasa takut jika tidak menghubungi Kelvin dan meminta izin."Ya sudah. Tapi jangan sampai sore, ya. Aku harus mas
Riana terbangun dini hari karena perut yang bergejolak. Kelvin yang sedang memeluk Riana tentu saja langsung terbangun dan mengikuti istrinya ke kamar mandi.Tangannya dengan peka memijat tengkuk leher Riana. Sesekali juga mengusap pungungnya, menyalurkan kenyaman untuk sang istr yang terlihat kesusahan.Kelvin juga menggendong Riana hingga kembali ke ranjang karena tubuh Riana yang lemas setelah muntah-muntah.Aneh memang.Riana selalu muntah di waktu dini hari sementara ketika pagi hingga petang, perempuan itu malah terlihat sehat bugar bahkan selalu bersemangat setiap melakukan hal yang disukainya beberapa waktu ini, berkebun."Sepertinya anak ini ingin menjadi petani."Riana terkekeh setelah meminum obat mual yang diberikan dokter bersama segelas teh manis yang dibuatkan bibi kepala pelayan."Boleh?""Hmm?" Kelvin mengerutkan kening."Boleh tidak kalau dia nanti jadi petani?"Kelvin tak langsung menjawab setelah mengendiikan bahunya. "Mas?""Tidak masalah. Tapi dia harus jadi peta
Gabriella memilih pulang ke rumah Riana. Ia menolak dibawa ke rumah sakit karena memiliki pengalaman buruk yang berkaitan dengan rumah sakit. Riana pun langsung mengobati luka-luka di tubuh Gabriella."Kenapa bisa jatuh?"Bukannya menjelaskan Gabriella malah membuka ponsel dan menunjukkan foto yang ia dapatkan setelah kecelakaan yang menimpanya.Riana melotot, "Dari mana kamu dapat foto ini?"Barulah Gabriella pun menjelaskan kronologis kecelakaan yang dialaminya hingga bagaiaman ia bisa mendapatkan foto tersebut."Ini foto mama dan aku sebelum mama meninggal."Gabriella tak kalah kaget. "Hah? Kamu serius?" Riana mengangguk. "Kok bisa? Jangan-jangan, yang tadi itu benar papa kamu Riana.""Papa?""Iya, dia terus memanggil nama kamu dan mengatakan kalau kamu itu anaknya.""Lalu dibawa ke mana orang itu?""Tadi ada ambulance dinas sosial yang menjemput. Sepertnya dibawa ke sana.""Aku harus ke sana.""Aku antar."Gabriella memanggil bibi kepala pelayan dan pengawal. Namun belum mereka p
Riana terlihat jauh lebih bersemangat setelah mengetahui kalau dirinya hamil. Hanya saja, ada satu hal yang membuatnya sedikit malu. Hasrat bercintanya sering kali tak terbendung ketika melihat Kelvin baru saja pulang kerja.Riana merasa aroma tubuh Kelvin yang bercampur dengan aroma parfum membuat desir dalam darahnya seolah bergejolak.Namun ia ingat perkataan Kelvin setelah mereka pulang dari dokter kandungan untuk pertama kalinya waktu itu."Aku harus bisa menahan diri," gumamnya di dalam kamar.Ia lalu memutuskan mandi sebelum menyiapkan makan malam untuk Kelvin yang akan pulang sedikit terlambat hari ini.Hanya saja Riana tiba-tiba menerima telepon dari seseorang yang mengabarkan kalau Kelvin mengalami kecelakaan.Panik dan hampir saja pergi, untunglah bibi kepala pelayan yang mencegah berhasil meyakinkan Riana.Sayangnya ponsel Kelvin yang mati membuat Riana semakin panik. Bibi kepala pelayan pun menyarankan Riana untuk menghubungi Gabriella atau David. "Iya, Riana?""Gabriell
Kata-kata yang Riana ucapkan berhasil membuat Kelvin mengetatkan rahang. Gabriella mencoba menenangkannya."Bicaranya di rumah saja. Di sini bisa jadi tontonan. Tidak baik untuk Riana juga, Kak."Kelvin mengalah lalu pulanglah mereka bertiga. Kelvin langsung mengajak Riana ke kamar. Tapi perempuan itu menolak.Ia malah menangis kencang seperti anak kecil yang tantrum. Membuat Kelvin jadi pusing."Kak, sabar. Riana sedang terpengaruh hormon kehamilan."Gabriella menceritakan apa yang terjadi sebelum Riana pingsan. Tentang tingkah juga sikap Riana yang aneh sehingga mengerucutkan kesimpulan kalau Riana memang sedang terpengaruh hormon kehamilan."Ini semua gara-gara kamu yang keceplosan."Gabriella mengerucutkan bibir. "Ya, maaf. Aku reflek," belanya."Sekarang bagaimana menjelaskan semua ini pada Riana kalau tingkahnya saja seperti itu.""Lho, kan kamu suaminya, Kak. Ya kamu dong yang harus menenangkannya. Apa perlu aku panggil Kak David untuk membantu?" Dan pelototan Kelvin berhasil
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments