Awalnya Risha sudah lelah dan jenuh meladeni dua manusia yang telah ia tolong selama beberapa hari ini. Tapi dia hanya bisa pasrah dan masih memberikan segala keperluan dua manusia yang sekarang tinggal di kamarnya.
Risha orang yang menjunjung tinggi prinsipnya. Jika ia sudah menolong seseorang ia akan membantu sebisanya dan semampu mungkin dengan tanpa pamrih, serta dia juga tipe orang yang pantang menyerah. Apapun yang dia lalui dan dia mulai maka sekuat tenaga dia akan berusaha menyelesaikannya, itu prinsip yang di pegang teguh Risha selama ini.
Seperti saat ini, dia bisa saja meninggalkan dua manusia bar-bar dan arogan yang sekarang tinggal di penginapan yang ia jaga serta mengusir mereka seketika, tetapi nyatanya tak pernah ia lakukan.
Tapi sebetulnya dia masih bertanya-tanya siapa kedua orang itu? Dilihat dari luka mereka kemarin itu bukan luka akibat perampokan atau tindak kejahatan tapi itu bekas luka berkelahi dengan orang banyak bahkan bisa disebut dikeroyok secara massal. Tapi dari media cetak, media elektronik bahkan di sosial media tak satu pun yang memberikan berita tentang kejadian yang menimpa kedua orang yang ia tolong itu. Karena dilihat dari paras kedua laki-laki yang ia tolong mereka bukan orang asli dari negara yang ia tinggali.
Sedangkan kejahatan yang melibatkan Warga Negara Asing di kota ia bekerja bahkan di Negaranya adalah tindakan yang sangat dilindungi undang-undang. Jadi Risha merasa sedikit aneh dan bertanya-tanya tapi dia berusaha bersikap tenang dan senatural mungkin agar tak menimbulkan kecurigaan.
Sudah tiga hari Risha mengantarkan keperluan obat-obatan dan makanan rutin kepada Edward dan Sammuel di kamarnya, bahkan dia rela tidur di gudang jika malam tiba. Kerena kamar yang biasa dia tempati di pakai oleh kedua manusia asing yang bar-barnya diatas rata-rata menurutnya.
Keesokan harinya di restoran tempat Risha bekerja.
"Eehh Ris, kenapa leher mu?" ucap Sisil yang mengetahui plaster di leher Risha berair dan berubah warna."Apa luka karena jatuh kemarin masih belum Sembuh? Parahkah? Coba di periksain, gih! Takutnya infeksi, lu juga sih! Jadi orang jangan rajin-rajin amat lah, bersih-bersih gudang sampai tertimpa tangga. Uda tau itu tangga uda usang, banyak paku yang sudah berkarat. Cepet pergi periksa gih, kamu keliatan pucat banget lho," cecar Sisil yang khawatir dengan kondisi sahabatnya itu.
"Sudah gak kenapa-kenapa kok, mungkin aku lagi capek aja jadi kelihatan pucat," jawab Risha sambil meraba lehernya yang terdapat luka yang sudah tertutup plaster luka berukuran besar. Terasa nyeri dan sakit sebetulnya tapi tak dihiraukan Risha. Dia teringat bahwa sudah dua hari dirinya tak mengganti Plaster dan mengobati lukanya dikarenakan kesibukannya yang bertambah dikarenakan merawat dua manusia bar-bar tingkat dewa itu.
"Eehh, besok giliran kamu libur, kan? Kamu uda tiga minggu gak libur gara-gara gantiin shiftnya si Mela. Biar nanti gua yang ngomong ke Pak Dandi, biar Mela gak alibi terus. Bosan denger Alibi dia terus, biar gak bayar utang liburnya. Yang ada malah temannya yang lain pada tepar semua gara-gara gak ada waktu buat istirahat," keluh Sisil yang diangguki pelan oleh Risha sambil tersenyum tipis.
"makasi ya, Sil," jawab lirih Risha sambil meneruskan mencuci piring sambil sesekali mengelap keringat dingin yang terus menetes dari keningnya.
Akhirnya Risha mendapat ijin libur selama 4 hari setelah Sisil menjelaskan ke Pak Dandi pemilik Restoran ia bekerja dan penginapan tempat Risha tinggal dan sekaligus tempat kerja paruh waktu Risha selain berkerja di Restoran.
Keesokan paginya.
Sudah pukul 9 pagi tapi tak ada tanda-tanda Risha datang memberi sarapan ke kamar Edward dan Sammuel seperti biasanya.
Kondisi Edward pun sudah pulih dan bisa bejalan dengan lancar, walau harus menahan rasa sakit yang sesekali datang akibat lukanya yang belum sembuh sempurna.
"Kemana wanita itu, biasanya jam 7 sudah mengantarkan makan kesini, ini sudah jam 9 masih belum ada tanda-tanda kemunculannya," ketus Sammuel sambil mondar-mandir di belakang pintu kamar.
Edward yang baru saja keluar dari kamar mandi sudah berpakaian rapi dan memakai topi seperti hendak bepergian.
"Mau kemana kak?" Tanya Sammuel penasaran sambil mendekati Edward yang merapikan ranjang tempat tidurnya dengan berpakaian rapi dan sedikit merubah gayanya untuk penyamaran."Mau melihat situasi dan kondisi, sekalian mencari informasi. Sudah empat hari tak ada berita tentang kejadian di pelabuhan, rupanya musuh kita bukan orang sembarangan," Ucap Edward sambil berjalan mendekati Sammuel sambil menepuk pelan pundak Sammuel beberapa kali.
Ketika keluar kamar Edward dan Sammuel mengamati sekeliling dengan waspada tapi bersikap santai dan senatural mungkin.
"Apa lukamu sudah membaik kak?" lirih Sammuel di sebelah Edward dengan sedikit cemas yang melihat Edward sedikit berjalan tertatih seperti menahan rasa sakit.
"Lumayan, masih sedikit nyeri tetapi masih bisa aku tahan," jawab Edward yang mana tiba-tiba berhenti di sebuah pot tanaman di depan kamar dan mengambil tanah di dalam pot itu.
"Kenapa kak?" tanya heran Sammuel yang melihat Edward meraba-raba tanah di pot bunga itu.
"Dia tidak disini sejak sore kemarin," ucap Edward sambil mengedarkan pandangan di sekitar penginapan."Siapa? Perempuan itu? mungkin dia sibuk bekerja hingga lupa menyiram tanamannya itu," jawab asal Sammuel sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling penginapan.
"Aneh, biasanya dia tak pernah absen menyiram tanaman walaupun pulang kerja pada malam hari dari tempat kerjanya," ucap Edward dan seketika matanya tertuju pada kamar di pojokan yang mana terdapat sepatu yang biasa di pakai Risha tergeletak di depan pintu kamar itu.
"Penginapan ini lumayan juga," ucap Sammuel yang mengamati sekeliling yang ternyata tempatnya berlindungnya selama beberapa hari ini adalah komplek penginapan villa yang lumayan asri, luas dan sedikit bersifat privat.
Jangan lupa Vote, Like dan komen yaa...
Trim's
~ Ryukirara~
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd