Bercerita tentang seorang gadis miskin bernama Kania Putri Salshabilla harus merantau ke Jakarta dan bekerja menjadi seorang pembantu di salah satu rumah mewah milik pembisnis sukses, Rudi Bianvaro agar kebutuhan sehari-harinya terpenuhi. Di sana Kania disambut dengan baik oleh istri Tn. Rudi yakni Indira Larasanti. Sampai-sampai beliau menyuruh Kania tidur di kamar atas bersebelahan dengan kamar putra mereka. Awalnya Kania menolak karena tidak enak dengan perlakuan Ny. Indira yang dirasa terlalu berlebihan. Tapi setelah Ny. Indira bujuk, akhirnya Kania mau untuk menempati kamar atas. Dan dari sinilah cerita itu dimulai ketika Kania mengenal seorang Riyan Marvel Alvaro, Putra majikannya yang terkenal badboy hingga dijuluki si trouble maker di sekolah SMA Bimasakti.
View More***
"Nanti kamu tidur di kamar atas!" seru Ny. Indira pada gadis muda yang memakai kacamata dengan rambut dikepang dua. "Apa? Tidur di kamar atas? Tapi Nyonya, Kania nggak--" "Nggak ada kata menolak Kania. Saya mohon!" pinta Ny. Indira. Tak tega melihat Ny. Indira memohon seperti itu, akhirnya Kania mengiyakannya. "B--baik Nyonya." "Terimakasih Kania." "Iya Nyonya sama-sama. Tapi Nyonya, bukannya kamar atas punya anak Nyonya?" tanya Kania. "Iya, di atas ada dua kamar. Yang satunya punya anak saya yang cewek. Dia sudah menikah dua bulan yang lalu dan ikut suami. Ya otomatis kamar itu kosong. Nah saya kepengen kamu menempati kamar tersebut." jelas Ny. Indira. "Terus kamar yang satunya lagi?" "Nah yang disebelahnya itu kamar anak saya yang cowok. Dia masih sekolah, mungkin usianya sama kayak kamu." "Ohh ...." Kania mengangguk-angguk kepala mengerti sambil memandang ke arah sekelilingnya. Ah, benar-benar rumah yang mewah dan luas. Begitulah yang ada di pikiran Kania saat ini. "Sekarang anak Nyonya yang cowok ke mana?" tanya Kania. "Dia masih di sekolah, mungkin sebentar lagi pulang. Oya, hari ini saya mau keluar dulu. Kamu jaga rumah ya dan jangan lupa bersihin kamar anak saya yang cowok," titah Ny. Indira. Kania mengangguk. "Baik Nyonya." Ny. Indira sejenak membelai rambut Kania dengan lembut. Setelah itu, ia bergegas keluar rumah sambil menenteng tas. Kini Kania hanya seorang diri di rumah mewah tersebut. Kebetulan para pembantu Ny. Indira sedang pulang kampung, jadi tugas membersihkan rumah Ny. Indira adalah tugas dirinya. "Baik Kania, sekarang tugas pertama kamu adalah bersihin kamarnya anak Nyonya Indira. Iyahh, Kania semangat!" ujar Kania menyemangati dirinya sendiri. *** Ceklek! Kania perlahan membuka pintu kamar putra Ny. Indira. Sontak saja Kania terkejut karena kondisi kamar tersebut tampak sangat berantakan. Bahkan bekas cemilan pun terlihat berserakan di atas ranjang tidur dan juga sofa. "Apa anak Nyonya Indira gak tau tata kebersihan?" ucap Kania merasa ngeri melihatnya. Brummm! Brummm! Suara deruman motor yang mengaung membuat Kania terperanjat kaget. Suara itu terdengar begitu dekat dengan rumah Ny. Indira. Karena penasaran, akhirnya Kania bergegas menuju jendela kamar untuk mengecek keadaan di luar. "Ho!" Kania terbelalak usai melihat gerombolan geng motor memakai seragam SMA terparkir di depan gerbang rumah Ny. Indira. Dengan langkah cepat Kania langsung turun ke bawah untuk mengunci rumah, takut para geng motor tersebut masuk ke dalam. Namun .... Brak! Pintu rumah tiba-tiba terbuka lebar. Segerombolan anak muda memakai seragam SMA serta memakai jaket jeans terlihat memasuki rumah Ny. Indira. Hal itu membuat Kania yang tergesa-gesa turun dari tangga langsung mengerem kecepatan larinya. 'Ya ampun! Bagaimana ini? Mereka semua udah masuk ke dalam. Gimana aku ngadepin mereka kalau tampang mereka kayak preman semua?' Batin Kania mulai panik sendiri usai melihat kehadiran mereka. "Bos, pokoknya besok malam kita harus jadi balapan sama si geng Andra. Kalau sampai dibatalin lagi, bisa-bisa kita diledek abis-abisan sama mereka." "Betul tuh Bos apa kata si kribo. Pokoknya harus jadi. Gue gak mau ya kalau geng kita dianggap remeh sama mereka." "Udah, lo semua tenang aja. Besok kita jadi balapan sama mereka. Dan gue pastiin kita yang bakalan menang. Kalau perlu nih ya gue bakal pakek taktik manjur buat ngalahin si geng Andra di balapan nanti." "Ah mantul lo Bos. Gak salah kita semua ngangkat lo jadi ketua geng. Iya gak bray?" "Yoiii." Perlahan Kania kembali menaiki anak tangga sebelum ada orang yang mengetahui kehadirannya. Ia pun bersembunyi di balik dinding penyekat untuk mendengar pembicaraan mereka lebih lanjut. "Woy Bo, ambilin minum gih buat kita-kita!" titah cowok berambut gondrong pada cowok berambut kribo. "Kan si Bos punya pembantu di rumah. Napa lo nyuruh gue?" "Pembantu di rumah gue pada pulang kampung semua. Udah lo ambil aja sana!" "Ohh oke Bos." Cowok berambut kribo langsung bergegas menuju dapur untuk mengambil beberapa minuman di dalam kulkas. Sementara di tempat Kania, ia sempat terkejut ketika tau cowok yang memakai bandana hitam di lengan kanan adalah putra majikannya sendiri yakni Riyan Marvel Alvaro. "Jadi cowok yang pakek bandana hitam itu Tuan muda Riyan," ucap Kania sambil menatap tak percaya sosok Riyan dari kejauhan. "Dan cowok-cowok yang lagi duduk di dekat Tuan muda Riyan itu temen-temennya?" Kali ini Kania menatap teman-teman Riyan satu persatu. Ada yang berambut gondrong. Berbadan cukup besar. Berkulit putih. Berkulit agak hitam. Bahkan berwajah tampan pun ada. Termasuk wajah milik Riyan. Kania akui di antara cowok-cowok yang lagi duduk di sofa, Riyan lah yang paling tampan. Meskipun penampilannya itu seperti berandalan, tapi pesona serta aura yang dimiliki Riyan begitu luar biasa. "Oalah, kenapa cowok seganteng Tuan muda Riyan harus punya temen berandalan kayak mereka ya? Apa jangan-jangan Tuan muda Riyan salah pergaulan lagi?!" ucap Kania. "Bos, lo gak kasihan apa sama si Tasya? Dia udah nembak lo 20 kali, masa lo tolak dia terus?" Cowok berkulit agak hitam mulai bersuara. Sebut saja namanya Jani. "Ck." Riyan tersenyum smirk. "Si Tasya terlalu ribet. Gue gak suka cewek kayak gitu," timpal Riyan terus terang. "Terus lo mau tipe cewek kayak apa Bos?" tanya cowok berkulit putih. Sebut saja namanya Kevin. "Lo semua pengen tau tipe cewek gue kayak apa?" tanya Riyan. "Yaiyalah Bos, masa enggak. Jarang-jarang loh kita bahas cewek. Iya gak bray?" "Yoiii. Kasih tau aja Bos ke kita-kita biar gak pada penasaran," sahut cowok berbadan cukup besar. Sebut saja namanya Babam. Riyan hendak ingin bersuara mengenai tipe cewek idamannya. Namun, ia urungkan usai kedua bola matanya menangkap seseorang sedang bersembunyi di balik dinding penyekat lantai atas. Alis Riyan langsung mengerut curiga. Seingatnya tidak ada siapapun di rumahnya selain Papa dan Mama-nya. "Lo lagi ngeliatin siapa Bos? Hantu?" tanya Kevin. "Bukan. Gue lagi ngeliatin dapur. Masalahnya si kribo lama bawain minuman buat kita-kita," jawab Riyan ngeles. Ia tidak ingin teman-temannya tau apa yang dilihatnya barusan. "Eh iya yah, kenapa gue baru nyadar si kribo lama bawain minumannya? Jangan-jangan tuh anak ML-an dulu lagi," ujar Babam. "Lo semua tunggu dulu di sini. Gue mau ke atas, kelarin sesuatu," ucap Riyan sambil berdiri dari tempat duduknya. "Kelarin apa bos? Streamingan yang kemarin?" tanya Jani seraya menaik-naikan kedua alisnya disertai dengan senyum tak bisa ditebak. "Kepo lo!" Riyan langsung melempar bantal sofa ke wajah Jani. Setelah itu, ia bergegas menaiki anak tangga. #Bersambung***Acha syok di tempat. Buru-buru Acha membuka high heelsnya, kemudian melompat ke dalam kolam untuk mengambil kalung pemberian Riyan. Hal itu tentunya menarik perhatian semua tamu undangan, termasuk Riyan yang sedang berdansa ria dengan Mauren."Natasha." Riyan terkejut melihat posisi Acha sekarang melambaikan kedua tangan ke atas sambil memegang kalung dengan badan yang sesekali naik turun. Sudah Riyan pastikan jika Acha tidak bisa berenang."Tolong, tolong aku."Detik itu juga, Riyan langsung berlari untuk menyelamatkan Acha. Namun, langkahnya terhenti usai melihat seorang cowok lebih dulu melompat ke kolam. Siapa lagi kalau bukan Alvin, teman Riyan.Alvin menggendong Acha dengan keadaan posisi antara sadar dan tidak sadar menuju pinggir lapangan. Cewek itu terbatuk-batuk karena sempat merasakan air yang masuk ke dalam perutnya."Hei, lo gak papa?" Alvin menepuk-nepuk pelan pipi Acha, memastikan apakah cewek itu baik-baik saja atau tidak.Acha menggeleng. Lalu segera duduk sambil
***"Ra, ini cara pakainya gimana?" Acha memperlihatkan handphone pemberian Riyan pada Clara.Tadi pagi Acha sangat penasaran dengan isi kotak box dari Riyan. Setelah dibuka ternyata barang-barang di dalam tidak kalah bagus juga mewah. Handphone, jam tangan, gaun dress selutut berwarna denim serta high heels. Tentu saja hati Acha merasa tersentuh melihat barang-barang mewah karena Acha merasa ia tidak layak untuk memiliki semua itu."Cie, yang sekarang ada handphone baru. Dikasih siapa nih?" goda Clara sesekali menyenggol lengan Acha."Hihi, dikasih Tuan Muda," jawab Acha malu-malu."Tumben Riyan baik sama kamu? Pasti ada maunya itu."Acha berpikir sejenak, ada benarnya juga perkataan Clara. Karena dari kemarin malam sikap Riyan berubah padanya, dari sinis menjadi romantis. Acha berharap Riyan memang tulus melakukan semua itu."Aku percaya kalo Tuan Muda baik, Ra.""Iya deh, emang dalam rangka apa Riyan ngasih ini ke kamu?" tanya Clara penasaran."Enggak tau, Ra.""Sini, aku ajarin."
