Share

06.06
06.06
Author: Snowbel

01. Privat Teacher

Semuanya akan menjauh saat kita rapuh.

***

Suara gebrakan membuat seisi kantin menjadi hening, sedetik kemudian cairan berwarna coklat mengalir di atas pucuk kepala gadis bermata bulat dengan pipi tembam. Latte. Cea hanya bisa menangis dalam diam saat suara tertawaan dan cacian mengisi indra pendengarannya itu.

"Kalian bisa diam enggak!" teriak seorang gadis, ia mengambil susu kotak Cea dan membukanya lebar lalu dengan cepat ia mengguyur orang yang telah mengguyur Cea sebelumnya.

"Yak! Kau berani padaku?" tanyanya dengan nada meninggi, dia adalah Ariana Glaveria primadona di SMAN IT CYANIDE, sekolah mewah dengan fasilitas luar biasa.

Gadis itu menarik Cea untuk menjauhi Ariana dan kantin, "Ayo, bersihkan dulu latte-nya." ucap Letta, Scarletta Pastelizie Beatrice, sahabat Cea satu-satunya yang tersisa setelah kasus orang tua Cea yang membuat semua teman-temannya menjauh dan mengolok-oloknya.

"Terima kasih," ucap Cea lirih, ia menerima seragam olahraga dari Letta lalu mulai mencuci rambut dan mengganti bajunya. Ia menyentuh pelan nama yang terukir di seragam bagian dada kanan, Belxaviacea Milkyta S, nama yang sangat indah namun tidak dengan kehidupannya yang sekarang.

"Cea, sudah?" suara Letta menyadarkan Cea yang tengah melamun, dengan buru-buru ia merapikan rambutnya yang masih basah lalu keluar dengan senyum lebarnya. Senyum yang tidak pernah hilang, walau ia sedang tidak baik-baik saja.

"Untung banget hari ini jadwal olahraga jadi ada baju ganti, kamu duluan, aku mau ganti baju dulu." ucap Letta sambil masuk ke dalam kamar mandi, Cea menatap langit yang teramat cerah, matahari seperti berada tepat di atas kepalanya membuat rambut Cea yang basah berangsur kering.

Cea menatap ke arah lapang dengan pandangan kosong, ia sedang terduduk sendiri di sebuah kursi, ia teringat sebelum tragedi itu ia akan selalu bercanda tawa dengan teman-temannya yang lain saat Letta sedang bermain bulu tangkis. Namun, sekarang ia harus menerima kenyataan pahit jika teman-temannya yang lain hanya memandang tingkat kekayaan seseorang untuk dijadikan teman.

"Cea, sini main!" teriak Letta sambil melambaikan raket, Cea tersenyum dan langsung menghampiri Letta. Mereka mulai bermain dengan saling melemparkan tawa, mereka sangat menikmati permainan di bawah terik matahari membuat bulir-bulir keringat bercucuran dengan bebas.

"Permisi, aku mau ikut main." Letta dan Cea menatap pria itu, Sean Dylan Nathaniel. Letta langsung tersipu saat tangan Sean mengusap pucuk kepalanya gemas.

Cea yang melihat pemandangan didepannya hanya terkekeh, ia memundurkan tubuhnya untuk mengistirahatkan tubuhnya sebentar, tanpa melihat ke belakang Cea terus melangkah mundur hingga dada bidang seorang pria bertubrukan dengan kepalanya. Sedetik kemudian tubuh Cea terdorong karena ulah pria dibelakangnya membuat Cea hampir terjatuh.

"Kalau jalan itu ke depan, bodoh!" ucap pria itu sambil menoyor kepala Cea, "Kau sangat tidak sopan Tuan Gravano!" ucap Letta tajam kepada Gravano Axander Valery, sahabat dari Sean.

"Sudah, Cea enggak kenapa-kenapa." lerai Cea sambil tersenyum simpul, Gravano melihat Cea dengan tatapan tidak sukanya, "Apa banget!" ucap Gravano sambil melenggang pergi sementara Cea juga melangkahkan kaki untuk duduk kembali di kursi lapangan sambil menunggu jam pulang tiba.

Jam pulang sudah tiba, Cea dan Letta mengemas barangnya masing-masing, "Pulang sama siapa?" tanya Letta kepada Cea.

"Sendiri dong!" jawab Cea antusias sambil menggendong tas-nya, namun baru saja ia berjalan seluruh isi dari tas-nya keluar begitu saja. Demi apapun Cea terkejut, begitupun Letta yang langsung mengumpulkan barang-barang Cea yang berserakan.

"Tas-nya bolong, itu bekas sayatan!" seru Letta sambil menunjuk tas Cea, semua teman-teman sekelasnya hanya melihat bahkan ada yang menertawakan dan menendang buku-buku Cea.

Cea hanya menghembuskan napasnya berat, "Eung, Letta pulang duluan itu ada Sean di depan." ucap Cea sambil melihat Arka dengan cepat berjalan kearahnya, "Ini kenapa?" tanya Arka bingung.

"Ada yang ngerusakin tas-nya Cea!" ucap Letta emosi, ia mendumal sambil memungut barang-barang Cea hingga Sean merasa gemas dan mengusap rambut Letta, "Jangan marah, sebentar ya." ucap Sean sambil berlari keluar.

Beberapa waktu kemudian ia datang sambil membawa sebuah tas, terlihat sangat familiar karena memang semua orang mengetahuinya, itu tas milik Gravano. "Pakai ini dulu," ucap Sean sambil membuka tas hitam itu, "Punya Gravano." lanjutnya saat melihat wajah Cea dan pacarnya bingung.

"Eh-eh, jangan, biar aku pakai kantung plastik ini saja!" tahan Cea, ia tidak bisa untuk berbuat seperti itu, yang ada ia akan menjadi bahan ledekan Gravano. Jujur, semua hal yang Gravano lakukan dan Gravano ucapkan, sangat menyakiti hatinya, lebih menyakitkan karena Gravano sangat membencinya sementara Cea tidak tahu alasannya.

"Lo pakai, setelah itu ikut gue, cepat!" tiba-tiba Gravano dengan tatapan tajamnya muncul begitu saja dan langsung membuat Cea panik memasukkan barang-barangnya ke tas pria itu.

Letta memegang bahu sahabatnya itu, "Hati-hati, kalau ada apa-apa bilang." ucap Letta lantas pergi menghampiri Sean, Cea dengan pelan berjalan mendekat ke arah Gravano yang tengah fokus menatap pantulan sempurnanya di kaca spion. Dasar pria.

"Mau kemana?" tanya Cea, "Banyak nanya, ayo naik!" ucap Gravano dingin, "Eung, tap-"

"Naik!" suaranya begitu menusuk ulu hati Cea dengan lelah ia menaiki jok kosong di belakang punggung Gravano, ia sedikit kesusahan dan bingung bagaimana posisi ia duduk sementara roknya terangkat begitu saja. "Kenapa lagi?" tanya Gravano yang heran dengan Cea yang terlihat gusar, ia membuka jaketnya dan langsung memberikannya kepada Cea, "Pakai, jangan jadi jalang karena kau mengekspos kakimu itu!"

Cea segera menata jaket Gravano untuk menutupi pahanya, ia menghembuskan napas kasar. Ia sangat bingung kenapa Gravano mengajaknya. Apakah Gravano akan mendorong Cea dari atas jembatan yang dibawahnya adalah sungai? Atau mungkin membawa Cea ke rooftop gedung pencakar langit lalu mendorongnya? Aish, tolong singkirkan pemikiran jeleknya saat ini. Tapi, jujur Cea takut, namun ia tidak berani untuk bertanya.

"Turun, cepat!" titah Gravano membuat Cea tersentak.

Ternyata Gravano membawa Cea ke rumahnya, mereka langsung di sambut oleh wanita paruh baya yang tersenyum lebar beserta seorang anak laki-laki yang sedang membawa buku pelajarannya. "Bun, ini temanku yang mau jadi guru privat buat Gavin, dia murid berprestasi dan pastinya dia baik, Bun!" seru Gravano semangat.

Cea tersenyum mendengar penjelasan Gravano, sedetik kemudian matanya membulat, "H-hah, g-guru pri-vat?" ucap Cea terbata, ia menunjuk ke arah dirinya sendiri. Tapi, sebelum Bundanya mengira yang tidak-tidak, Gravano langsung menarik lengan Cea dan GavinㅡAdiknya untuk langsung belajar.

"Tugas lo disini hanya menemani Gavin belajar, satu hari 4 jam, itu berlaku setiap hari kecuali hari minggu. Untuk upah itu akan diurus sama Bunda gue, jangan macam-macam disini." ucap Gravano pelan, Cea hanya mengangguk, jujur ia juga butuh pemasukan untuk memenuhi keperluannya, mengingat sang Ibu hilang entah kemana dan ia hidup dengan uang neneknya. Ia akan menerimanya, semoga ini bukan penyiksaan baru yang Gravano lakukan padanya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
ceritanya menarik padahal baru awal2.. pengen aku share ke sosmed trs tag akun author tp akunnya ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status