Share

4. Hubungan Palsu

Penulis: IamBlueRed
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-30 03:45:10

Seperempat jam menaiki mobil, akhirnya Lia sampai juga di depan fakultasnya. Handphone-nya sudah ganti, membuat Lia resmi memakai ponsel pemberian Damian hari itu juga.

"Nanti kalau udah selesai matkul bilang. Gue jemput."

"Harus? Nggak bisa pulang sendiri?" Lia yang masih di dalam mobil bertanya. Baru sehari menjadi pacar bohongan saja membuat pening. Pergi pulang kampus harus bersama lelaki itu. Ah, lelah juga padahal ia hanya duduk di dalam mobil. Pasalnya Lia kan juga punya kegiatan sendiri. Jika setiap hari direcoki malas juga.

Ah mungkin itu juga alasan Lia tidak berpacaran sampai sekarang. Pacaran itu ribet. Tidak berguna dan membuang-buang waktu saja. Sialnya demi membayar uang kuliahnya yang sudah menunggak ia jadi menghilangkan rekor menjomblo selama 20 tahun. Meskipun yang sekarang hanya pura-pura.

"Nggak. Gue mau ajak pergi soalnya," jawabnya singkat.

"Ke mana?"

"Nanti lo tahu."

Lia menghela napas. Oke. Anggap saja ini pekerjaan. Jadi pasti ada susah senangnya. Pasti ada rasa lelahnya. Sama seperti ia berkerja sebagai pramusaji sebulan yang lalu. Bedanya ini ia diberi banyak bonus dengan barang-barang mewah yang tidak pernah terpikirkan oleh Lia untuk membelinya. Hanya saja sepertinya tekanan batinnya akan lebih terasa. Hm, liat saja nanti. Semoga saja Lia kuat menjalaninya.

Detik selanjutnya Lia membuka pintu mobil, keluar dari sana. Ia menelan saliva, menatap kanan kiri saat beberapa orang melihatnya keluar. Lia lupa sesuatu sepertinya. Mobil Damian yang begitu mewah itu mencolok sekali, membuat beberapa pasang mata menoleh ke sana. Mungkin pemiliknya sama terkenalnya seperti mobilnya. Bahkan bisa jadi lebih terkenal.

"Lia! Sayang!" Damian mengeluarkan kepala dari jendela mobil.

Lia tidak mengerti, tapi ia terkaget saat Damian meneriaki namanya disusul dengan panggilan sayang. Hei, kenapa mendadak Lia merinding sekali? Lebih-lebih ketika orang-orang di sekitarnya makin menatapnya.

Detik selanjutnya ia langsung balik, melangkah mendekat ke mobil Damian. "Kenapa?"

Damian berkata pelan, membuatnya harus mengarahkan kepala lebih dekat, "Jangan bilang lo pacar bohongan gue ke siapa-siapa. Meskipun itu sahabat lo. Meskipun dia bisa jaga rahasia."

Lia tertegun. "Satu orang aja gimana? Dia sahabat gue, deket banget. Nggak mungkin dia bocorin rahasia gue."

Damian menggeleng. "No. Rahasia ini cuma ada di gue sama lo."

"Please. Beneran deh dia nggak bakal kasih tahu siapa-siapa." Lia masih mencoba menawar. Siapa tahu Damian berpikir ulang tentang larangan itu.

Damian menggeleng. Tatapannya berubah mengerikan seperti biasa. Tajam seolah akan menggores lehernya saat itu juga.

Lia lagi-lagi menghela napas. Ia tidak bisa menolak ucapan Damian lagi entah kenapa. Ah menyusahkan sekali. Ia jadi merasa tak berdaya.

Hancur sudah rencananya yang akan bercerita alias curhat pada Haikal. Astaga. Padahal ia butuh teman cerita seperti Haikal sekarang. Kenapa Damian harus melarangnya? Padahal kan sahabatnya itu tidak mungkin membocorkannya pada siapa pun. 

"Lo paham kan? Inget, jangan bilang ke siapa-siapa."

"Hm, yaudah." Lia menjawab malas. Ia kehilangan mood-nya sepagi ini. "Gue pergi dulu."

"Bentar."

Belum sempat berbalik, Damian kembali mencegahnya.

"Kenapa?"

"Deketin wajah lo."

"Hah?" Lia mengernyitkan dahi.

"Deketin wajah lo." Damian mengulang perkataannya.

Meskipun tidak paham, Lia akhirnya menuruti ucapan lelaki itu. Ia mendekatkan wajah ke jendela. Detik selanjutnya, ia dibuat melotot karena gerakan Damian yang tiba-tiba.

Cup.

Gila. Damian mengecup pipinya barusan. Di depan taman fakultas dan sialnya disaksikan banyak orang. Lelaki itu tampak biasa saja, santai sekali saat melakukannya, seolah tidak terusik dengan kenyataan bahwa ia barusan mengecup pipinya. Jangan lupakan sedikit senyumnya yang mengembang sekarang. Kemarin-kemarin saja ekspresinya selalu dingin. Itu pasti hanya akting.

Ah, lagi pula kenapa Lia mempermasalahkan sikap Damian? Itu kan tuntutan. Mereka sedang berpura-pura menjadi sepasang kekasih. Jadi, please, Lia, jangan bawa perasaan atas tingkah Damian mulai hari ini. Selain angkuh dan semena-mena, mungkin lelaki itu juga sejenis buaya darat yang mudah sekali melakukan hal itu pada perempuan.

"Gue pergi dulu," katanya, membuat Lia tersadar dari keterkejutannya.

"Ah i-iya."

Sial. Kenapa Lia jadi tebata-bata seperti itu?

Damian menaikkan kaca jendelanya. Hanya saja, sebelumnya lelaki itu terlihat melirik ke seseorang tak jauh dari mobilnya, membuat Lia ikut menoleh ke arah yang dilirik lelaki itu.

Ada seorang perempuan duduk berdekatan dengan laki-laki di bangku taman. Wanita itu tampak terkejut melihat Damian. Lia yang melihatnya menyadari sesuatu. Jangan-jangan apa yang Lia pikirkan kemarin benar? Damian ingin balas dendam kepada mantan pacarnya? Dan perempuan yang terkejut itu mantannya.

Damian belum sempat menjelaskan. Katanya nanti. Jadi yasudah, jangan pikirkan hal itu berlebihan. Mungkin itu temannya. Atau salah satu dari seseorang yang harus tahu bahwa Damian punya pacar.

"Oh ya," Damian kembali menurunkan kaca jendela mobil. "Kirim nomer rekening lo. Nanti gue transfer uang buat lo bayar kuliah," katanya.

"Ah, oke. Gue kirim rincian pembayarannya sekalian biar lo percaya."

"Nggak usah. Yang bakal gue transfer pasti lebih dari cukup."

"Hah?"

Sial. Berbicara dengan Damian membuat otaknya lagging berkali-kali.

"Oh oke," katanya setelah paham. "Kirimnya ngepas aja. Nggak usah lebih. Gue nggak mau bantuan lo yang berlebih itu jadi boomerang nantinya."

Damian tersenyum miring. "Itu bukan bantuan. Gue bayar jasa lo."

Ah benar juga. Tapi entah mengapa apa yang Damian berikan padanya lebih dari jasa yang Lia berikan. Ah belum tahu sih. Lia belum sempat membahas rencana perjanjian tertulis yang ia susun kemarin.

Detik selanjutnya Damian menutup jendela mobilnya kembali, berlalu pergi dari hadapannya.

Lia menghela napas. Ia menelan saliva ketika sadar akan tatapan orang-orang di sekitarnya. Beberapa terperangah, beberapa berbisik-bisik. Semoga saja ia tidak jadi bahan gunjingan.

Lagi pula, jika dipikir-pikir, ia kan tidak salah. Status mereka kan pacaran meskipun hanya bohongan. Jadi tidak masalah jika diantar pulang pergi atau dikecup pipi seperti tadi.

Jadi, oke, Lia, dongakkan kepalamu dan jangan gentar. Dia tidak open BO.

Lia balik kanan menuju kelasnya. Baru beberapa langkah berjalan, ia langsung berhenti ketika seseorang menghadang jalannya. Siapa lagi jika bukan Muhammad Haikal Ramadhan sahabatnya. Lia langsung mengernyit ketika Haikal menatapnya dengan sorot mata dingin.

"Apaan?"

"Jelasin tadi apa."

"Hah?" Lia berusaha mencerna ucapan Haikal. Tadi apa? Yang mana? Astaga. Kenapa Lia lelet berpikir sekali. Sahabatnya itu pasti melihatnya keluar dari mobil Damian. Dan tentu saja, ia pasti melihat Damian yang mengecup pipinya tiba-tiba.

"Ah itu... Aku..." Lia kelabakan menyusun jawaban. Sial memang. Ia belum persiapan berbohong pada Haikal. Niatnya tadi kan berterus terang sebelum akhirnya dilarang oleh Damian.

"Lo open BO beneran?" Haikal berkata kemudian.

Lia berdecak mendengarnya. "Nggak lah, Kal. Lo gila, ya? Kemarin kan gue bercanda. Najis mana mungkin gue jual diri."

"Terus tadi apa? Lo keluar dari mobil cowok? Dicium? Pakaian lo, tas lo, semuanya baru terus bermerek. Nike? Channel? Terus ... hape lo baru? Penampilan lo kenapa berubah drastis gitu?" Haikal menatapnya dari atas ke bawah, masih menyorotnya dingin.

Lia menghela napas. "Udah, jangan ngobrol di sini. Gue nggak nyaman diliatin mereka. Ayo ke kelas. Gue jelasin di sana. Oke?"

Haikal bergeming. Lia pikir sahabatnya akan kembali protes. Tapi akhirnya lelaki itu diam, mengikuti langkahnya menuju kelas. Tampak tenang, tapi otak Lia mati-matian memikirkan sesuatu yang akan ia jelaskan pada Haikal nanti. Semoga saja yang ia ucapkan nanti tidak cacat logika.

Argh. Lagi pula kenapa Damian harus melarangnya bercerita ke Haikal? Dia kan bisa kena mental jika memendam hal itu sendirian. Dasar Damian menyusahkan. Suka sekali membuat orang menderita.

To be continued.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • 200 Hari Jadi Pacar Pura-pura Pewaris Tampan   94. Berita Besar

    Foodcourt kampus dipenuhi suara langkah dan obrolan mahasiswa. Di deretan penjual, antrian pembeli mengular. Aroma mie goreng, soto, bakso, nasi goreng bercampur di udara. Di salah satu meja tengah, Haikal dan Lia bergabung bersama Mario dan Rendi yang sudah lebih dulu duduk. Suasana begitu ramai, tapi meja mereka terasa seperti ruang sendiri di tengah kebisingan.Haikal menaruh pesanan di depan Lia sebelum duduk. Sendok dan garpu beradu pelan, diselingi tawa Mario yang bercerita tentang dosennya yang typo di grup kelas. Lia hanya menimpali seperlunya, sementara Haikal ikut menceritakan persiapan pernikahan kakak laki-lakinya yang super sibuk meskipun lelaki itu bukan yang menikah.“Abang lo umur berapa, Kal?” tanya Mario kemudian. “Dua puluh delapan.”“Emang udah waktunya itu mah. Calonnya orang mana?”“Tetangga sebelah doang. Nikah sama bestienya sendiri,” jelas Haikal kemudian. Sejurus kemudian suara dehaman terdengar dari Rendi yang duduk di sebelahnya. Lia menatap temannya itu p

  • 200 Hari Jadi Pacar Pura-pura Pewaris Tampan   93. Iba

    Pintu depan berderit pelan, diikuti langkah kaki berat yang begitu Lia kenal. Suara knop pintu diputar terdengar sebelum akhirnya Damian muncul di gawangan pintu. Lelaki itu mengenakan kemeja hitam sederhana dengan lengan tergulung sampai siku. Wajahnya tampak lelah, tapi matanya langsung berubah begitu melihat seisi ruangan. “Happy birthday!” seru semua orang di rumah Oma hampir bersamaan. Balon berjatuhan dari atas, confetti menari di udara. Damian tertegun, sempat mengerjap dua kali sebelum bibirnya membentuk senyum lebar yang jarang Lia lihat. Detik berikutnya, ruangan pecah serentak. “Happy birthday to you….” Suara Mama yang memulai, diikuti Oma, Julian, dan Lia yang ikut menyambung. “Happy birthday to you…. Happy birthday, Damian Naradipta….” Julian sengaja nyanyi dengan nada terlalu tinggi, membuat semuanya tertawa di tengah lagu. Lia pun ikut, suaranya pelan tapi jernih, “Happy birthday to you!” Damian berdiri di ambang pintu, masih belum bergerak, matanya beralih dari

  • 200 Hari Jadi Pacar Pura-pura Pewaris Tampan   92. Kenyataan (2)

    “Lo punya masalah apa sih sama gue? Sejak nonton The Script kemarin kayaknya ada sesuatu,” ujar Haikal tiba-tiba di sebelahnya. Dosen mata kuliah mereka telah keluar dua menit yang lalu dan mereka bersiap-siap untuk makan siang di foodcourt.“Kaga ada. Gue fine aja perasaan. Ngobrol, makan, bahas tugas, ngejulid, ngebacot bareng. Perasaan lo aja kali,” jawab Lia sekenanya.Pertanyaan Haikal membuatnya berpikir banyak. Apakah sikapnya tampak berubah sekali bagi Haikal? Lia tentu saja tidak berniat berubah sikap, tapi sekali melihat Haikal memperlakukannya dengan baik dan begitu peduli padanya saja ia langsung kepikiran. Rupanya tidak semudah itu menyimpan rahasia. “Gara-gara Damian, ya? Kalau lo ngejauh dari gue gegara lo pilih Damian nggak masalah sih, tapi kalau lo dipaksa dia, gue nggak bakal tinggal diem.”Lia terkekeh mendengar ucapan sahabatnya. “Bukan gegara itu, Kal. Beneran perasaan lo aja deh. Habis balik dari konser The Script kemarin Damian emang bilang cemburu, sewajarnya

  • 200 Hari Jadi Pacar Pura-pura Pewaris Tampan   91. Kenyataan

    Rumah Oma malam itu terasa berbeda. Lampu ruang tamu diredupkan, aroma buttercream dan lilin vanila mengambang di udara. Di meja, mama dan adik Damian, Julian, sedang sibuk menyusun balon angka “21” di dinding. Oma duduk di sofa, memperhatikan sambil sesekali memberi instruksi lembut. “Sedikit miring, Jul. Yang dua-nya miring ke kanan,” kata Oma. Julian menatap skeptis, tapi menurut juga. “Oke, Oma. Tapi nanti kalau jatuh jangan salahin Julian, ya.” Mama terkekeh pelan, lalu menoleh ke Lia yang baru datang lima belas menit lalu. Lia datang membawa tas kecil berisi kado yang dibungkus rapi—bungkus kertas biru tua dengan pita perak yang ia pilih sejak kemarin sore. “Lia, boleh bantu mama taruh foto-fotonya di tali ini?” tanya Mama Damian. “Siap, Tante,” jawab Lia sambil tersenyum. Sejurus kemudian, Lia tertawa kecil melihat foto-foto polaroid yang mama Damian berikan. Ia menjepit polaroid itu di tali yang tersedia. Di tiap jepitan tergantung potret masa kecil Damian—foto-foto deng

  • 200 Hari Jadi Pacar Pura-pura Pewaris Tampan   90. Retak

    “Lo punya masalah apa sih sama gue? Sejak nonton The Script rasanya ada yang beda,” ujar Haikal tiba-tiba di sebelahnya. Dosen mata kuliah mereka keluar dua menit yang lalu dan mereka bersiap-siap untuk makan siang di foodcourt.“Kaga ada. Gue fine aja sama lo. Ngobrol, makan bareng, bahas tugas, ngejulid, ngebacot bareng. Perasaan lo aja kali,” jawab Lia sekenanya. Pertanyaan Haikal membuatnya berpikir banyak. Ternyata sikapnya terasa berubah bagi pemuda itu.Padahal Lia berusaha bersikap biasa saja semenjak tahu perasaan Haikal padanya. Rupanya tidak semudah itu menyimpan rahasia. Atau mungkin memang dirinya saja yang tidak“Gara-gara Damian, ya? Kalau lo ngejauh dari gue gegara lo pilih Damian nggak masalah sih, tapi kalau lo dipaksa, gue nggak bakal tinggal diem.”Lia terkekeh. “Bukan gegara itu, Kal. Beneran perasaan lo aja dah.”“Real kah? Emang lo bakalan mau kalau gue ajak main ke Timezone.”“Why not? Lo ajak ke kutub utara aja gue ngikut.”Haikal cengengesan, lalu berubah eks

  • 200 Hari Jadi Pacar Pura-pura Pewaris Tampan   89. Happy Birthday! (2)

    Lia menarik napas pelan, memegang ponsel di tangannya yang menampilkan kalimat panjang berisi ucapan selamat ulang tahun. Semua orang sudah memberi ucapan: Oma, Mama, dan Julian. Sekarang, giliran Lia.Ia menjadi yang terakhir, penutup, dan tentu saja orang penting. Maka dari itu ia gugup setengah mati.“Maaf, ya. Nggak sempat ditulis, cuma diketik aja.”Damian mengangguk tidak mempermasalahkan.Mama pun begitu. “Its okay, Lia. AIa sempat melirik Damian yang duduk di seberangnya. Lelaki itu tampak santai, menatapnya sambil tersenyum kecil, mungkin tidak menyangka Lia juga akan berbicara. Sejujurnya Lia tidak menyiapkan surat ucapan untuk Damian sama sekali—dibaca di depan banyak orang pula. Ia cuma sempat mengetik “sweet birthday message for boyfriend” di Google dua menit sebelum gilirannya tiba.“Ehm…” Lia berdeham kecil, menatap ponselnya, lalu mulai membaca dengan suara lembut.Dear Damian,I hope you’ll always be surrounded by things that make you happy — no matter how small the

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status