Home / Fantasi / Zero: Forgotten Lost (INDONESIA) / Volume 1 Chapter 4: Kebenaran

Share

Volume 1 Chapter 4: Kebenaran

Author: Zeetsensei
last update Last Updated: 2024-12-17 18:26:50

Malam yang mencekam menyelimuti hutan, dan udara terasa lebih berat dengan setiap langkah mereka. Keempatnya melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, berusaha mengidentifikasi sumber ledakan yang telah mengguncang benteng beberapa waktu lalu. Namun, meskipun mereka semakin dekat, ada ketegangan yang mengalir di antara mereka—sebuah perasaan bahwa bahaya sudah terlalu dekat.

Di kejauhan, sesuatu bergerak dengan cepat, melintasi kabut yang mulai turun di antara pohon-pohon tinggi. Tiba-tiba, sebuah teriakan keras, disusul oleh dentuman keras, mengguncang tanah di bawah kaki mereka. Sebelum mereka bisa bereaksi, makhluk itu muncul.

Nyxaroth Primus, sosok raksasa yang mengerikan, muncul dari balik bayang-bayang, wajahnya penuh dengan amarah dan kebencian yang terakumulasi selama berabad-abad. Tubuhnya besar, berkilau dengan cahaya merah yang memancar dari dalam tubuhnya, seolah menyatu dengan kegelapan yang menyelimuti hutan. Dengan gerakan yang tidak bisa dihindari, ia melompat ke arah mereka, menyerang dengan kekuatan yang luar biasa.

Baizhu dan Jinshi segera bereaksi, dengan serentak mengayunkan senjata mereka—Baizhu dengan pedangnya yang besar, sementara Jinshi menggunakan kekuatan sihirnya untuk memanipulasi api yang menyala di udara. "Kau tidak akan bisa lari dariku!" teriak Baizhu, matanya menyala dengan tekad.

Namun, serangan Nyxaroth Primus begitu cepat dan brutal. Cakar besar makhluk itu mengarah ke Jinshi, yang berusaha menahan serangan dengan perisainya yang terbuat dari energi sihir. Sementara itu, Baizhu melancarkan serangan balasan dengan pedangnya, mencoba menghentikan serangan makhluk itu. Namun, secepat itu, Nyxaroth Primus menyerang lagi dengan ledakan kekuatan yang membuat tanah berguncang.

Sementara kedua pejuang itu terfokus pada pertempuran dengan Nyxaroth Primus, Thalysa, yang berada di sisi Fabio, tiba-tiba melihat sesuatu yang mengerikan. Fabio, yang sebelumnya sudah terhuyung-huyung akibat ledakan sebelumnya, terempas ke tanah saat serangan Nyxaroth Primus menghantam dengan kekuatan tak terbayangkan. Tubuh Fabio terpelanting, tak sadarkan diri di samping Thalysa yang terkejut melihatnya.

"Fabio!" teriak Thalysa, berlutut di sampingnya. Dia segera memeriksa, merasakan denyut nadi Fabio yang lemah. Matanya berkilat dengan kecemasan, sementara pertempuran antara Baizhu dan Jinshi melawan Nyxaroth Primus berlangsung dengan sangat sengit di kejauhan.

Thalysa mengguncang-guncang tubuh Fabio dengan lembut, mencoba menyadarkannya. "Fabio! Bangun!" serunya, suaranya dipenuhi ketegangan dan keputusasaan. Namun, tak ada respons. Fabio tetap tergeletak, tak bergerak, seperti terjebak dalam kedalaman yang tak terlihat.

Namun, di dalam alam bawah sadarnya, sesuatu yang aneh mulai terjadi. Dunia di sekitar Fabio tiba-tiba menjadi gelap, sangat gelap—hanya ada bayangan pekat dan kabut tebal yang menyelimuti segala sesuatu. Di tengah kegelapan ini, sebuah sosok mulai muncul, perlahan-lahan melangkah mendekat.

Makhluk itu tampak lebih besar dari manusia, tubuhnya terbuat dari malam yang pekat, dihiasi oleh galaksi-galaksi yang berputar di sekelilingnya, menciptakan langit penuh bintang yang tak terhitung jumlahnya. Di kepalanya ada tiga tanduk yang melengkung tajam, sementara matanya bersinar putih, tak memiliki kedalaman atau warna. Sosok itu tidak mengucapkan banyak kata, tetapi ada ketegangan dalam setiap gerakannya.

Fabio, meskipun tidak sepenuhnya mengerti, merasa tubuhnya dipenuhi dengan kehadiran yang menakutkan. Namun, makhluk itu hanya mendekat, menatap Fabio dengan mata yang penuh misteri. Kemudian, dengan suara yang dalam dan menggema, makhluk itu berbicara.

"Ingatlah siapa dirimu, Ze—"

Namun, sebelum makhluk itu bisa menyelesaikan kata-katanya, sebuah ledakan tiba-tiba memecah kegelapan, membuat sosok itu menghilang dalam sekejap. Fabio merasakan tubuhnya kembali terombang-ambing, kesadarannya kembali ke dunia nyata, kembali ke Thalysa yang masih duduk di sampingnya.

Thalysa terlihat semakin cemas, mengusap keringat di dahinya, ketika Fabio akhirnya membuka matanya. "Fabio!" serunya dengan lega, matanya penuh perhatian. "Kau sadar akhirnya..."

Fabio terengah-engah, jantungnya berdetak cepat. Namun, kesadaran yang baru saja datang terasa seperti mimpi buruk. Di dalam pikirannya, masih terngiang suara itu—makhluk dari kegelapan yang membisikkan kata-kata yang tidak sepenuhnya ia mengerti. "Ze..." Fabio bergumam, kebingungan melanda dirinya. Apa yang baru saja dia alami? Siapa makhluk itu? Dan kenapa suara itu memanggilnya seperti itu?

Thalysa memandangnya dengan cermat, matanya penuh pertanyaan namun juga kekhawatiran. "Fabio, kau baik-baik saja?" tanyanya, suaranya lembut namun tegas, memastikan bahwa Fabio kembali sepenuhnya.

Fabio mengangguk pelan, meskipun masih merasa bingung dengan apa yang baru saja dia alami. "Aku... aku tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Ada sesuatu, seseorang, yang berbicara padaku. Dia mengatakan... sesuatu tentang siapa diriku."

Thalysa terdiam sejenak, seolah merenungkan kata-kata Fabio. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar di balik peristiwa ini—sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar serangan makhluk itu. "Ze...?" bisik Thalysa pelan, seolah mencoba mengingat sesuatu dari kata-kata Fabio.

Tiba-tiba, terdengar suara pertempuran yang semakin dekat. Baizhu dan Jinshi sedang berjuang mati-matian melawan Nyxaroth Primus. Thalysa, yang mengetahui mereka tidak punya banyak waktu, segera membantu Fabio bangkit. "Kita tidak punya banyak waktu. Kita harus bergerak. Nyxaroth Primus tidak akan memberi kita kesempatan."

Dengan sedikit bantuan dari Thalysa, Fabio berhasil berdiri, meskipun masih lemah. Perasaan cemas kembali menyelimuti dirinya—ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi, dan dia merasa bahwa pertempuran ini hanyalah permulaan dari sesuatu yang jauh lebih mengerikan. Namun, meskipun begitu, ia tahu satu hal pasti: sesuatu yang besar, yang sangat besar, sedang menunggunya di depan.

Hutan yang gelap dan penuh kabut itu seolah mengisap cahaya, menjadikan tempat ini lebih menyeramkan daripada sebelumnya. Angin berbisik melalui pepohonan tinggi, membawa aroma tanah basah dan sesuatu yang jauh lebih buruk—kehadiran kekuatan jahat yang mengalir di udara. Baizhu dan Jinshi, meskipun terkenal dengan kekuatan dan ketangguhan mereka, kini merasakan beban yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya. Nyxaroth Primus—makhluk dari dimensi lain yang datang dengan membawa kehancuran—mendekati mereka dengan langkah berat, setiap gerakan makhluk itu memancarkan kekuatan yang luar biasa.

Baizhu memegang pedangnya dengan erat, tubuhnya tegap dan penuh tekad meskipun terhuyung akibat serangan sebelumnya. Pedang besar itu berkilauan dalam kegelapan hutan, cahaya dari api Jinshi menerangi ujungnya. Di sisi lain, Jinshi berdiri dengan anggun, mata putihnya berkilau terang, memanipulasi elemen api untuk melindungi dirinya dan Baizhu. Setiap gerakan Jinshi penuh kehati-hatian, namun juga menunjukkan kekuatan yang luar biasa.

"Baizhu!" teriak Jinshi, matanya penuh konsentrasi. "Kita harus bekerja sama, serang dengan bersamaan, atau kita tidak akan bisa bertahan!"

Baizhu mengangguk, mengerti bahwa ini bukan saatnya untuk ragu. Dengan gerakan yang cepat, ia melompat ke depan, pedangnya terangkat tinggi, siap untuk menyerang. Namun, Nyxaroth Primus yang jauh lebih besar dan lebih kuat, melangkah maju dengan kekuatan yang mengguncang tanah di bawah kaki mereka. Dengan sekali gerakan, cakar besar makhluk itu menghantam ke arah Baizhu, memaksa pria itu mundur dengan cepat.

"Dia terlalu kuat!" Baizhu menggeram, berusaha menghindar. Namun, cakar Nyxaroth Primus menghantam tanah dengan ledakan, memaksa Baizhu terpelanting ke samping.

Jinshi segera bergerak, mengarahkan energi api ke arah Nyxaroth Primus. Api menyala dari tangannya, membentuk peluru api yang besar dan menyilaukan. "Mundur, Baizhu!" teriaknya, mengarahkan serangan ke makhluk itu. Peluru api itu terbang dengan cepat, menabrak tubuh Nyxaroth Primus dan meledak dengan kekuatan yang cukup besar. Namun, seolah tidak merasa sakit, Nyxaroth hanya mendengus dan mengayunkan cakarnya dengan lebih cepat.

"Tahan dia, Jinshi!" Baizhu teriak, mencoba untuk kembali bangkit meskipun tubuhnya kesakitan. "Kita harus menyerang secara bersamaan!"

Namun, saat serangan Jinshi mengenai Nyxaroth Primus, makhluk itu hanya tertawa sinis. Tanpa ampun, dia bergerak maju dan memukul Jinshi dengan cakarnya yang raksasa, mengirimkan wanita itu terpelanting ke tanah. Tubuhnya terhuyung, namun dia cepat bangkit, mata putihnya berkilau dengan intensitas yang bahkan Baizhu belum pernah lihat sebelumnya.

“Tidak ada yang bisa menghentikanku!” teriak Nyxaroth Primus dengan suara yang dalam dan menggema. "Kalian hanyalah penghalang dalam perjalanan kehancuran!"

Baizhu bergegas maju dengan penuh tekad, namun sebelum ia bisa menyerang, makhluk itu kembali berputar, menyambar Baizhu dengan cakar lainnya. Baizhu mengangkat pedangnya untuk melindungi dirinya, namun serangan itu membuat tubuhnya terlempar ke belakang, terhantam dengan keras ke tanah.

Jinshi tidak bisa hanya diam. Melihat Baizhu terpelanting, dia segera melompat ke depan, memanfaatkan kekuatan sihir api yang lebih kuat, menciptakan api yang mengelilinginya. Dengan seruan, dia mengarahkan bola api besar ke tubuh Nyxaroth Primus. Api itu menyelimuti makhluk itu dengan kekuatan yang seharusnya bisa menghancurkannya, namun Nyxaroth Primus hanya menggeram, sedikit terguncang namun tetap berdiri kokoh.

"Kau pikir itu cukup untuk menghentikanku?" teriak Nyxaroth Primus, mengayunkan tangannya dengan kejam ke arah Jinshi.

Jinshi dengan cepat melompat mundur, menghindari serangan tersebut. Namun, Baizhu yang sudah kembali berdiri, melancarkan serangan lain dengan pedangnya. "Kita harus mengalahkannya sekarang! Jinshi, serang dari sisi kiri!" Baizhu memberi perintah dengan nada yang tegas, suara penuh kekesalan.

Jinshi mengangguk, memanipulasi api sekali lagi, kali ini lebih besar dan lebih panas dari sebelumnya. Api itu memancar ke arah Nyxaroth Primus, namun makhluk itu dengan mudah mengangkat salah satu cakarnya dan menangkis serangan Jinshi, membuat api itu meleset dan meledak di udara.

"Bagaimana mungkin?" Baizhu mendesis, kekesalan yang semakin terlihat di wajahnya. "Kekuatan ini... terlalu besar..."

Jinshi dan Baizhu terlihat terdesak, terjebak dalam pertempuran yang tampaknya tak akan pernah berakhir. Mereka menyerang, namun setiap serangan yang mereka lancarkan hanya dihancurkan oleh kekuatan gelap Nyxaroth Primus. Tak hanya itu, energi mereka pun semakin terkuras, tubuh mereka lelah dan penuh luka, dan makhluk itu hanya semakin kuat.

Tiba-tiba, sebuah ledakan besar terdengar dari arah mereka, menyentakkan tanah dengan keras. Sebuah suara menggema dari dalam hutan.

“Kalian tidak akan menang.”

Nyxaroth Primus mengangkat tubuh besar dan berdiri tegak, memandang mereka dengan senyum lebar dan penuh kebencian. "Aku akan mengakhiri segalanya di sini dan sekarang."

Baizhu dan Jinshi, meskipun mereka berusaha bertahan, bisa merasakan tubuh mereka semakin lelah. Jinshi meraih tangan Baizhu, mencoba memberikan kekuatan yang tersisa melalui sihirnya. "Baizhu... kita tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Jika kita tidak melakukan sesuatu sekarang..."

Namun sebelum mereka bisa melanjutkan, sebuah bayangan melesat dengan kecepatan luar biasa. Sebuah sosok datang seperti kilat, melompat ke tengah pertempuran dengan kekuatan yang luar biasa. Fabio, yang tiba-tiba muncul di depan mereka, dengan senyum tipis yang penuh ketegasan, melesat di udara, menyerang Nyxaroth Primus dengan kekuatan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

"Kau tidak akan lagi merusak apa pun!" teriak Fabio, suaranya penuh dengan kemarahan yang mendalam.

Baizhu, Jinshi, dan Thalysa terkejut. Mereka melihat Fabio dengan mata yang penuh keheranan—pria yang baru saja terbangun dari pingsannya, kini berdiri di depan mereka dengan aura yang begitu kuat dan penuh tekad. Fabio, dengan gerakan cepat, menarik senjata dari ikat pinggangnya—senjata yang terbuat dari bahan tak dikenal, sebuah Khompes, dengan desain yang begitu tajam dan kuat, seolah memiliki kekuatan yang tak terduga.

"Ini saatnya!" Fabio berteriak, melesat dengan penuh keberanian. "Aku akan mengakhiri ini!"

Ketegangan di udara semakin terasa saat Fabio melesat ke tengah pertempuran, senjata di tangannya bersinar dengan kekuatan yang luar biasa. Nyxaroth Primus, yang sedang berhadapan dengan Baizhu dan Jinshi, mendongak, matanya yang penuh amarah kini tertuju pada Fabio yang baru saja muncul.

Serangan besar yang dilancarkan oleh Nyxaroth Primus sebelumnya mengguncang tanah, dan ketika Fabio melesat maju, suasana menjadi semakin panas. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, dan bayangannya menutupi seluruh medan pertempuran seolah-olah makhluk itu bisa mematahkan harapan mereka dalam sekejap. Namun, Fabio, yang baru saja bangkit dari keterpurukannya, kini menghadapi makhluk itu dengan tekad yang membara, meskipun tubuhnya masih lemah dan energinya hampir habis.

"Kau... tidak akan menang!" teriak Fabio, suaranya penuh keberanian yang membuat udara di sekitarnya terasa lebih tegang. Senjatanya yang berbentuk Khompes, sejenis pedang dengan ujung seperti kapak dan bercahaya, berkilauan dengan kekuatan yang tampaknya datang dari sumber yang tidak mereka ketahui. Bahan senjata itu terasa asing, seperti bukan dari dunia ini, memancarkan aura yang sangat berbeda dari apapun yang pernah mereka lihat.

Baizhu dan Jinshi berhenti sejenak, tertegun oleh kemunculan Fabio. Mereka bisa merasakan perubahan yang tiba-tiba pada dirinya—sebuah kekuatan baru yang sangat berbeda dari sebelumnya. Tidak hanya itu, senjata yang ia pegang tampak seperti mengandung kekuatan yang mampu merobek kekuatan gelap Nyxaroth Primus.

"Fabio..." Baizhu bergumam, matanya penuh kebingungan dan kekaguman. "Apa itu...?"

"Hati-hati!" Jinshi memperingatkan, matanya terbuka lebar saat melihat Fabio melompat ke udara, menyerang Nyxaroth Primus dengan kecepatan yang luar biasa. Dalam sekejap, Fabio berada tepat di atas makhluk raksasa itu, senjata Khompes yang terangkat tinggi, siap untuk menghujamkan kekuatannya.

Nyxaroth Primus, yang merasakan ancaman yang datang dengan cepat, mengeluarkan suara geraman yang mengguncang udara. Dengan gerakan cepat, ia mengayunkan cakarnya yang besar, berusaha menghalangi serangan Fabio. Namun, Fabio melesat dengan sangat cepat, menghindari serangan itu dengan kelincahan yang luar biasa. Tubuhnya terbang seakan meluncur di udara, gerakannya seolah tidak terbatas oleh hukum fisika.

"Kau tidak akan menghentikanku!" teriak Nyxaroth Primus, seraya melanjutkan serangannya. Namun, Fabio sudah berada di atasnya, senjata Khompes yang berkilau di tangannya bersiap untuk menghujamkan pukulan yang mematikan.

Dengan kecepatan yang tak terduga, Fabio melancarkan serangannya ke jantung Nyxaroth Primus. Senjata itu menembus kulit makhluk itu, dan tubuh raksasa itu terhuyung mundur, merasakan betapa tajam dan kuatnya serangan tersebut. Darah hitam mulai mengalir dari luka besar yang diderita oleh Nyxaroth, tapi makhluk itu hanya menggeram marah, tak merasa cukup untuk dihentikan.

Baizhu dan Jinshi, yang mengamati pertempuran dengan perasaan campur aduk, terkejut oleh kecepatan dan kekuatan serangan Fabio. "Dia... dia bukan Fabio yang kita kenal!" Baizhu berbisik, matanya lebar, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat.

"Senjata itu... itu bukan senjata biasa," Jinshi menambahkan, ekspresinya penuh kebingungan dan rasa hormat yang mendalam. "Itu lebih kuat daripada apa yang kita tahu. Tapi... dari mana dia mendapatkannya?"

Nyxaroth Primus mengeluarkan teriakan marah yang menggetarkan tanah di bawah mereka. "KAU!" makhluk itu berteriak dengan suara yang menggema. "Kau tidak bisa mengalahkanku! Aku adalah pemimpin dari semua Nyxaroth!"

Namun, Fabio tidak gentar. Dengan senjata yang masih terangkat tinggi, dia mengarahkannya langsung ke tubuh Nyxaroth Primus, yang kini mulai terhuyung, semakin lemah. "Aku tidak akan memberi kesempatan padamu untuk menghancurkan lebih banyak lagi," ujar Fabio dengan suara penuh tekad, meskipun tubuhnya sudah terlihat lelah dan terengah-engah.

Di saat yang sama, energi dari tubuh Fabio tampaknya memancar keluar, memancarkan cahaya yang semakin terang, seolah menguasai kekuatan yang lebih besar daripada yang dapat dia kontrol. Senjata Khompes di tangannya menyala dengan terang, dan, meskipun tubuhnya hampir tidak mampu bergerak lagi, dia terus maju, mengerahkan semua kekuatannya.

Dengan satu gerakan yang sangat kuat, Fabio mengayunkan senjatanya ke arah Nyxaroth Primus. Tubuh makhluk itu terhantam, dan luka besar menganga di tubuhnya, menyebabkan darah hitam menyembur keluar. Namun, meskipun terluka parah, Nyxaroth Primus tidak jatuh begitu saja. Tubuhnya bergetar, dan dengan suara yang penuh kebencian, ia teriak lagi, "KAU ZERO!"

"Bagaimana bisa kau ada di sini sekarang?!" teriak Nyxaroth Primus, matanya menyala dengan kemarahan yang tak terbendung. "Tuanku sudah membunuhmu lima ratus tahun yang lalu! Kau tidak bisa kembali!"

Dengan teriakan yang menggema, tubuh Nyxaroth Primus terguncang. Fabio, yang tidak terpengaruh oleh makhluk itu, terus melancarkan serangannya, meskipun ia mulai merasa kelelahan yang sangat dalam. Serangan demi serangan menghujam tubuh Nyxaroth, memotong bagian demi bagian dari tubuh raksasa itu.

Jinshi, Baizhu, dan Thalysa mengamati dengan mata terbelalak, kebingungan dan ketakutan bercampur aduk di dalam diri mereka. Zero? Siapa sebenarnya Fabio?

Dengan satu serangan terakhir yang sangat kuat, Fabio mengayunkan Khompes dan menembus tubuh Nyxaroth Primus, menghancurkan tubuh raksasa itu hingga menjadi separuh tubuh yang tersisa. Darah hitam berceceran, dan tubuh makhluk itu terjatuh ke tanah dengan suara gemuruh yang menggetarkan tanah.

Namun, ketika mereka bertiga merasa bahwa pertempuran ini sudah berakhir, sebuah tawa besar terdengar, menggema di sekitar mereka. Nyxaroth Primus, meskipun tubuhnya hancur, mulai tertawa dengan suara yang sangat besar dan melengking.

"INI BELUM BERAKHIR!" teriak Nyxaroth Primus, matanya menyala dengan kebencian yang tak terhingga. "HAHAHAHA! INI BELUM BERAKHIR, FABIOOOO!"

Tawa itu menggema seakan berasal dari seluruh hutan. Kemudian, tubuh Nyxaroth Primus hancur menjadi abu, tertiup angin yang tiba-tiba datang. Namun, mereka bertiga (Baizhu, Jinshi, dan Thalysa) menyadari bahwa itu bukan tubuh utamanya—itu hanya sebuah klon.

"Ini belum berakhir..." Baizhu bergumam dengan ekspresi serius, matanya penuh peringatan. "Nyxaroth Primus belum kalah."

Jinshi menghela napas panjang, mengerutkan kening. "Tapi... kita berhasil menghentikan klon ini... untuk sekarang."

Mereka bertiga merasa lega, namun ada ketidakpastian yang tersisa di dalam hati mereka. Fabio, meskipun berdiri di tengah-tengah mereka dengan wajah yang tak terbaca, tidak mengatakan apa-apa. Tubuhnya terasa sangat lelah setelah pertempuran yang luar biasa itu.

Namun, yang mereka tidak tahu adalah bahwa Fabio masih terjebak dalam kelelahan yang sangat dalam. Saat mereka melihatnya berdiri diam, Thalysa dan Jinshi menghampiri Fabio dengan hati-hati, kecemasan mulai menyelimuti mereka.

"Fabio..." Thalysa berbisik, suaranya lembut. Namun tidak ada respons.

Fabio berdiri, tetapi matanya kosong. Sebelum mereka bisa bertanya lebih lanjut, tubuh Fabio tiba-tiba goyah, dan ia jatuh pingsan, terjatuh ke tanah dalam keadaan tak sadarkan diri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Retore

    Langit Abyysal tak pernah benar-benar gelap, tapi juga tak pernah membawa cahaya. Ia membusuk, seperti luka terbuka yang tidak pernah sembuh. Asap kelabu menggantung tanpa arah, dan bumi di bawah kaki Fabio terasa tidak nyata—seolah setiap langkah hanya membawanya lebih dalam ke dalam kehampaan, bukan ke permukaan.Namun kali ini, ia tidak mencoba masuk lebih dalam. Ia mencoba keluar.Di belakangnya, masih terdengar napas panik Thalysa dan suara serak K yang mencoba menahan luka barunya. Mereka hanya selangkah lagi dari mulut Abyysal, satu loncatan dari kebebasan, dari dunia nyata, dari cahaya yang meski semu, tetap lebih hangat daripada kekosongan ini.Lalu udara berhenti.Tidak, bukan hanya udara—waktu berhenti. Suara berhenti. Gerak berhenti. Bahkan detakan jantung Fabio pun terasa tercekik, digenggam oleh sesuatu yang tak kasatmata.Lalu terdengar suara itu."Lambat sekali, adikku."Langkah-langkah lembut seperti serpihan pasir yang berguguran. Fabio berbalik, dan di ambang kabut

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 4 Chapter 3: Desa Nyxaroth

    Matahari tidak benar-benar bersinar di atas Benua Iblis—yang menggantung di langit hanyalah semburat merah darah yang tersaring debu dan ampas waktu. Langit tampak seperti luka yang belum sembuh. Di bawahnya, tiga sosok berjalan menuruni lereng berbatu menuju sebuah lembah tersembunyi, dibatasi oleh tebing-tebing tinggi yang menjulang seperti gigi raksasa. Di sanalah, Desa Karowai berdiri—jika tempat ini bisa disebut ‘berdiri’.Fabio dan Thalysa diam membisu. Sejak perjalanan dimulai, K tidak banyak bicara, dan mereka pun tak mendesaknya. Gurun yang mereka lewati seperti menelan suara, dan setiap langkah hanya disertai oleh desir angin yang membawa bisikan. Seperti tangisan yang sudah lama mati, namun belum benar-benar menghilang.Desa Karowai bukanlah desa dalam pengertian manusia. Tidak ada bangunan rapi, tidak ada rumah berbentuk. Yang ada hanyalah struktur batu besar yang menyembul dari tanah seperti tulang-tulang purba, tempat Nyxaroth dari berbagai bentuk bersandar, bermeditasi,

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 4 Chapter 2: Ramalan Lainnya

    Langit Benua Iblis masih menggantung kelabu ketika mereka meninggalkan tempat perkemahan sementara. Pasir kasar bergesekan di bawah sepatu mereka, dan angin dingin dari utara sesekali membawa bau tanah terbakar yang tidak bisa dijelaskan asalnya. “Dari sini, kita akan berjalan ke arah utara selama setidaknya empat jam,” ucap K dengan nada pasti, matanya menatap lurus ke depan. "Barulah kita sampai di desaku." Langkah mereka perlahan, namun mantap, membelah jalur sunyi yang hanya ditandai jejak-jejak makhluk yang telah lama berlalu. Tidak ada rambu, tidak ada jalan. Hanya reruntuhan dan patahan batu yang menjadi penanda bahwa peradaban pernah mencoba tinggal di tanah yang tak kenal ampun ini.Perjalanan mereka tidak benar-benar tenang. Beberapa kali, mereka harus menghadapi mutan Nyxaroth yang mengendap dari balik pasir atau merayap dari celah tanah. Tidak ada bentuk yang konsisten—beberapa memiliki kulit sekeras baja, yang lain lidah bercabang dan penglihatan yang menusuk jiwa. Salah

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 4 Chapter 1: Nyxaroth dari Karowai

    Malam di gurun Benua Iblis tak pernah ramah. Udara dingin menggigit kulit, dan pasir yang tertiup angin menggores wajah seperti jarum halus. Di kejauhan, langit hitam yang tak berbintang menggantung diam—seolah-olah langit sendiri menahan napas, menunggu sesuatu untuk pecah. Fabio dan Thalysa menyalakan api kecil, cukup untuk memberi cahaya dan sedikit kehangatan, namun tidak cukup besar untuk menarik perhatian. Atau begitulah mereka kira. Hanya dalam sekejap mata, kesunyian itu terkoyak. Bayangan tak bernama melintas di sekitar mereka, samar dan cepat. Thalysa sudah berdiri dengan sihir di ujung jarinya, sementara Fabio mencabut pedangnya, tubuhnya kaku seperti batu, matanya menyapu gurun yang hening. Ia melihatnya—cahaya samar dari kristal merah yang bersinar dari dalam pasir, bergerak seirama napas makhluk yang tidak pernah seharusnya ada. “Bunglon?” Thalysa berbisik, kaget melihat kulit makhluk itu berubah-ubah, menyatu dengan gurun. “Nyxaroth,” jawab Fabio datar. “Tapi… berb

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Codex Benua Tengah: Etherian dan Tanah Para Dewa

    Benua Tengah, yang sering dijuluki sebagai "Etherian" atau "Tanah Para Dewa", merupakan wilayah yang sangat luas dan kaya akan keragaman geografis, budaya, serta spiritualitas. Dalam sejarah panjang Aetherian, Benua Tengah telah lama dianggap sebagai pusat peradaban tertua dan tempat kelahiran para kerajaan besar yang mengukir dunia dengan sihir, teknologi kuno, dan pemikiran tinggi. Julukan “Tanah Para Dewa” tidak sekadar simbolik; melainkan mencerminkan keyakinan kuno bahwa para makhluk agung pertama—baik dari langit maupun dari dalam Aether itu sendiri—pernah menjejakkan kaki di tanah ini, membentuk jejak kekuasaan yang masih terasa hingga hari ini.Secara geografis, Benua Tengah terbagi menjadi berbagai zona ekologis dan struktural yang memberikan tantangan sekaligus kekayaan tersendiri bagi para penghuninya. Di bagian utara terdapat pegunungan tinggi seperti Krinci dan Deretan Pegunungan Thalon, yang membentang dari barat hingga timur, membentuk tulang punggung benua dan menjadi

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Codex Benua Iblis: Etherian dan Tanah Tanpa Harapan

    Angin panas berhembus perlahan melewati jendela kayu penginapan yang menghadap ke arah selatan kota Ebonhold. Saat matahari tergelincir pelan di atas cakrawala berwarna tembaga, Fabio duduk di kursi tua, membuka lembar demi lembar gulungan peta dan dokumen yang mereka temukan selama perjalanan. Thalysa, duduk tak jauh darinya, menyandarkan dagu di atas tangannya, matanya menyusuri garis-garis lengkung pada peta yang menggambarkan benua yang sedang mereka tapaki—Benua Iblis, tanah yang telah lama hanya disebut-sebut dalam cerita buruk dan bisikan tak berani. Malam itu tidak diisi dengan pembicaraan tentang bahaya atau kematian, melainkan percakapan pelan yang penuh dengan rasa ingin tahu. Mereka tidak sedang bersiap untuk perang atau ritual, tetapi mencoba memahami tanah tempat mereka kini berdiri.Dengan luas mencapai 9,2 juta kilometer persegi, Benua Iblis hampir menyamai ukuran Benua Utama, rumah bagi Thalos, Valtor, dan berbagai peradaban besar lainnya yang telah berdiri sejak zaman

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status