Author POV’s
Malang di bulan Desember. Gerimis, tiupan angin yang lumayan menusuk kulit, lengkap sudah.
Ditambah makian yang saling bersahutan satu sama lain, dengan nada rock n' roll yang memekakkan telinga. Mayang tidak tahu harus melakukan apa, ikut campur pun rasanya percuma meskipun umur sudah 16 tahun tetap saja hanya anak kecil di mata orang tuanya. Menangis, hanya itu yang dia bisa.
Saat suasana sudah sepi Mayang keluar dari kamar kecilnya, dan melihat ibunya duduk di lantai ruang makan yang tidak bisa disebut ruang makan lagi, karena lebih mirip dengan tempat sampah yang penuh dengan pecahan beling dari gelas maupun piring di rumah Mayang sendiri.
"Ibu." Mayang mendekati ibunya yang sudah seperti mayat hidup itu. Tidak ada air mata, senyum, atau sedih, hanya pandangan kosong dengan rambut yang awut-awutan dan sudut bibir yang mengeluarkan darah.
Dipeluknya tubuh yang rapuh itu dengan sangat erat. "Aku di sini, Bu. Akan tetap di sini." hanya itu kalimat yang bisa dikeluarkan oleh Mayang.
Setelah itu hanya ada tangisan memilukan di antara dua wanita yang sama-sama tersakiti dan merasa terbuang.
"Ingat Mayang! Jadilah sukses, belilah mulut lelaki yang sudah membuang kita!!" ucap ibu Mayang setelah lama berdiam dalam kesedihan.
~
Sekolah seperti biasa hanya itu yang bisa dilakukan semua murid hari ini. Meski pun awan mendung menggantung di langit dan banyak genangan air sisa hujan semalam.
Jam pulang sekolah sudah tiba menyisakan beberapa siswa yang masih mengikuti ekskul. Seperti Mayang yang masih berlatih entah apa. Di ruangan kotak dengan pencahayaan sedikit remang, dia memukuli samsak sampai beberapa jarinya memerah dan sedikit memar.
“Cantik, pulang bareng aku yuk." Ajak Marco sambil mendekati Mayang.
"Dapat apa?" tantang Mayang.
“Semuanya. Bahkan bulan kemarin aku menjanjikanmu dunia." jawab Marco dengan senyuman manis yang tercetak di wajahnya.
"Aku lapar dan malas kamu bonceng." jawab Mayang dengan nafas yang sedikit tersengal masih dengan memukul samsak tapi dengan sisa tenaga yang hampir habis.
"Aku bisa membelikanmu rumah makan dan mobil kalau mau. Papaku cukup kaya untuk itu." jawab Marco dengan nada yang menyombongkan kemampuan finansialnya.
Mayang berhenti dari kegiatannya, "Tunggu aku di tempat parkir. Tidak lebih dari tiga puluh menit." Mayang pun berlalu dan meninggalkan Marco dengan senyuman yang sangat mengembang.
Tidak ada lagi yang penting sekarang, apalah arti hati yang dia jaga jika masih tetap disakiti oleh seseorang yang menurut kita sangat berarti.
~
“Mau makan di mana?” tanya Marco setelah mereka berada di dalam mobil.
“Aku mau ATM yang ada isinya, dan carikan ibuku pekerjaan kalau kamu mau dekat denganku.” jawab Mayang tanpa menoleh Marco sedikit pun.
“Itu mudah.” jawab Marco, memang bukan hal yang sulit menurut Marco. Tanpa menunggu lama Marco segera merapat ke bank terdekat, tanpa mengajak Mayang.
Mayang yang tidak mau ambil pusing hanya menunggu di dalam mobil dan memainkan ponselnya. Pikirannya sangat kacau sekarang.
Hampir satu jam Marco keluar dari bank itu, masuk ke dalam mobilnya dan menyodorkan sebuah ATM ke Mayang. “Sudah ada isinya, dan kamu bisa menggunakannya segera, PIN-nya tanggal lahir kamu.” kata Marco sambil tersenyum manis.
Mayang menerima ATM itu dan memasukkannya ke saku seragamnya. “Ibuku?” tanyanya.
“Kita urus besok, okey?” kata Marco sambil meraih tangan kanan Mayang dan mengecupnya. Setelah itu dia menjalankan mobilnya menuju rumah makan terdekat karena dia sudah lapar saat ini.
~~~
Hari-hari berlalu sama seperti biasanya, sampai seseorang bermata elang dan memendam emosi yang membuat dadanya pengap. Dengan gigi gemeretak menahan luapan kemarahan yang bisa kapan saja mencuat setiap waktu.
Eric mencengkeram lengan Mayang dengan sangat kuat sampai membuatnya meringis, "Apa yang tidak aku tahu darimu dan juga Marco sialan itu? Kuharap aku salah dengar." ancam Eric.
"Kamu tidak salah dengar. Aku jadian sama Marco." jawab Mayang tanpa emosi apa pun di wajahnya.
Eric melepaskan cengkeramannya, mengacak rambutnya sendiri dan berpaling dari Mayang. Dia bertolak pinggang dan kembali menatap Mayang, "Kenapa? Aku sudah lama mengenalmu dan Marco... .” Eric menggantung kalimatnya dan hanya menggeleng sebagai tanda tidak percaya atas ucapan Mayang.
"Sudahlah Eric, apa pentingnya itu, dengan siapa, dengan apa, dia bisa menjaminku makan setiap hari itu sudah cukup." Mayang membuang muka, dilihatnya keluar jendela dan cuaca cukup cerah meski pun matahari hanya bersinar malu-malu.
“Inikah Mayang yang aku kenal? Kau bisa membicarakannya denganku, siapa aku? Siapa kita?" Eric menekuk satu kakinya dan memegang lutut Mayang. "Ada aku." tambahnya.
“Kita hanya orang asing Eric, dulu kita juga bukan siapa-siapa saat kamu masih di Surabaya." tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela besar di kelasnya di lantai dua.
"Berbagilah denganku. Tinggalkan Marco. Apa yang dia beri aku juga bisa memberimu hal yang sama. Aku tidak bisa bilang apa pun itu artinya, tapi apa kamu tidak bisa membaca dan merasakan sikapku selama ini Mayang?" jelas Eric panjang lebar.
“Kita bersahabat Eric. Hanya sahabat." sanggah Mayang.
"Bagaimana kalau aku meminta lebih?" kata Eric menaikkan sedikit suaranya.
"Aku tidak yakin Eric." kata Mayang.
"Kenapa dengan Marco kamu yakin?" Eric sangat mencoba meredam amarahnya, meski pun itu sangat sulit dia lakukan sekarang.
"Itu hanya status Eric." ada butiran bening yang meluncur di pipi pucat Mayang. Sudah beberapa hari ini Mayang terlihat tidak bergairah meski pun seluruh siswa membicarakannya yang pulang pergi dijemput sopir dan memakai sepatu, tas, dan jaket yang terbilang mewah untuk ukurannya.
“Aku tahu sekarang, kamu tidak mencintai Marco." Mayang hanya bergeming. "Kembalilah, aku tidak suka melihatmu dengan Marco. Aku bisa seperti dia." tambah Eric.
Barulah Mayang berpaling, menatap ke dalam mata elang Eric yang sebenarnya sangat menyejukkan. Mencari dusta yang tersimpan di sana, namun hanya menemukan kesungguhan yang nyata.
Semakin deras air mata itu membasahi pipi dan menyakitkan hati. Eric berdiri dan mendekap Mayangnya. Diusapnya rambut panjang Mayang, karena masih menangis di tempat duduknya.
Tidak ada balasan, tapi anggukan itu sangat melegakan bagi Eric.
~~~
Bukan karena Mayang tetapi karena Marco, siswa dari keluarga kaya dan memiliki wajah yang rupawan. Kabar buruk selalu lebih cepat menyebar.
"Kenapa, Cantik." panggilan sayang Marco untuk Mayang, "Apa aku melakukan kesalahan?" hanya itu yang bisa diucapkan Marco berkali-kali sejak kemarin Mayang mengajaknya mengakhiri hubungan.
"Aku tidak merasa nyaman denganmu Marco, akan kukembalikan semua yang pernah---"
"Tidak Cantik! Itu semua untukmu." potong Marco sambil menempelkan jari telunjuknya di depan bibir merah muda Mayang.
"Terima kasih Marco, aku akan menyimpan namamu di hatiku." Mayang pun berlalu tetapi Marco segera menyambar pergelangan tangannya.
"Kita mulai sekali lagi." ucapnya dengan wajah yang sangat memelas. Tetapi kenapa ada yang mengganggu hati Mayang, ada kepuasan, ada kelegaan, entah perasaan apa ini.
Mayang hanya bisa menatap wajah sedih Marco dan menyeringai, melepas genggaman tangannya lalu mengusapnya pelan dan berlalu menjauh.
Sejak kejadian itu Mayang bukan lagi Mayang yang dulu, dia berbeda. Banyak sudah nama yang terdaftar sebagai mantan pacarnya, bukan kaleng-kaleng bahkan kebanyakan dari keluarga kaya dan cukup terkenal di sekolahnya. Selain pacar juga banyak barang yang didapat dari kegemaran barunya itu. Mayang benar-benar merubah hidupnya saat ini. Dia tidak ingin lagi menjadi Mayang yang dulu.Tanpa sepengetahuan Eric, dia juga sering meminum alkohol berkadar rendah yang bisa dibeli di indom**t, hanya untuk menenangkan kegundahan hatinya. Dia juga menyembunyikan semua hubungan dengan mantan-mantannya dari Eric karena tidak ingin ribut dengan Eric.Sebenarnya Mayang ingin membeli minuman dingin waktu itu, namun Mayang tidak sengaja membaca kaleng minuman yang namanya mampu menarik perhatiannya, dan membuatnya ingin mencobanya. Entahlah, mungkin dua atau tiga kaleng tidak akan berpengaruh terhadap kesehatannya. Mayang hanya ingin ketenangan di dalam hidupnya, melup
Setelah kejadian itu Mayang seperti tidak memiliki semangat hidup. Keluarga berantakan dan sahabat yang telah meninggalkannya. Dua minggu berangkat sekolah tetap pemandangan yang sama yang dilihatnya. Eric dengan semua wanitanya. Mayang tidak tahu kenapa Eric juga menjadi seorang playboy sekarang.Karena malas pergi ke sekolah Mayang membolos, membuat surat palsu yang mengatakan dia sedang sakit. Mayang ingin tidur seharian untuk melupakan semua masalahnya ini.Seharian tidur sangat membosankan, ibu tercintanya masih berjualan di pasar besar dan belum pulang, Mayang sekarang memang benar-benar berbeda. Dia mempunyai tabungan yang isinya lumayan dari hasilnya menipu semua siswa bodoh yang mendekatinya, bahkan ibunya bisa berjualan juga karena kebaikan Marco, pacarnya dulu, yang memberi modal dan mencarikan tempat.Mayang memang bukan gadis yang sangat cantik, hanya senyumnya yang manis dan alis tebalnya yang menarik banyak siswa meny
Mentari bersinar cerah di bulan Maret ini. Burung berciutan terdengar merdu di telinga.Meskipun Mayang yakin ini masih sangat pagi, namun dia merasakan guncangan yang sangat kentara mengganggu tidurnya. Perlahan membuka mata dan menemukan sosok Eric di depannya dengan senyuman seperti biasanya. "Ngapain kesini?" kata Mayang ketus.“Galak bener, sekolah yuk." kata Eric yang terus menggoda Mayang agar segera bangun.“Aku lagi sakit." jawab Mayang malas."Mana ada orang sakit tidur pake tengtop gitu." kata Eric sambil menarik kaos yang dikenakan Mayang."Mendingan Lu urusin tuh cewek-cewek Lu." kata Mayang dan duduk sedikit menjauhi Eric.Meskipun sedikit tersinggung Eric harus tetap bersabar menghadapi Mayang ketika marah seperti sekarang. "Mandi sekarang atau kugendong ke kamar mandi." tegas Eric.Mayang segera berdiri, mengambil handuk dan berlalu ke kamar mandi. M
"Sudah berapa kali ayah bilang, jauhi Mayang." padahal Eric baru masuk rumah, tapi langsung disambut oleh kalimat yang membuatnya marah.“Apa salahnya, Yah?" tantang Eric, dia tidak suka ayahnya terlalu ikut campur masalah pribadinya.“Kamu itu anak seorang jendral, seharusnya kamu tahu mana yang baik dan mana yang tidak pantas kamu lakukan. Lihat kakakmu, sukses membanggakan orang tuanya. Kamu tidak mau seperti itu?" murka ayahnya.“Aku cinta, Yah." kata Eric sambil memelas menatap ayahnya."Mana tahu anak ingusan sepertimu masalah cinta." kata ayahnya meninggikan nada suaranya."Mayang berbeda, Yah." kata Eric meyakinkan ayahnya.“Iya, dia berbeda. Bedanya kamu gak akan bisa makan kalau hidup dengannya." setelah mengatakan itu ayah Eric pergi, meninggalkan Eric yang terdiam tidak tahu harus bagaimana lagi.Memang keluarga Eric tidak terlalu menyukai Mayang, bukan
Eric mendekatkan bibirnya ke telinga Mayang, "Aku yakin itu ciuman pertamamu, rasanya aku baru saja mencium manekin yang memiliki bibir lembut tapi rasanya sangat manis." bisik Eric dan Eric pun segera berlari keluar setelah mengatakan itu."Eriiicccc?!!!" teriak Mayang sambil mengacungkan tinjunya ke arah Eric yang kian menjauh.~~~Setelah kejadian di perpus waktu itu Mayang mulai membuat jarak antara dirinya dan Eric, canggung dan malu, itu yang dirasakan Mayang saat bertemu Eric.Setelah jam kosong yang berhari-hari karena sudah mendekati acara kelulusan, hari ini seluruh murid kelas 12 dikumpulkan di aula untuk membicarakan masalah prom night yang akan diadakan beberapa minggu lagi.Setelah rapat selesai, Mayang segera meninggalkan aula untuk menghindari pertemuannya dengan Eric. Di sinilah sekarang Mayang berada, duduk di taman belakang sekolah yang menghadap ke lapangan voli. Melihat permaina
Lelaki berjaz krem dengan dalaman kaos hitam dan celana jeans biru, seperti orang yang salah kostum saat prom night malam ini, tetapi dia tetap PD keluar dari mobil matic Toyota Yariz berwarna citrus mica metallic yang biasa dibawanya saat dia malas atau tidak memungkinkan mengendarai motornya, seperti saat ini.Eric sedikit berlari ke sisi yang lain dan membukakan pintu untuk seseorang yang berada satu mobil dengannya tadi. Gadis manis yang rambutnya disanggul rapi dengan gaun bernada kemerahan, sangat kontras dengan penampilan Eric yang sedikit berandal.Eric dan Mayang menikmati acara prom night dengan sangat khidmat, mereka berdua menyadari ini adalah malam terakhirnya bersama teman dan juga gurunya. Kedua sejoli itu sangat totalitas selama pesta berlangsung, meski pun bukan king and queen malam itu, mereka sangat bahagia karena masih memiliki kenangan satu lagi untuk mereka simpan.~Setelah acara selesai Mayan
Terdengar suara motor memenuhi halaman rumah Mayang yang tidak terlalu luas. Mayang sedikit berlari membukakan pintu, dilihatnya Eric sedang tersenyum sambil melepas helm catok berwarna silver dan terpampang stiker Slank di sisi kirinya."Kangen banget sampai jemput aku keluar gitu." goda Eric.Mayang yang tidak mendengarkannya segera menarik tangan Eric agar segera masuk ke dalam rumahnya. "Aku mau tanya sama kamu, tapi ini serius banget dan aku mau kamu jawab jujur." tuntut Mayang setelah mereka berdua duduk di kursi ruang tamu Mayang."Apaan sih, May?" tanya Eric penasaran.“Tangan kamu kemaren kenapa diperban?" tanya Mayang."Itu lagi sih May, terkilir. Aku kemaren kan udah bilang gitu." jawab Eric sambil meraih kantong plastik di atas meja, melihat ada bungkusan dan satu botol teh. Eric membuka teh itu dan meminumnya."Kenapa bisa terkilir?" tanya Mayang lagi.
[Kamu di mana May?] tanya Eric di seberang sana.“Aku kerja Eric, maaf tidak memberi tahumu dulu" jawab Mayang.Ada hembusan nafas yang terdengar dari telepon yang menyambungkan Mayang dengan seseorang di seberang sana.[Kamu gak bisa kayak gini May!!] bentak Eric."Maaf Eric, maafkan aku." Mayang pun menutup sambungan telepon itu karena sudah tidak sanggup lagi mendengar suara Eric, rasanya sangat sakit sekali.Meskipun sekarang ponselnya berdering beberapa kali, Mayang tidak berniat sedikit pun mengangkatnya. Mayang malah menumpahkan semua air mata yang entah sejak kapan berkumpul di kelopak matanya, mengantre ingin keluar dari tempatnya dan membasahi pipi pucat Mayang.~Eric yang merasa panggilannya sia-sia berteriak seperti orang kesetanan di dalam kamarnya, dia melempar semua yang ditemukannya. Menjambak rambutnya dan memukuli dadanya sendiri. Belum puas dia p