Share

50. Sinting

Author: IamBlueRed
last update Last Updated: 2025-09-09 14:00:27

Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Lia menatap berbagai paperbag belanjaan yang barusan ia taruh, menghela napas panjang. Ibu, Bapak, Aji dan Leo tak jauh darinya ikut membulatkan mata.

“Sebanyak itu?” tanya Bapak.

Aji ikut bersuara, “Itu Mas Damian semua yang belikan?”

Lia mengangguk lemas. Rasanya semakin banyak beban yang ia tanggung di pundak. Ia masih punya uang saku sisa kemarin, tetapi lelaki itu memaksa membayar seluruh belanjaannya bahkan membeli hal-hal di luar apa yang ia rencanakan seperti sepatu, tas, dan perlengkapan sekolah Aji.

Sial. Orang kaya itu selalu semena-mena. Bahkan urusan yang tampak baik seperti ini pun mereka tetap melakukannya dengan pemaksaan. Hal yang sulit kah membiarkan Lia membelikan barang kebutuhan keluarganya tanpa campur tangan lelaki itu?

“Nggak papa kalau dibelikan satu atau dua barang, tapi ini banyak banget, Mba. Nggak enak juga,” ujar Ibu kemudian.

“Aku udah nolak, Bu. Aku ada uang sendiri buat beli, tapi dia maksa bayarin. Mana beli
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • 200 Hari Jadi Pacar Pura-pura Pewaris Tampan   127.

    Damian berhenti tepat di depan kontrakan Lia. Mobilnya melambat, lampu sein berkedip sekali sebelum padam. Lia berdiri sambil merapikan tas gantung di bahunya, masih merasa aneh dengan betapa natural semua ini akhir-akhir ini. Dulu, dia harus diseret—secara emosional—untuk sekadar naik mobil Damian demi mendapatkan uang . Sekarang? Damian cuma kirim pesan singkat “Gue udah di depan.” dan kakinya otomatis melangkah keluar.Pintu mobil terbuka, dan Lia masuk, disambut aroma interior mobil yang familiar. Damian hanya melirik sekilas, gumamnya pendek, “Udah siap?”“Udah,” jawab Lia, meski ia sendiri belum yakin ia siap untuk apa.Mobil melaju pelan. Kota di luar jendela bergerak mundur, sementara keheningan di dalam mobil terasa lebih lembut dibanding sebelum-sebelumnya. Mereka sudah beberapa kali bertemu dalam beberapa hari terakhir, dan Lia masih mencari alasan yang masuk akal untuk dirinya sendiri, mengapa ia selalu bilang “boleh” tiap kali Damian mengajak pergi. Padahal dulu, setiap k

  • 200 Hari Jadi Pacar Pura-pura Pewaris Tampan   126.

    Damian berhenti tepat di depan kontrakan Lia. Mobilnya melambat, lampu sein berkedip sekali sebelum padam. Lia berdiri sambil merapikan tas gantung di bahunya, masih merasa aneh dengan betapa natural semua ini akhir-akhir ini. Dulu, dia harus diseret—secara emosional—untuk sekadar naik mobil Damian demi mendapatkan uang . Sekarang? Damian cuma kirim pesan singkat “Gue udah di depan.” dan kakinya otomatis melangkah keluar.Pintu mobil terbuka, dan Lia masuk, disambut aroma interior mobil yang familiar. Damian hanya melirik sekilas, gumamnya pendek, “Udah siap?”“Udah,” jawab Lia, meski ia sendiri belum yakin ia siap untuk apa.Mobil melaju pelan. Kota di luar jendela bergerak mundur, sementara keheningan di dalam mobil terasa lebih lembut dibanding sebelum-sebelumnya. Mereka sudah beberapa kali bertemu dalam beberapa hari terakhir, dan Lia masih mencari alasan yang masuk akal untuk dirinya sendiri, mengapa ia selalu bilang “boleh” tiap kali Damian mengajak pergi. Padahal dulu, setiap k

  • 200 Hari Jadi Pacar Pura-pura Pewaris Tampan   125.

    Damian berhenti tepat di depan kontrakan Lia. Mobilnya melambat, lampu sein berkedip sekali sebelum padam. Lia berdiri sambil merapikan tas gantung di bahunya, masih merasa aneh dengan betapa natural semua ini akhir-akhir ini. Dulu, dia harus diseret—secara emosional—untuk sekadar naik mobil Damian demi mendapatkan uang . Sekarang? Damian cuma kirim pesan singkat “Gue udah di depan.” dan kakinya otomatis melangkah keluar.Pintu mobil terbuka, dan Lia masuk, disambut aroma interior mobil yang familiar. Damian hanya melirik sekilas, gumamnya pendek, “Udah siap?”“Udah,” jawab Lia, meski ia sendiri belum yakin ia siap untuk apa.Mobil melaju pelan. Kota di luar jendela bergerak mundur, sementara keheningan di dalam mobil terasa lebih lembut dibanding sebelum-sebelumnya. Mereka sudah beberapa kali bertemu dalam beberapa hari terakhir, dan Lia masih mencari alasan yang masuk akal untuk dirinya sendiri, mengapa ia selalu bilang “boleh” tiap kali Damian mengajak pergi. Padahal dulu, setiap k

  • 200 Hari Jadi Pacar Pura-pura Pewaris Tampan   124.

    Damian berhenti tepat di depan kontrakan Lia. Mobilnya melambat, lampu sein berkedip sekali sebelum padam. Lia berdiri sambil merapikan tas gantung di bahunya, masih merasa aneh dengan betapa natural semua ini akhir-akhir ini. Dulu, dia harus diseret—secara emosional—untuk sekadar naik mobil Damian demi mendapatkan uang . Sekarang? Damian cuma kirim pesan singkat “Gue udah di depan.” dan kakinya otomatis melangkah keluar.Pintu mobil terbuka, dan Lia masuk, disambut aroma interior mobil yang familiar. Damian hanya melirik sekilas, gumamnya pendek, “Udah siap?”“Udah,” jawab Lia, meski ia sendiri belum yakin ia siap untuk apa.Mobil melaju pelan. Kota di luar jendela bergerak mundur, sementara keheningan di dalam mobil terasa lebih lembut dibanding sebelum-sebelumnya. Mereka sudah beberapa kali bertemu dalam beberapa hari terakhir, dan Lia masih mencari alasan yang masuk akal untuk dirinya sendiri, mengapa ia selalu bilang “boleh” tiap kali Damian mengajak pergi. Padahal dulu, setiap k

  • 200 Hari Jadi Pacar Pura-pura Pewaris Tampan   123.

    Damian berhenti tepat di depan kontrakan Lia. Mobilnya melambat, lampu sein berkedip sekali sebelum padam. Lia berdiri sambil merapikan tas gantung di bahunya, masih merasa aneh dengan betapa natural semua ini akhir-akhir ini. Dulu, dia harus diseret—secara emosional—untuk sekadar naik mobil Damian demi mendapatkan uang . Sekarang? Damian cuma kirim pesan singkat “Gue udah di depan.” dan kakinya otomatis melangkah keluar.Pintu mobil terbuka, dan Lia masuk, disambut aroma interior mobil yang familiar. Damian hanya melirik sekilas, gumamnya pendek, “Udah siap?”“Udah,” jawab Lia, meski ia sendiri belum yakin ia siap untuk apa.Mobil melaju pelan. Kota di luar jendela bergerak mundur, sementara keheningan di dalam mobil terasa lebih lembut dibanding sebelum-sebelumnya. Mereka sudah beberapa kali bertemu dalam beberapa hari terakhir, dan Lia masih mencari alasan yang masuk akal untuk dirinya sendiri, mengapa ia selalu bilang “boleh” tiap kali Damian mengajak pergi. Padahal dulu, setiap k

  • 200 Hari Jadi Pacar Pura-pura Pewaris Tampan   122.

    Lia tidak mengerti, tapi otaknya hanya terisi segala hal tentang Damian dari sejak kemarin siang sampai siangnya lagi. Otaknya tidak bisa berhenti mengingat perkataan lelaki itu, selalu kepikiran entah karena alasan apa. Lia sepertinya lupa Damian itu bajingan. Dia itu berengsek karena pernah menghamili wanita lalu mengaborsi kandungan. Lalu bagaimana bisa Damian mengatai Lia suka pada lekaki itu? Argh tidak mungkin. Lia tidak suka Damian. Ia tidak punya perasaan pada lelaki itu. Tidak mungkin Lia jatuh cinta pada laki-laki berengsek, menyebalkan, dan semena-mena seperti Damian. Itu mustahil dan tidak bisa dipikir oleh akal sehat. Dari sekian juta lelaki, kenapa harus Damian? Lia lebih baik suka pada Haikal daripada lelaki macam setan itu. Sumpah menyukai Haikal lebih baik daripada menyukai lelaki itu. Tapi menyukai Haikal juga sama tidak mungkinnya. "ARGH KESEL!" Haikal menatap ngeri Lia di sebelahnya. "Li, lo kerasukan?" Kelas sudah sepi, menyisakan mereka berdua yan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status