HAPPY READING!!!
Kalau satu orang dapat hukuman, semuanya juga akan ikut dihukum.
Ana mengerem Motor Vespa putih kesayangannya itu saat sudah sampai tepat didepan gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat.
Tin...tin..
Ana membunyikan klakson Motornya sampai penjaga sekolah keluar berada di posnya. "Mang, bukain gerbangnya mang!" Teriak Ana yang membuat beberapa orang yang juga telat disana melihat kearahnya.
"Neng Ana lagi?" Gumam penjaga sekolah itu menggaruk kepalanya. "Saya gak bisa bukain gerbangnya. Tunggu aja Bu Wenda kesini. Tunggu bareng yang lainnya tuh," Lanjutnya sembari menunjuk ke beberapa orang yang juga telat sepertinya.
"Urgent nih mang. Gak bisa nunggu, saya." Desak Ana.
"Gak bisa." Kekeuh penjaga gerbang itu.
"Huh!" Ana memicingkan matanya dan fokus melihat ke depan saat matanya baru saja melihat seseorang yang sangat dikenalinya. Ia tersenyum senang lalu kembali membunyikan klakson Motornya.
TINN....TINNN....
"KAFIIII! WOYY!!" Panggil Ana kencang. Orang yang dipanggil itu menengok dan justru menepuk jidatnya saat melihat kelakuan aneh temannya itu.
"Bener-bener tuh bocah." Gumam Kafi lalu melangkahkan kakinya ke gerbang sekolah, dibuntuti dengan orang disebelahnya.
"Napa? Telat lagi Lo?" Tanya Kafi dengan nada kesal. Ana yang mendengar itu hanya menanggapinya dengan Cengiran khasnya. Kafi mengusap wajahnya kasar, lalu menengok kearah penjaga sekolah.
"Bukain aja mang. Biar saya yang kasih hukuman ke nih orang," kata Kafi melirik kearah Ana yang berada dibalik pagar.
"Ya—"
"Nanti saya yang bilang sama Bu Wenda." Potong Kafi.
"Yaudah kalo gitu." Mau tak mau, penjaga sekolah itu membuka gembok yang terpasang disana lalu membuka gerbangnya.
Motor Ana masuk ke area sekolah. Setelah memarkirkan motornya ia menengok kearah Kafi yang sedang menatapnya galak. "Alesan apa lagi sekarang, Hm?" Tanya Kafi
SEDIKIT INFO: Kafi, Zidan, Zeldan itu cuma beda satu tahun diatas Ana. Sedangkan Aldi seumuran dengannya. Kalo Anta, umurnya Dua tahun lebih tua diatas Ana.
Kafi juga menyandang gelar sebagai ketua osis, seperti mamahnya dulu saat waktu SMA.
"Kir—"
"Gak ada alesan! Sekarang, Lo harus jalanin hukuman dari gue. Ngerti?" Potong Kafi cepat.
"Ya." Balas Ana dengan malas.
Ana masih tak menghiraukan orang yang saat ini berada disebelah Kafi. Orang itu hanya diam dan memperhatikan perdebatan kecil diantara Kedua Orang itu.
"Jadi, hukumannya apa?" Tanya Ana.
Lagi menyeretnya pelan menuju ke lapangan tengah. "Lari keliling lapangan sepuluh putaran."
"Sepuluh?!"
"Lima belas."
"Iya-iya!" Sahut Ana malas. Ia melepas Tasnya dan meletakkannya disembarang tempat.
"Btw, Lo tunggu disini dulu bentar. Biar gue urusin nih bocah dulu ya," Kata Kafi yang membuat orang didepannya hanya mengangguk menyahutinya.
"Sepuluh putaran kah?" Gumam Ana sembari meregangkan tubuhnya.
"Itung-itung olahraga." Sahut Kafi lalu berdiri di sebelahnya.
"Oke!" Kata Ana mantap. Sebelum benar-benar pergi, ia menarik tangan Kafi disebelahnya agar ikut menjalani hukuman bersamanya. "Tapi barengan." Lanjutnya.
"Kebiasaan Lo!" Kafi mulai berlari dan menjitak kepala Ana Pelan.
Entah sejak kapan, seluruh murid disekolah menjadikan Ana dan Kafi yang sedang berlari dilapangan sebagai tontonan. Beberapa orang melihat dari lantai 2 sekolahnya. Dan beberapa juga melihat dengan berdiri tak jauh dari pinggir lapangan.
Zidan Dan Zeldan terkekeh pelan dari lantai 2 saat melihat kedua temannya sedang berlari di lapangan. Mereka langsung melangkah pergi dari sana dan menghampiri kedua temannya itu.
Mereka berdua ikut berlari di samping Ana dan Kafi yang sudah mulai bercucuran keringat. Mereka semua tertawa lebar seakan menikmati hukuman yang seharusnya dilakukan Ana seorang diri.
'Satu orang kesusahan. Semuanya harus ikut bantu.'
"ALFIAN RIZALDY. SINI LO. NANTI KETINGGALAN, NANGIS LO." Teriak Zidan dan Zeldan yang menggema seantero sekolah. Mereka semua terus berlari sambil tertawa.
Tak lama kemudian, seseorang berteriak kencang dari arah tak jauh dari mereka berada. "JANGAN TINGGALIN GUE WOY! GUE IKUT!" Sahut Alfi ikut berlari di tengah lapangan dan berlari di sebelah Zidane.
Begitulah mereka. Kalau satu ada masalah, sebisa mungkin mereka akan membantu. Begitu juga dengan hukuman. Kalau satu orang dapat hukuman, semuanya juga akan ikut dihukum.
Setelah selesai mengerjakan hukuman sepuluh putaran. Mereka semua berhenti dan mengistirahatkan kaki mereka dengan duduk ditepi lapangan sembari meluruskan kaki.
"Huh... Hukuman kayak gini mah bukan apa-apa ye gak?" Ucap Zeldan sambil mengatur nafasnya yang masih ngos-ngosan.
"Betul...betul,"
"Hukuman dari ncing Ipeh lebih berat dari ini."
"BENER BANGET NJIR!"
Seketika mereka bergidik ngeri saat pernah suatu hari, mereka mendapatkan hukuman dari Ipeh karena terlalu banyak Bercanda saat latihan.
Gimana gak bergidik ngeri? Hukuman yang diberikan Ipeh itu, harus berlari dari Jakarta ke Bandung dan hanya cuma boleh berisitirahat sebanyak lima kali saja, tidak boleh lebih. Sudah begitu, saat pulang, mereka harus membeli oleh-oleh yang sama sekali tidak ada di Jakarta. Dan hukuman itu mereka laksanakan selama 2-3 hari pulang pergi Jakarta-Bandung.
Setelah itu mereka berjanji tidak aka bercanda lagi disaat latihan, atau akan mendapatkan hukuman yang lebih parah dari yang sebelumnya.
"Gak lagi-lagi deh gue mah!" Kafi bergidik ngeri saat mengingatnya.
Ana merebahkan tubuhnya dilapangan. Tak berselang lama, ia kembali bangun dari tidurnya dengan mata yang melotot. "Gue lupa naro tas gue. Tas gue mana?" Tanyanya.
"Tadi Lo taro mana, Bego?" Gemas Zidan ke Perempuan disebelahnya.
"Gak tau. Asal naro aja." Cengirnya.
Mereka semua bangkit dari duduknya, kecuali Ana yang masih terduduk di tempatnya. "Yaudah, ayo kita caritas Lo!" Ajak Alfi bersemangat.
"Gak perlu." Kata orang yang entah datang dari mana, melangkah menghampiri mereka dengan menenteng tas ditangannya. "Ini tas Lo kan?" Tanya orang itu memberikan tas ditangannya ke hadapan Ana.
"Lo..."
Tas putih dengan gantungan bola voli dan juga tiga pedang. Yang sudah pasti itu tas milik Ana. "Ya. Makasih." Balas Ana setelah benar-benar melihat tasnya. 'gimana tasanya ada di cowok itu?' pikirnya.
"Sama-sama."
"Oh iya! Kenalin, dia murid baru disekolah kita. Kelas 12 IPA 1." Ujar Kafi
"Fabregas Argantara. Panggil aja Egas." Orang bernama Egas itu menjulurkan tangannya kehadapan Ana berniat untuk berkenalan.
Ana yang melihat uluran tangan itu hendak membalasnya. Namun, sebelum tangannya benar-benar sampai. Zeldan, Zidan dan Alfi Langsung menyambarnya begitu saja sambil tersenyum yang sulit diartikan.
"Zidan."
"Zeldan."
"Alfi."
"Dia Ana. Sahabat cewek kami satu-satunya." Ujar Mereka semua bersamaan. Sedangkan Ana hanya diam saja.
"Oh. Salam kenal," Ujar Egas menatap Ana dan menghiraukan ucapan Zeldan dan yang lainnya.
"Ya. Salam kenal." Sahut Ana singkat, lalu menggendong tasnya.
"Mau kemana Lo?" Tanya Kafi merangkul pundak Ana yang hendak pergi dari sana.
"Kantin. Laper." Katanya lalu berlari kearah kantin, meninggalkan teman-temannya disana.
"Ana!!!"
"Tungguin woyyy."
"Bener-bener tuh bocah."
"Lo mau ikut? Atau balik ke kelas aja?" Tanya Kafi ke Egas. Disebelahnya.
"Boleh." Sahut Egas Tersenyum tipis. Sangat tipis.
"Yaudah ayo!" Ajak Kafi lalu berlari menyusul Teman-temannya.
"MANG! BELI CILOKNYA GOCENG!"
"FEBRIANA AURELIE, ZIDANE FADLAN ALBANI, ZELDAN FADLAN ALBANI, ALFIAN RIZALDY, RAGIEL FADL KAFI. KALIAN SEMUAAAA. MASUK KEDALAM KELAS MASING-MASING, SEKARANG!!!!" Teriak guru bername tag Wenda dengan suaranya yang menggelar seantero sekolah. Membuat semua murid dan juga guru ikut menutup telinganya rapat-rapat saat mendengar teriakannya dari speaker sekolah.
*
—TO BE CONTINUE—
HAPPY READING!!!!"Kamu diam, jangan teriak, sekarang kita pergi dari sini,"★Egas menahan pundak Ana, agar perempuan itu berhenti berjalan,dan kini menatap kearahnya. "are you okey?" tanyanya, khawatir.Ana tersenyum tipis, "im okey," jawabnya."Kesini naik apa?" tanya Egas, lagi."Motor,"Ana berjalan ke arah motornya, kebetulan mereka kini sudah berada di parkiran depan sekolah, Ana segera menaiki motor pespa putih kesayangannya itu, memakai helmnya lalu berpamitan. "Duluan," pamitnya, sebelum ditahan Egas."Yakin bisa? Gak bakal jatuh, kan?" Egas terlihat khawatir. "Kuat, gue duluan, dah," Ana menjalankan motornya dengan kecepatan sedang, pergi dari area sekolah.★
HAPPY READING!!!"Lo itu pembunuh, Na," ★Ana mengenakan jaketnya, dan tidak lupa mengambil masker dari laci nakas, memakainya, lalu keluar dari kamar.10.35 WibAna melihat jam di pergelangan tangannya, "huh," ia menghela nafas."Kamu mau kemana, Ana, heum?" tanya mamahnya dari ruang tamu, menghampiri Ana dengan tergesa-gesa. "Kamu masih sakit, masuk kamar lagi sana," suruhnya.Ana tak kunjung menjawab, mamahnya berkacak pinggang dan berkata,"jawab, Febriana Aurelie,"Ana menggaruk kepalanya pelan, lalu nyengir lebar dibalik maskernya kearah mamahnya. "Hehe," cengirnya."Ana mau ke sekolah, ada urusan bentarrrr doang, boleh kan mah?" ijinnya"Gak boleh," jawab mamahnya cepat.A