***Selesai mengganti seragam, Acha segera bergegas ke dapur untuk mempersiapkan makan malam. Namun, setelah tiba di sana, Acha dikejutkan dengan kehadiran seorang wanita paruh baya tengah memotong bawang."Maaf, ibu siapa ya?"Wanita baya itu tersenyum melihat Acha. "Eh, Neng, Neng pasti Neng Acha, ya. Kenalin nama saya teh Suamiati, Neng bisa panggil saya Bik Sum, saya pekerja di sini juga.""Ohh gitu ya, Bik. Bik Sum udah kerja lama di sini? Soalnya Acha baru liat Bik Sum.""Iya Neng, Bik Sum udah lama kerja di sini waktu Mas Riyan masih bayi. Minggu kemarin Bik Sum sama Mang Agus pulang kampung, jadi Neng baru liat Bik Sum."Acha mengerutkan dahi. "Mang Agus itu siapa Bik?""Satpam di rumah ini, Neng."Acha manggut-manggut mengerti. Pantas saja saat Acha pertama kali melamar kerja, suasana rumah saat itu sepi ternyata para pekerja Indira pulang ke halaman kampung."Sore ini Neng duduk manis aja ya biar Bik Sum yang masak.""Enggak bisa Bik." Acha mengambil alih pisau dari tangan B
***Acha berjalan kaki melewati jalanan sepi menuju pangkalan angkot. Seharusnya sesuai pesan Indira, Acha harus pulang bersama Riyan. Namun, cewek itu tidak ingin mengganggu Tuan Mudanya.Jangankan mengusik, Acha tidak ingin mencari masalah baru lagi, yang ada nanti hukumannya semakin bertambah.Di tengah sedang melangkah, Acha dikejutkan dengan suara deruman motor yang sangat berisik dari arah barat."Ya Tuhan." Acha mulai panik sendiri. Kenapa sore-sore begini ada segerombolan geng motor?Suara deruman itu semakin dekat seolah akan menghampiri Acha. Acha yang semakin panik segera melarikan diri. Namun, belum sempat melakukan itu, sekelompok geng motor muncul lalu mengelilingi Acha dengan bentuk lingkaran sehingga tidak ada celah bagi Acha untuk kabur."Ya Tuhan, bagaimana ini?" gumam Acha ketakutan.Acha menutup telinganya karena suara knalpot yang sangat berisik, belum lagi kepala Acha merasa pusing melihat sekelompok geng motor memutari tubuhnya."Astagfirullah ... Astagfirullah
*** Byur. Entah dari mana sumbernya, guyuran air tiba-tiba saja mendarat tepat di atas kepala Acha, membuat sekujur tubuh gadis itu basah kuyup. "Hahaha, rasain lo." Acha langsung menoleh pada suara tawa tersebut. Beberapa siswi memakai jaket denim dengan rambut berwarna hitam ke-pink-an adalah pelakunya Acha menyipitkan mata sebenar, ia seperti tidak asing dengan mereka. Ya, Acha baru ingat jika mereka adalah teman-teman sekelasnya. "Gimana nih gembel, seru gak disiram pake air comberan?" tanya salah satu dari mereka dengan name tag Ana Tasya Corina. Acha membulatkan mata. Ia baru menyadari jika air yang menimpanya tadi adalah air comberan. Pantas saja Acha merasakan bau busuk. "Kenapa kalian begitu jahat? A--ku ada salah apa sama kalian?" lirih Acha, matanya berkaca-kaca ingin menangis. Niat Acha ke sekolah padahal ingin mencari ilmu, bukan mencari masalah. "Lo punya salah banyak, cupu. Lo udah bikin Prince gue kalah," pekik Tasya sembari melangkah maju mencengkram
*** Hati Acha merasa sedih dan bersalah ketika menyaksikan Riyan mulai bersujud di kaki orang lain. Acha tentunya tidak ingin diam saja, ia harus membantu Tuan Mudanya. Namun, saat Acha ingin melangkah, Alvin menahan lengannya. "Mau kemana?" tanya Alvin. "Mau bantu Tuan Muda, Al. Tuan Muda gak boleh ngelakuin itu," jawab Acha. "Saat ini lo lagi disalahin semua orang, Cha. Kalo lo maju belain Riyan lagi, lo bakal dapat masalah yang lebih besar dari ini." "Terus aku harus apa?" tanya Acha, semakin gelisah. "Diem. Lo cukup diem," timpal Alvin sedikit menekan katanya. Dari jarak satu meter, Acha hanya bisa menatap Riyan dengan tatapan sendu. Acha ingin sekali merengkuh badan tegap yang sedang bersujud itu, namun apalah daya Acha tidak ingin menambah masalah. Usai menuruti keinginan Andra, Riyan segera menaiki motornya dan pergi dari sana tanpa berbicara sepatah kata lagi. "Tuan Muda," lirih Acha. Bukan firasat lagi, Acha sudah yakin jika saat ini Riyan sangat marah padanya. **
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments