/ Fantasi / Zero: Forgotten Lost (INDONESIA) / Volume 1 Chapter 3: Nyxaroth Primus

공유

Volume 1 Chapter 3: Nyxaroth Primus

작가: Zeetsensei
last update 최신 업데이트: 2024-12-17 18:25:04

Saat Thalysa dan Fabio berjalan lebih dalam melalui ibu kota, menikmati keindahan dan kehidupan sehari-hari yang penuh harapan, udara yang seharusnya tenang mendadak berubah. Sebuah ledakan besar mengguncang tanah, menggoyahkan bangunan-bangunan di sekitar mereka, dan membuat jalanan yang semula damai menjadi hening sesaat. Tanah bergetar dengan kekuatan yang tak terbayangkan, dan suara dentuman itu menggema melalui udara, merobek keheningan kota. Orang-orang di sekitar mereka langsung panik, berlarian mencari perlindungan.

Fabio berhenti sejenak, tubuhnya tegang. Mata Thalysa terfokus ke arah utara, ke arah hutan yang terletak di luar benteng—tempat mereka sebelumnya menemukan sisa-sisa pertempuran melawan Nyxaroth. Sebuah rasa yang tak bisa dijelaskan merayap di dalam dirinya, mengingatkan pada perasaan aneh yang selalu menyelimuti tubuhnya sejak pertama kali ia terbangun di dunia ini.

"Thalysa, apa itu?" tanya Fabio, suara penuh kecemasan.

"Aku rasa itu dari hutan," jawab Thalysa, ekspresinya serius, matanya menyipit, memperkirakan ancaman yang bisa datang. "Kita harus menuju ke sana, cepat."

Mereka bergegas menuju pintu benteng yang mengarah ke hutan, tubuh mereka bergerak cepat, menembus kerumunan yang panik. Fabio merasakan jantungnya berdegup lebih cepat, setiap langkah terasa lebih berat, seolah ketegangan itu meresap ke dalam tulang-tulangnya. Kejadian tadi—pertarungan dengan Nyxaroth—terasa masih begitu segar dalam ingatannya. Apa yang telah terjadi di sana? Mengapa tiba-tiba ledakan itu terdengar begitu dekat?

Saat mereka tiba di pintu utama benteng, suara dentuman yang lebih keras terdengar lagi, kali ini lebih dekat dan lebih mengguncang. Di depan mereka, di tengah kerumunan prajurit yang telah bersiap, Baizhu muncul. Wajahnya yang biasanya tenang dan terkendali kini tampak penuh kegelisahan, dan tubuhnya yang tegap seolah tidak bisa menahan ketegangan yang muncul. Pandangannya langsung tertuju pada Fabio.

"Fabio!" seru Baizhu dengan nada yang penuh peringatan, "Bergerak mundur!"

Namun, sebelum Fabio bisa merespons, sebuah perintah keras datang dari Baizhu yang tampak sangat tegang. "Tahan dia! Kelilingi dia!"

Sekelompok prajurit segera mengelilingi Fabio, menodongkan senjata mereka ke arahnya. Fabio yang terkejut dan bingung mencoba bergerak mundur, namun sekelilingnya dipenuhi oleh prajurit yang memegang tombak dan pedang dengan keteguhan. Thalysa yang ada di samping Fabio langsung bergerak cepat, mencoba menghalangi pasukan itu.

"Baizhu, apa yang terjadi?" tanya Thalysa dengan suara tegas namun penuh keheranan. "Mengapa kau melakukannya?"

Baizhu menatap Thalysa dengan pandangan tajam, seolah tidak melihatnya. Wajahnya berkerut, dan tangannya terkepal erat. "Dia—dia tidak bisa begitu saja pergi setelah apa yang telah terjadi. Tidak mungkin dia tidak tahu apa-apa! Tidak mungkin!"

Fabio yang masih bingung, merasakan tangan prajurit yang menahannya semakin kuat, berusaha mempertahankan dirinya. "Apa yang sedang terjadi? Kenapa kalian menahanku?" suaranya penuh kebingungan. "Aku tidak tahu apa-apa!"

Baizhu mendekat dengan langkah cepat, matanya penuh kemarahan yang tak terbendung. "Tidak mungkin kau tidak tahu apa-apa!" teriaknya, suaranya penuh amarah. "Kau terbangun di tengah kehancuran yang begitu besar, dan kau mengatakan tidak tahu apa-apa? Apa yang kau sembunyikan, Fabio?"

Thalysa menatap Baizhu dengan tajam, matanya tidak menunjukkan sedikit pun kelemahan. "Baizhu, cukup!" katanya dengan tegas, suaranya melunak, namun ada tekanan yang mengintimidasi. "Kau tahu dia tidak tahu apa-apa. Jangan biarkan kebingunganmu mengaburkan penilaianmu."

Fabio melihat Baizhu, yang tampaknya berjuang keras untuk mempertahankan sikapnya, namun ia tahu ada sesuatu yang sangat mengganggu pria itu. "Aku tidak tahu apa-apa, Baizhu. Aku tidak ingat apapun selain namaku dan pertempuran itu—aku hanya ingat bertarung melawan makhluk itu. Aku tidak tahu tentang apa yang terjadi sekarang."

Baizhu menatap Fabio, matanya berapi-api, namun akhirnya dia mengalihkan pandangannya, seolah tidak bisa lagi menahan kemarahan yang meluap. "Aku tidak bisa mempercayaimu begitu saja," katanya dengan nada yang lebih rendah, hampir seperti bisikan. "Aku harus melindungi kerajaan ini. Tidak ada ruang untuk kebingunganku."

Namun, saat Baizhu hampir memerintahkan prajurit untuk memperketat pengepungan terhadap Fabio, tiba-tiba seseorang muncul dari tengah pasukan. Seorang wanita dengan rambut putih panjang yang mengalir indah hingga punggungnya, mengenakan gaun yang elegan namun praktis, berjalan dengan anggun menuju mereka. Gerakannya lembut namun penuh kewibawaan, dan setiap langkahnya terasa seperti dia membawa kedamaian dalam ketegangan yang sedang terjadi.

"Putri Jinshi-sama?" Baizhu dan Thalysa berseru serentak, terkejut melihat wanita itu muncul di tengah ketegangan ini.

Wanita itu, yang ternyata adalah Putri Jinshi-sama, menatap Baizhu dengan mata yang tajam dan penuh kepercayaan diri. "Baizhu," ujarnya dengan suara lembut namun penuh wibawa, "apa yang terjadi di sini? Mengapa kamu menahan Pria ini?"

Baizhu terdiam, matanya terbuka lebar melihat kedatangan Putri Jinshi, yang jelas sangat dihormati di kerajaan ini. Meskipun ragu, ia tetap berdiri tegak, berusaha menjaga sikapnya. "Putri Jinshi, ini masalah serius. Ada sesuatu yang tidak beres, dan aku harus memastikan keamanannya. Pria ini, Fabio, orang yang baru saja kami temukan di hutan, mengatakan tidak tahu apa-apa tentang yang terjadi di sana. Aku tidak bisa membiarkan ini begitu saja."

Jinshi menatap Fabio dengan pandangan yang berbeda. Mata putihnya yang lembut namun tajam itu penuh rasa percaya, dan dia mengalihkan perhatian dari Baizhu kepada Fabio. "Aku percaya padanya," kata Jinshi dengan keyakinan yang luar biasa. "Aku percaya pada intuisiku—dia sama sepertiku dN Thalysa, dia adalah seorang saint, dan aku percaya pada kemampuannya. Lepaskan dia."

Baizhu terlihat sangat terkejut. "Tapi Putri, kami tidak bisa begitu saja membebaskannya tanpa mengetahui lebih lanjut—ada begitu banyak yang tidak kami pahami!"

Putri Jinshi mengangkat tangan dengan anggun, matanya berkilau dengan kecerdasan yang dalam. "Apakah kamu tidak percaya padaku, Baizhu? Apakah kamu meragukan penilaianku?"

Baizhu terdiam, kata-kata Putri Jinshi seperti sebuah serangan yang sulit untuk ditanggapi. Ia tahu bahwa Putri Jinshi bukan hanya seorang wanita dengan kedudukan tinggi, tetapi juga seseorang dengan insting yang sangat tajam. Ketegangan di antara mereka terasa begitu kuat, seolah-olah Baizhu berada di ambang keputusan besar yang akan mengubah arah peristiwa ini.

Dengan suara yang hampir tak terdengar, Baizhu akhirnya menghela napas panjang, merasa seolah-olah dia telah kalah dalam perdebatan ini. "Baiklah," katanya dengan nada berat, "Lepaskan dia. Tapi aku akan terus mengawasi semuanya."

Fabio yang semula terperangkap di tengah ketegangan itu, akhirnya merasa sedikit lega ketika prajurit yang menahannya mundur, membebaskannya. Thalysa yang sejak tadi diam, menatap Baizhu dengan pandangan penuh rasa hormat terhadap keputusan yang akhirnya dibuat.

Dengan Putri Jinshi di samping mereka, Baizhu, Thalysa, Fabio, dan Jinshi segera berangkat menuju hutan. Ledakan yang terdengar tadi berasal dari Nyxaroth Primus, dan mereka semua tahu bahwa ancaman yang sangat besar menanti di luar benteng. Keempatnya berjalan menuju kegelapan yang mencekam, siap untuk menghadapi apa pun yang menunggu mereka di dalam hutan yang penuh bahaya itu.

Di bawah langit yang kelabu, keempat mereka menaiki kuda masing-masing, berlari menuju hutan yang telah menggema dengan ledakan tadi. Udara terasa semakin dingin, dan pohon-pohon besar yang menjulang tinggi seakan semakin gelap, seolah-olah hutan itu sendiri menyembunyikan rahasia yang lebih besar. Kecepatan perjalanan mereka terasa terburu-buru, dan meskipun Fabio tidak mengenal banyak tentang dunia ini, perasaan aneh yang menggelayuti dadanya semakin kuat. Ada sesuatu yang buruk sedang terjadi di luar tembok benteng—sesuatu yang berhubungan dengan makhluk yang telah ia hadapi, Nyxaroth.

Saat kuda mereka melaju di jalan setapak yang gelap, Fabio tidak bisa menahan rasa penasaran yang menguasainya. Dia memandang ke arah Thalysa dan Jinshi yang mengendarai kuda di sampingnya, dan akhirnya memutuskan untuk bertanya, suara sedikit serak karena ketegangan yang masih menggantung di udara. "Apa itu Nyxaroth Primus? Kenapa dia begitu penting?"

Jinshi, yang telah memperhatikan setiap gerakan Fabio dengan perhatian yang penuh, menyentuh pelan tali kekang kudanya, lalu menjawab dengan suara tenang namun dalam. "Nyxaroth Primus adalah makhluk yang sangat kuat, Fabio. Dia bukan makhluk biasa. Dia adalah pemimpin dari ras Nyxaroth, yang muncul setelah Cataclysmic Catastrophe. Ras ini berasal dari dimensi yang lebih gelap, dari dunia yang hancur dan penuh kehancuran. Sumber dari kekuatan mereka berasal dari entitas yang lebih tua dan lebih gelap daripada apa yang bisa dipahami oleh kebanyakan orang."

Fabio memperhatikan dengan seksama, merasa bahwa ada lebih banyak yang tersembunyi dalam penjelasan ini, namun ia memilih untuk mendengarkan lebih lanjut. Di sebelahnya, Thalysa, yang sejak tadi diam, akhirnya membuka mulut dengan suara lembut namun penuh kekuatan.

"Nyxaroth Primus adalah manifestasi dari kehancuran itu sendiri," kata Thalysa, suaranya mengalir dengan mudah, namun terdapat kedalaman yang menyiratkan banyak pengetahuan. "Dia adalah wujud dari kekuatan yang melanggar batas antara dimensi kita dan dunia lain yang penuh kegelapan. Para penyihir kuno yang mencoba membuka portal ke dunia itu tidak tahu bahwa mereka akan membebaskan ras yang sangat kuat—Nyxaroth dan semua makhluk yang ada dalam dimensi itu. Sejak Cataclysmic Catastrophe, mereka telah berusaha untuk menaklukkan dunia kita, dan Nyxaroth Primus adalah pemimpin mereka yang paling berbahaya."

Fabio menatap kedua wanita itu dengan rasa kagum, namun juga kebingungan. Mereka berbicara dengan keyakinan yang tak terbantahkan, seolah-olah mereka tahu segalanya tentang makhluk ini, dan tentang dunia yang Fabio sendiri baru mulai pahami.

"Ras Nyxaroth berasal dari Benua Iblis," Thalysa melanjutkan, suaranya tenang namun penuh makna. "Benua itu terletak jauh dari sini, di ujung dunia yang terlupakan. Sebelumnya, Benua Iblis adalah tempat yang terisolasi, jauh dari peradaban manusia, tetapi Cataclysmic Catastrophe merobek batas-batas antara dimensi kita dan dunia mereka. Sekarang, ras Nyxaroth tidak hanya menguasai Benua Iblis, tapi juga mengincar seluruh dunia—termasuk Thalos."

Fabio memperhatikan perubahan di wajah Thalysa saat dia menyebutkan Benua Iblis. Ada ketegangan di sana, sesuatu yang lebih pribadi dan dalam daripada sekadar pengetahuan tentang makhluk itu. Thalysa menatap Fabio untuk beberapa saat, lalu melanjutkan, "Benua Iblis bukanlah tempat yang bisa kita jelajahi dengan mudah. Tanahnya keras, dipenuhi dengan makhluk-makhluk mengerikan, dan iklimnya sangat brutal. Sebagian besar makhluk di sana tidak mengenal belas kasihan. Tetapi Nyxaroth Primus, sebagai pemimpin mereka, memiliki kekuatan yang jauh melampaui apa yang bisa dibayangkan oleh manusia. Jika dia mengamuk, kita semua akan dalam bahaya besar."

Jinshi yang mendengar penjelasan Thalysa menambahkan, "Namun, Benua Iblis juga memiliki sejarahnya sendiri, yang sangat berbeda dari dunia manusia. Dunia mereka penuh dengan sihir gelap yang tak terkendali, dan banyak dari makhluk yang ada di sana diciptakan oleh energi yang terlahir dari Cataclysmic Catastrophe. Sihir itu mengalir dalam darah mereka, dan semakin mereka menguasainya, semakin besar ancaman yang mereka timbulkan."

Fabio merasa hatinya berdegup lebih cepat, meskipun ia tidak sepenuhnya mengerti. Kata-kata ini, tentang sihir gelap dan makhluk yang tak terkendali, menggambarkan dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah ia bayangkan sebelumnya. Tapi ada sesuatu tentang penjelasan Jinshi dan Thalysa yang menarik perhatian Fabio lebih dari sekadar fakta itu—kedua wanita ini sepertinya memiliki ketertarikan yang lebih besar pada dirinya.

Thalysa, yang biasanya tidak mengungkapkan banyak perasaan, kali ini menatap Fabio dengan tatapan yang berbeda—sesuatu yang lebih dalam, seperti dia sedang mencoba memahami bukan hanya Fabio yang terbaring di depan mereka, tetapi juga potensi yang tersembunyi dalam dirinya. Di sisi lain, Jinshi yang cantik dengan rambut putih panjang dan sikap anggun, memberikan pandangan penuh perhatian dan minat, seolah-olah setiap kata Fabio membawa sebuah teka-teki yang menarik bagi dirinya.

Jinshi melanjutkan, "Aku percaya pada intuisimu, Fabio. Sebagai seorang saint, kau memiliki potensi yang belum kita pahami sepenuhnya. Itu sebabnya aku mempercayai perasaanmu, bahkan jika dunia ini penuh dengan misteri. Aku rasa ada lebih banyak dari dirimu yang belum kau ketahui."

Fabio sedikit terkejut dengan kata-kata Jinshi. Selama ini, dia hanya tahu sedikit tentang kekuatannya—dan bahkan itu pun masih terasa asing dan membingungkan. "Saint?" ulangnya, merasa aneh mendengar kata itu keluar dari mulut seseorang yang begitu dihormati seperti Jinshi.

Thalysa, yang sepertinya memahami kebingungannya, mengangguk pelan. "Saint adalah seseorang yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Kemampuan itu bukan hanya tentang kekuatan fisik atau sihir, tapi lebih pada kekuatan batin dan potensi untuk membawa perubahan besar. Kau mungkin belum sepenuhnya mengerti, tapi ada sesuatu dalam dirimu yang lebih besar dari apa yang kau rasakan."

Fabio merasa gelisah, tidak tahu apakah dia harus merasa terhormat atau malah takut. Apakah dia benar-benar memiliki potensi yang begitu besar, atau hanya bagian dari sesuatu yang lebih besar dari yang bisa dia pahami?

Baizhu, yang selama ini hanya diam mendengarkan percakapan mereka, tetap menatap ke depan dengan wajah tertutup. Raut wajahnya tidak berubah, dan meskipun dia mendengar setiap kata yang diucapkan, dia tetap terfokus pada perjalanan mereka, seolah-olah ada sesuatu yang lebih mendalam yang dipikirkannya. Keheningan di antara mereka semakin terasa, dan Fabio merasa, seolah-olah Baizhu, dengan segala sikapnya yang dingin, berjuang dengan pikirannya sendiri.

Ketika mereka semakin dekat dengan hutan yang terdengar semakin ramai, suara pertempuran semakin jelas. Teriakan dan dentuman yang menggema dari dalam hutan seakan mengundang mereka menuju kegelapan yang menunggu di depan. Fabio menatap hutan yang dipenuhi dengan pohon-pohon tinggi dan gelap. Ia tahu, di balik kabut itu, ada sesuatu yang lebih besar yang akan mereka hadapi.

"Jadi, ini Benua Iblis?" Fabio bertanya pelan, berharap mendapatkan jawaban yang bisa membantunya mengerti lebih banyak tentang dunia yang baru dia masuki. "Apa yang sebenarnya ada di sana?"

Thalysa yang mendengar pertanyaan itu menatapnya sejenak. "Benua Iblis adalah tempat yang berbahaya," jawabnya dengan suara serius. "Namun, itu juga tempat yang penuh dengan pengetahuan yang hilang—pengetahuan yang mungkin bisa memberi kita petunjuk tentang bagaimana menghentikan ancaman dari Nyxaroth."

Jinshi menambahkan, "Meskipun Benua Iblis dipenuhi dengan kegelapan, itu juga tempat di mana rahasia-rahasia besar tersembunyi. Aku rasa, jika kita bisa mengungkapnya, kita bisa menemukan cara untuk mengalahkan mereka."

Perjalanan mereka semakin cepat, kuda-kuda mereka berlari lebih kencang, mendekati hutan yang semakin gelap. Namun, di dalam hati Fabio, rasa penasaran dan kecemasan bercampur aduk. Apa yang akan mereka temui di dalam kegelapan ini? Apa yang benar-benar tersembunyi di balik Nyxaroth Primus dan Benua Iblis yang penuh rahasia?

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Retore

    Langit Abyysal tak pernah benar-benar gelap, tapi juga tak pernah membawa cahaya. Ia membusuk, seperti luka terbuka yang tidak pernah sembuh. Asap kelabu menggantung tanpa arah, dan bumi di bawah kaki Fabio terasa tidak nyata—seolah setiap langkah hanya membawanya lebih dalam ke dalam kehampaan, bukan ke permukaan.Namun kali ini, ia tidak mencoba masuk lebih dalam. Ia mencoba keluar.Di belakangnya, masih terdengar napas panik Thalysa dan suara serak K yang mencoba menahan luka barunya. Mereka hanya selangkah lagi dari mulut Abyysal, satu loncatan dari kebebasan, dari dunia nyata, dari cahaya yang meski semu, tetap lebih hangat daripada kekosongan ini.Lalu udara berhenti.Tidak, bukan hanya udara—waktu berhenti. Suara berhenti. Gerak berhenti. Bahkan detakan jantung Fabio pun terasa tercekik, digenggam oleh sesuatu yang tak kasatmata.Lalu terdengar suara itu."Lambat sekali, adikku."Langkah-langkah lembut seperti serpihan pasir yang berguguran. Fabio berbalik, dan di ambang kabut

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 4 Chapter 3: Desa Nyxaroth

    Matahari tidak benar-benar bersinar di atas Benua Iblis—yang menggantung di langit hanyalah semburat merah darah yang tersaring debu dan ampas waktu. Langit tampak seperti luka yang belum sembuh. Di bawahnya, tiga sosok berjalan menuruni lereng berbatu menuju sebuah lembah tersembunyi, dibatasi oleh tebing-tebing tinggi yang menjulang seperti gigi raksasa. Di sanalah, Desa Karowai berdiri—jika tempat ini bisa disebut ‘berdiri’.Fabio dan Thalysa diam membisu. Sejak perjalanan dimulai, K tidak banyak bicara, dan mereka pun tak mendesaknya. Gurun yang mereka lewati seperti menelan suara, dan setiap langkah hanya disertai oleh desir angin yang membawa bisikan. Seperti tangisan yang sudah lama mati, namun belum benar-benar menghilang.Desa Karowai bukanlah desa dalam pengertian manusia. Tidak ada bangunan rapi, tidak ada rumah berbentuk. Yang ada hanyalah struktur batu besar yang menyembul dari tanah seperti tulang-tulang purba, tempat Nyxaroth dari berbagai bentuk bersandar, bermeditasi,

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 4 Chapter 2: Ramalan Lainnya

    Langit Benua Iblis masih menggantung kelabu ketika mereka meninggalkan tempat perkemahan sementara. Pasir kasar bergesekan di bawah sepatu mereka, dan angin dingin dari utara sesekali membawa bau tanah terbakar yang tidak bisa dijelaskan asalnya. “Dari sini, kita akan berjalan ke arah utara selama setidaknya empat jam,” ucap K dengan nada pasti, matanya menatap lurus ke depan. "Barulah kita sampai di desaku." Langkah mereka perlahan, namun mantap, membelah jalur sunyi yang hanya ditandai jejak-jejak makhluk yang telah lama berlalu. Tidak ada rambu, tidak ada jalan. Hanya reruntuhan dan patahan batu yang menjadi penanda bahwa peradaban pernah mencoba tinggal di tanah yang tak kenal ampun ini.Perjalanan mereka tidak benar-benar tenang. Beberapa kali, mereka harus menghadapi mutan Nyxaroth yang mengendap dari balik pasir atau merayap dari celah tanah. Tidak ada bentuk yang konsisten—beberapa memiliki kulit sekeras baja, yang lain lidah bercabang dan penglihatan yang menusuk jiwa. Salah

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 4 Chapter 1: Nyxaroth dari Karowai

    Malam di gurun Benua Iblis tak pernah ramah. Udara dingin menggigit kulit, dan pasir yang tertiup angin menggores wajah seperti jarum halus. Di kejauhan, langit hitam yang tak berbintang menggantung diam—seolah-olah langit sendiri menahan napas, menunggu sesuatu untuk pecah. Fabio dan Thalysa menyalakan api kecil, cukup untuk memberi cahaya dan sedikit kehangatan, namun tidak cukup besar untuk menarik perhatian. Atau begitulah mereka kira. Hanya dalam sekejap mata, kesunyian itu terkoyak. Bayangan tak bernama melintas di sekitar mereka, samar dan cepat. Thalysa sudah berdiri dengan sihir di ujung jarinya, sementara Fabio mencabut pedangnya, tubuhnya kaku seperti batu, matanya menyapu gurun yang hening. Ia melihatnya—cahaya samar dari kristal merah yang bersinar dari dalam pasir, bergerak seirama napas makhluk yang tidak pernah seharusnya ada. “Bunglon?” Thalysa berbisik, kaget melihat kulit makhluk itu berubah-ubah, menyatu dengan gurun. “Nyxaroth,” jawab Fabio datar. “Tapi… berb

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Codex Benua Tengah: Etherian dan Tanah Para Dewa

    Benua Tengah, yang sering dijuluki sebagai "Etherian" atau "Tanah Para Dewa", merupakan wilayah yang sangat luas dan kaya akan keragaman geografis, budaya, serta spiritualitas. Dalam sejarah panjang Aetherian, Benua Tengah telah lama dianggap sebagai pusat peradaban tertua dan tempat kelahiran para kerajaan besar yang mengukir dunia dengan sihir, teknologi kuno, dan pemikiran tinggi. Julukan “Tanah Para Dewa” tidak sekadar simbolik; melainkan mencerminkan keyakinan kuno bahwa para makhluk agung pertama—baik dari langit maupun dari dalam Aether itu sendiri—pernah menjejakkan kaki di tanah ini, membentuk jejak kekuasaan yang masih terasa hingga hari ini.Secara geografis, Benua Tengah terbagi menjadi berbagai zona ekologis dan struktural yang memberikan tantangan sekaligus kekayaan tersendiri bagi para penghuninya. Di bagian utara terdapat pegunungan tinggi seperti Krinci dan Deretan Pegunungan Thalon, yang membentang dari barat hingga timur, membentuk tulang punggung benua dan menjadi

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Codex Benua Iblis: Etherian dan Tanah Tanpa Harapan

    Angin panas berhembus perlahan melewati jendela kayu penginapan yang menghadap ke arah selatan kota Ebonhold. Saat matahari tergelincir pelan di atas cakrawala berwarna tembaga, Fabio duduk di kursi tua, membuka lembar demi lembar gulungan peta dan dokumen yang mereka temukan selama perjalanan. Thalysa, duduk tak jauh darinya, menyandarkan dagu di atas tangannya, matanya menyusuri garis-garis lengkung pada peta yang menggambarkan benua yang sedang mereka tapaki—Benua Iblis, tanah yang telah lama hanya disebut-sebut dalam cerita buruk dan bisikan tak berani. Malam itu tidak diisi dengan pembicaraan tentang bahaya atau kematian, melainkan percakapan pelan yang penuh dengan rasa ingin tahu. Mereka tidak sedang bersiap untuk perang atau ritual, tetapi mencoba memahami tanah tempat mereka kini berdiri.Dengan luas mencapai 9,2 juta kilometer persegi, Benua Iblis hampir menyamai ukuran Benua Utama, rumah bagi Thalos, Valtor, dan berbagai peradaban besar lainnya yang telah berdiri sejak zaman

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status