HAPPY READING!!!'Ekspektasinya terlalu tinggi'★Ana menengok, kemudian menunjuk dirinya sendiri, seakan berkata, 'ngomong sama gue?'Cowok itu mengangguk, "iya, elo." katanya, menghampiri Ana.Ana mengangkat sebelah alisnya. 'kenapa?'"Thanks buat yang tadi, lain kali pasti bakal gue ganti," ujarnya, tulus. "Gue Indra," Indra mengulurkan tangannya kehadapan Ana."Dia Arka," lanjutnya menunjuk kearah temannya disebelahnya.Ana mengangguk paham. "Santai." hanya kata itu yang keluar dari mulut Ana."Nama Lo?" tanya Arka, membuat Ana menengok kearahnya.Belum juga Ana menjawab, tetesan air hujan sudah lebih dulu jatuh ketanah. Membuat kedua lelaki disana segera melindungi kepala mereka dengan tanga
HAPPY READING!!!'jelas-jelas berbohong, karena memang kenyataannya tidak seperti yang diucapkannya.'*Waktu sudah menunjukkan pukul tengah malam.Didalam kamarnya, Ana hanya menatap layar ponselnya dengan tatapan kosong, entah ingin melakukan apa, dia sendiri merasa malas melakukan apapun.Sore tadi, setelah acara pemakaman Zidan selesai, Ana langsung pulang kerumah. Walaupun hanya bisa melihat dari kejauhan, dia sudah merasa cukup. Karena tak ingin membuat keributan karena Zeldan tak ingin ia ada disana, Ana lebih mencari aman."Maafin gue, Dat."batin Ana, lirih."Apa lo marah sama gue, Dat?""Maaf.. maaf... Maaf,"Lagi. Ana lagi-lagi kembali menangis dalam diam. Kembali merasakan sesaknya menahan tangisnya, agar tidak membuat kedua oran
HAPPY READING!!!'Dia pergi...:»«Anta berlari ke arah salah satu suster yang berjalan keluar dari ruangan operasi, beberapa suster yang lainnya pergi begitu saja dari sana. "Sus," panggilnya."Maaf, ada apa ya?" Tanya susternya."Pasien yang korban kecelakaan, yang tadi dioperasi. Atas nama Zidan Fadlan Albani, dia dimana ya? Gimana keadaannya?" Tanyanya beruntut.Suster itu terdiam, lalu menjawab. "Korban kecelakaan kereta tadi sore?" Mereka semua yang ada diantara mengangguk."Korban sudah dibawa ke ruang jenazah,ti—"Zeldan maju dengan emosi, namun dengan cepat di tahan dengan Kafi dan Alfi disana. "SUSTER KALO MAU BERCANDA JANGAN KELEWATAN, BISA GAK, HAH?!" Bentak Zeldan. "SEKARANG DIMANA ZIDAN! DIMANA KEMBARAN SAYA, HAH?!"emosinya kalut."
HAPPY READING:):'Dia pasti baik-baik saja.'»«Kembali ke rumah Anta, tepatnya dikamar Anta--tempat semuanya berkumpul kini. Mata Anta dan Kafi tertuju pada Zeldan, saat mendengar ponselnya yang jatuh tiba-tiba ke lantai, dan lelaki itu meringis memegangi kepalanya, yang entah mengapa terasa sangat sakit.Zidan yang tadinya sibuk dengan ponselnya, kini memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa sangat sakit, lalu beberapa saat kemudian dia pingsan, membuat kedua temannya disana mulai panik dan berusaha untuk menyadarkannya."Oy, Dan!" Anta yang melihat Zeldan tergeletak di lantai mulai mendekatinya. "Kenapa,Lo?!" Tanyanya, terdengar dari nada suaranya, kalau Lelaki itu kini tengah khawatir, begitu juga dengan Kafi."Jangan bercanda, tolol! Bercandaan Lo gak lucu!" Sambung Kafi.