Home / Romansa / 06.06 / 02. Accident

Share

02. Accident

Author: Snowbel
last update Last Updated: 2021-09-08 18:24:13

"Kak, ini sudah benar?" tanya Gavin, anak kelas 3 itu menunjukkan hasil kerjanya. Cea tersenyum, "Pintar sekali, padahal baru diajarin satu kali!" seru Cea kagum, ia semakin gemas ketika anak didepannya tersipu malu. Ingin rasanya Cea mencubit dan memakan pipi gembul anak itu, tapi ia tahan jika kebablasan sama saja dengan menyerahkan nyawanya kepada Gravano.

Cea memandang ke arah jendela dan melihat awan yang mulai menghitam, "Gavin, ini kakak kasih soal sepuluh, besok kakak check jika benar semua kakak kasih kamu hadiah, kamu suka apa?" tanya Cea menatap gemas ke arah anak yang sedang mencoba berpikir itu.

"Gavin suka matahari, Kak!" serunya semangat, Cea mengangguk mengerti.  "Kakak pulang sekarang, besok kita bertemu lagi, okay?" ucap Cea sambil membantu Gavin membereskan alat tulisnya, Bunda GavinㅡVera menghampiri mereka.

"Sudah selesai?" tanyanya, Cea mengangguk lantas tersenyum. "Pulangnya diantar Gravano, dia sudah menunggu di depan." ucapnya.

Cea terdiam sejenak, "Aku naik angkutan umum saja, Bu." elaknya, "Jangan pulang sendirian ini sudah malam dan jangan panggil Ibu, panggil Bunda saja, okay?" ucapnya sambil mengelus puncak kepala Cea, seketika Cea ingin menangis tetapi ia malu, jadi ia segera bergegas menyetujui jika Gravano akan mengantarkannya.

"Lama banget!" ketus Gravano, Cea hanya menunduk dan tak menggubris ucapan pria didepannya ini, ia langsung duduk tak lupa ia terus membawa jaket dan tas Gravano niatnya ia akan mencucinya terlebih dahulu.

"Rumah lo dimana?" tanya Gravano, Cea menjelaskan singkat ia tidak banyak bicara saat ini ia hanya butuh tempat sunyi untuk ia mencurahkan semua rasa sakit dan sedihnya. Ia rindu Ibunya, sangat rindu.

Setelah sampai di lokasi tujuan, Cea langsung turun, "Tas sama jaketnya Cea cuci dulu, besok Cea kembalikan, terima kasih." ucap Cea sambil berlalu, ia tetap menunduk membuat Gravano bingung seketika, dengan menepis rasa bingungnya Gravano langsung berniat pulang kerumahnya sebelum melihat langkah Cea yang terhenti di depan wanita yang sepertinya sudah berumur.

"Bibi, mana Ibu?!" tanya Cea, suaranya gemetar. Gravano hanya diam tak bergeming, ia semakin penasaran dengan gadis dan orang-orang disekitarnya itu.

"Kau masih saja bertanya tentang dia, kau tahu dia meninggalkanmu karena kau adalah aib untuknya, bersyukur nenekmu masih menerimamu, sekarang aku tinggal disini dan turuti perintahku!" Tubuh ringkih Cea didorong kencang oleh sang Bibi membuat tubuhnya limbung dan akhirnya terjatuh dengan siku yang menopang tubuhnya.

Cea menangis dalam diam, ia segera berdiri dan menepuk tas beserta jaket milik Gravano yang sedikit kotor, ia mengubah posisi tasnya menjadi ke depan sehingga ia bisa memeluk tas tersebut. Ia menyandarkan diri di tembok lalu membenturkan kepala bagian belakangnya berulang kali sambil terisak pedih. Kenapa harus menimpa dirinya? Sungguh, ia hanya ingin bertemu Ibunya untuk sang Ayah, beliau telah meninggalkan dunia untuk selama-lamanya.

"Kau ingin otakmu hancur lalu kau tidak bisa menjadi guru untuk Gavin?!" seru Gravano yang tiba-tiba menahan kepala Cea yang akan Cea benturkan, Cea sangat terkejut ia sampai tidak sadar jika Gravano belum beranjak pergi, ia mengusap air matanya cepat lalu tersenyum, "Tenang, Cea punya otak cadangan." ujarnya membuat Gravano mengusap wajahnya kasar tidak habis pikir dengan gadis didepannya ini.

"Cea masuk dulu, hati-hati!" seru Cea riang, kali ini Gravano menjadi lebih bingung kenapa mudah sekali suasana hati gadis itu membaik setelah perkataan yang tidak pantas diujarkan padanya. Tapi lagi dan lagi Gravano menepis pemikirannya itu, untuk apa dia peduli kepada Cea? "Dasar lemah!" geram Gravano, ia langsung pergi menjauh dari kawasan itu dan langsung pulang kerumahnya.

Cea mengerjapkan matanya saat suara dering alarm membangunkan mimpi indahnya, ia merasa sangat pusing pasalnya ia menangis hingga tertidur bahkan ia tidak sempat untuk mengisi perutnya. Mata sembab menghiasi penampilan gadis bermata bulat dan berpipi tembam itu, ia menghembuskan napas kasar, "Hari ini akan lebih bahagia dari kemari, semangat!" seru Cea menyemangati dirinya sendiri.

"Nenek, Cea berangkat, ya!" ucap Cea sambil tersenyum lebar, "Tidak sarapan dulu?" tanya sang Nenek, Cea menggeleng, pasalnya jika ia makan pasti stok beras akan habis sebelum waktunya apalagi sekarang ditambah dengan adanya sang BibiㅡVania.

"Cea, kesini!" teriakan Vania membuat Cea segera menghampirinya, "Kau jemur semua ini, cepat!" ucap sang Bibi, Cea menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 7 ia pasti akan terlambat hari ini.

Gadis itu merengek selama 10 menit namun tetap security tidak bisa memberikannya akses untuk masuk, "Pak, Cea mohon, please." bahkan wajahnya sudah ia buat semenggemaskan mungkin, ia meniup poninya asal, lalu membuat puppy eyes namun tetap saja securityㅡPak Soni itu tidak mau membuka gerbangnya.

"Jahat banget, huwa!" Cea mencebikkan bibirnya sebal, ia menghentakkan kakinya tanda ia sedang kesal, ia lalu duduk di halte bus. "Masa disini seharian, huw-"

Teriakan Cea diredam oleh sebuah roti tawar isi cokelat yang disumpalkan paksa oleh oknum yang mengantarnya semalam, "Berisik banget telat juga!" ucapnya sewot.

"Eung?" tanya Cea bingung, matanya berkedip polos, sedetik kemudian ia tersadar jika ia sudah telat. Apakah Gravano juga telat? Kenapa wajahnya sangat santai, bahkan kelewat santai.

"I-ini jaket sama tas yang kemarin, sudah Cea cuci, sudah wangi juga." ucapnya.

"Bener wangi?" tanya Gravano meremehkan Cea, Cea ingin sekali memukul pria didepannya ini, kenapa ia terlihat semakin menyebalkan. Gravano mengendus jaketnya dan memang wangi, wangi bayi, tapi Gravano menyukainya.

Cea perlahan menjaga jarak dari Gravano yang terduduk disampingnya, lalu ia mengayunkan kakinya yang tidak bisa mencapai tanah saat ia duduk di kursi halte, sebegitu pendeknya kaki Cea. Ia menatap langit yang snagat cerah, seperti teringat sesuatu Cea langsung berlari meninggalkan Gravano yang masih terlena karena wangi bedak bayi begitu ketara dijaketnya.

"Pak, ini berapa?" tanya Cea sambil menunjuk gantungan berbentuk matahari, "Itu lima belas ribu." Cea langsung mengeluarkan uang pas, "Terima kasih, Pak!" ujar Cea, ia kembali menunggu di halte bus untung saja ada pedagang yang menjual gantungan lucu seperti in, pasti Gavin suka. Pasti.

"Wangi enggak?" tanya Cea memastikan, pasalnya ia sedikit ngeri dengan tingkah Gravano yang belum selesai mencium aroma jaketnya itu. Gravano yang melihat tatapan Cea bingung dengan sesegera mungkin memasang wajah datarnya.

"Kenapa, ada apa?!"

Cea menggeleng lantas mengalihkan netranya untuk mencari hal yang lebih menyenangkan daripada menunggu hingga jam pulang tiba, ia bosan, sangat. Matanya membulat ketika melihat baby stroller melaju begitu saja sedangkan mobil melaju kencang berlawanan arah.

"Awas!" teriak Cea, ia menarik baby stroller dengan cepat lalu mendorong ke arah wanita yang sedang berteriak tanpa memperhatikan situasinya sekarang, Cea tersenyum saat ibu bayi itu mengecup anaknya senang hingga pekikan Gravano membuat Cea tersadar.

"Aaaaa!"

Tubuh Cea terpental beberapa meter, Gravano berlari menghampiri Cea dengan jantung yang berdebar kencang bahkan napasnya tercekat saat suara mobil itu menghantam tubuh Cea. "Lo enggak apa-apa?!" tanya Gravano panik, Cea tersenyum lebar, "Ini buat Gavin." ucapnya menahan sakit, ia merogoh saku seragamnya dan memberikan gantungan berbentuk matahari lalu semuanya menjadi gelap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 06.06   25. Scandal

    Cea menghembuskan napasnya jengah, sekarang total sudah 1 minggu sejak kejadian kemarin, namun ia belum bertemu lagi dengan sang Ibu. Ia mengaduk milkshake vanilanya sambil sedikit bercengkrama dengan para sahabatnya, walaupun Cea hanya akan tertawa."Ariana di kelas bagaimana?" tanya Letta."Baik-baik saja, Cea sudah bilang dia minta maaf waktu itu, jadi enggak akan ganggu Cea lagi."Letta mengangguk, "Benar juga,""Eh, aku ada kelas, duluan, ya!" seru Letta tergesa-gesa.Kini hanya tersisa Cea dan Sean, sedangkan Gravano belum kembali dari kelas sebelumnya. Mereka berdua hanya diam fokus dengan pekerjaan masing-masing, beberapa kali Sean akan bertanya namun Sean lebih banyak diam dan mengerjakan tugasnya."Aw!" Cea berteriak saat merasakan bibirnya berdarah karena ujung sedotan yang runcing, "Berdarah?" tanya Cea sambil membuka sedikit mulutnya.Sean mendekat dan melihatnya, "Hanya sedikit," ucapnya.Cea mengangguk lalu berla

  • 06.06   24. Vania

    Vania menarik Cea ke parkiran klinik, "Kau berteman dengannya?" tanya Vania, Cea hanya mengangguk ia tidak ingin sekalipun menjawab pertanyaan yang dilontarkan oelh Vania."Kau dekat dengan keluarganya?"Cea menatap Vania tajam, "Bukan urusanmu, sekarang katakan apa yang membuatmu datang kesini?"Cea tahu, Vania tidak akan datang ke tempat seperti ini, walaupun Ibunya sendiri sedang di rawat. Entah apa alasannya, hanya Vania yang tahu."Kau bertemu dengan Ibumu?""Iya," jawab Cea singkat."Woah, bagaimana dia bisa kemari, berani sekali.""Memangnya kenapa?" tanya Cea."Ah, bukan apa-apa, hanya saja jika ia kembali kesini berarti ia siap mempertaruhkan semuanya, termasuk nyawanya."Mata Cea terbuka lebar, "Apa yang kau katakan?!"Vania tertawa, sesaat sebelum ia mencekik leher Cea kencang, "Kau ditakdirkan terlalu bahagia, aku tidak menyukainya," ucap Vania tajam, lalu menghempaskan Cea begitu saja.Cea meng

  • 06.06   23. Time

    "Kenapa?"Cea menggeleng, ia hanya menyesap teh manis hangat yang diberikan Gravano padanya. Sedangkan Gravano menghela napasnya, baik, ini bukan waktu yang tepat untuk mendengarkan Cea bercerita."Baby?"Cea menatap tajam ke arah Gravano, "Manggil siapa?" tanya Cea sewot."Baby, mau cokelat?" tanya Gravano sambil melambaikan dua cokelat chungky bar.Mata Cea berbinar, tetapi apa tadi, Baby? Cea membuang wajahnya malas, ia terus menyesap teh manis hangat sambil memperhatikan kotak yang sudah dirapikan oleh Gravano."Baby?""...""Cea?""Hm?"Gravano tertawa, memang menggelikan jika ia memanggil dengan manis seperti itu, tetapi ia lebih senang jika melihat Cea kesal padanya daripada melihat Cea menangis seperti tadi. "Baby, mau cokelat?""Ya, aku bukan bayi, sana pulang!"Gravano kembali tertawa saat melihat wajah Cea yang bersemu, namun ia menahannya dan mulai berdecak sebal. Gemas, menurutnya.

  • 06.06   22. Gift

    Cea melengguh pelan saat merasakan sesuatu menempel dikeningnya, bahkan ada tetesan air yang terjatuh di pipi Cea. Ia berpikir jika itu mimpi dan tanpa pikir panjang, ia kembali melanjutkan tidurnya."Pagi," ucap Cea dengan suara khas bangun tidur, ia meregangkan tubuhnya yang pegal karena harus tidur dengan posisi duduk, hingga kakinya mengenai sebuah benda di bawah ranjang."Nenek, ini apa?" tanya Cea sambil mengangkat kotak warna biru langit itu, ia menatap pin matahari yang langsung membawanya mengingat masa lalu, ia ingat bahwa ia pernah memberikan pin ini kepada Ibunya dulu.Mata Cea memanas ia meletakkan kembali kotak itu ke bawah ranjang, lalu menatap Neneknya yang tengah tersenyum hangat. "Ini dari Ibu?" tanya Cea.Nenek hanya menggeleng, bukan ia tidak tahu, ia ingin Cea mengetahui semuanya sendiri. Ia tahu, bahkan ia sangat tahu saat Hana mencium sayang kening Cea, ia tahu."Um, Cea keluar dulu, Nek."Cea mendudukan dirinya di kur

  • 06.06   21. Grandma

    Hari sudah malam, langit sudah menggelap, seluruh manusia sedang beristirahat begitupun dengan matahari yang sudah terlelap. Seorang wanita dewasa berdiri mematung beberapa jam di depan sebuah caffe yang sekarang sudah tutup, sesuai dengan adanya tanda closed di depan pintunya."Cepat atau lambat, aku harus mengatakan yang sebenarnya. Mas, aku akan jujur kepada Cea, anak kita."Wanita itu menengadah melihat bintang yang sepertinya tidak banyak yang terlihat, air matanya sudah turun daritadi, ia merasakan sesak dan sempit mengisi rongga udaranya. Ia merindukan suaminya, ia merindukan Ibunya, dan tentu saja ia merindukan Cea."Nenek, Cea pulang!" teriak Cea dengan riang, ia berjalan cepat ke arah kamar neneknya."Nenek, Cea bawain maka- Nenek!"Sudah pukul jam 12 malam namun mata gadis manis ini enggan tertutup sama sekali, tangannya masih tertaut dengan tangan sang nenek yang tengah tertidur pulas di atas ranjang."Cea?""Nenek sudah b

  • 06.06   20. Ariana

    Gravano mengusap lembut rambut Cea yang terurai, gadis itu terlihat fokus dengan ponselnya, sesekali Cea akan memekik senang bahkan sesekali akan tertawa dan menangis."Kayak Rava, ya?"Cea hanya mendelik, "In your dream."Kini giliran Gravano yang kesal, awalnya Cea mengajak ia pergi ke kedai es krim karena ingin mencoba es krim rasa baru, namun kenyataannya gadis itu malah asik melihat idolanya yang tengah menari sambil menyanyi."Cea, Rava mau pulang," ucap Rava.Cea meletakkan ponselnya lalu menahan Rava yang sudah beranjak, "Okay, Cea makan, jangan pergi!" seru Cea buru-buru, ia langsung menghabiskan satu cup es krim yang sudah setengah mencair."Pelan-pelan makannya," Cea hanya mengangguk.Letta menatap tak percaya dengan wanita yang kini tengah tersenyum miring padanya, "Jangan ganggu sahabat gue lagi!""Mari kita lihat kedepannya bagaimana, saya permisi." ucap Ariana penuh intimidasi diiringi dengan senyum liciknya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status