Share

2. Amarah yang ambigu

Di kamar Risha, tepatnya kamar yang sekarang di tempati oleh Edward dan Sammuel yang sedang dalam masa penyembuhan itu terdapat suasana bersitegang antara Sammuel dan Risha. Yang membuat suasana agak sedikit ramai dan lebih hidup menurut dari pandangan Edward, ia menyaksikan pertengkaran adiknya dengan sang penolongnya dengan senyum tipisnya.  Karena menurut Edward baru kali ini untuk pertama kalinya Adik kesayangan satu-satunya itu menunjukkan emosi yang normal untuk seukuran Sammuel yang terkenal dingin dan killer, bahkan lawan Sammuel kali ini adalah seorang perempuan. Bukankah suatu kemajuan?

Sangat berbanding terbalik dengan sifat Sammuel yang selalu bertindak langsung tanpa ampun,  bahkan dari sudut pandang Edward wanita yang sekarang berada di hadapannya mempunyai sifat dan sikap yang menarik serta unik. 

"Trus apa maksudnya dengan itu hah!" Pekik Sammuel sambil menunjuk kantong plastik yang isinya sudah berhamburan dilantai yang sengaja Sammuel buang tadi. 

"Menurutmu apa, hah!" pekik Risha sambil melihat kearah tujuan telunjuk Sammuel dan masih tak mengerti apa yang dimaksud dengan perkataan laki-laki yang arogan di depannya ini. 

"Lihat ini!" pekik Sammuel sambil menunjukkan kantong plastik yang ia pungut, yang mana disana tertulis tulisan sebuah klinik hewan dan seketika Risha tau maksud dari perkataan Sammuel yang sedang emosi di depannya itu. 

"Heh!" desis sindiran tawa lirih Risha dengan memutar bola matanya, "kamu sendiri yang bilang tadi malam jangan lapor polisi, trus bagaimana aku bisa mendapatkan obat-obatan yang tak dijual bebas ini di apotek, hah! Mikir, pakai otak! Aku bukan orang bodoh yang berbuat seenaknya sendiri, apa kamu mau aku dengan terang-terangan membeli obat-obatan yang tak dijual bebas itu, yang mana dapat menimbulkan kecurigaan orang untuk lapor polisi hah! Mikir!" jelas Risha sambil memunguti obat-obatan yang berserakan di lantai dan memasukkannya kembali kedalam kantong, kemudian menaruhnya diatas nakas sambil melirik ke arah Edward yang tidur di ranjang yang sama-sama juga memandang gerak-gerik Risha. 

"Tenang, obatnya memang untuk manusia hanya saja alatnya saja aku peroleh dari klinik pengobatan hewan. Gak akan mengancam nyawa jika digunakan, aku juga masih waras yang bisa membedakan mana yang untuk manusia, mana yang untuk binatang!" ketus Risha selesai menaruh kantong obat diatas nakas dan hendak melangkah pergi meninggalkan kedua manusia bar-bar yang menurutnya berbeda tabiat di depannya ini. Yang satu kayak patung yang satu mirip binatang hutan, aneh!

"Kamu pergi semalaman, apa aku harus percaya kalau kamu tak melapor pada siapa-siapa, hah!" ketus Sammuel sambil mengambil pistol di dalam laci nakas sambil mengokangnya kemudian mengarahkan ke arah Risha yang akan beranjak pergi dari kamar itu. 

Risha yang mendengar teriakan Sammuel dan suara kuncian senjata seketika menghentikan langkahnya sambil memejamkan mata kemudian mengahirup nafas dalam-dalam.

"Cih!" decih Risha sambil menoleh sambil memiringkan tubuhnya kemudian melirik tajam ke arah Sammuel.

"Apa kau lupa apa yang telah kalian perbuat di restoran, hah! Apa aku harus diam saja, jika nanti orang lain tau bahwa di restoran pernah ada orang terluka dan darahnya berada dimana-mana? Jangan jadi penjahat jika terlalu bodoh dalam mencerna masalah, yang ada malah bikin repot orang saja!" ketus Risha yang berjalan mengambil dua bungkusan makanan yang tadi ia bawa kemudian meletakkannya di atas meja.

"Makanlah! Karena marah juga butuh tenaga," ketus Risha sambil melirik Sammuel kemudian berlalu pergi meninggalkan kamarnya setelah meletakkan makanan diatas meja. 

Edward yang melihat cara dan sikap Risha melengkungkan senyum tipisnya dengan penuh makna.

"Ayo kita makan," ucap Edward sambil berusaha duduk bersandarkan dasboard ranjang yang dibantu Sammuel menata makanan untuk kakaknya. 

"Apa dia akan baik baik saja?" tanya Edward di sela-sela ia mengunyah makanannya.

"Maksudnya?" jawab Sammuel penuh tanya dan tertegun seketika dengan pertanyaan sang Kakak yang aneh dan ambigu. 

"Bukankah pisaumu sudah kau lumuri dengan racun? Apakah tak berbahaya baginya? Sepertinya pisau itu sudah menggores lehernya agak dalam," ucap Edward sambil memandang Sammuel yang duduk di samping ranjangnya sambil menikmati makanannya.

"Entahlah," jawab Sammuel dengan menghembuskan nafas kasar dan melihat kearah Edward.  Tadi dia juga melihat plaster luka yang menempel di leher Risha tepat di tempat ia menodongkan pisau lipatnya tempo hari.

"Sudah aku bersihkan ketika berada di pelabuhan tapi masih belum aku sterilkan," jawab santai Sammuel sambil menghabiskan makanannya. Walaupun di dalam hatinya masih ada keraguan yang mana dapat di lihat dan diartikan dari pandangan Edward. 

"Jangan terlalu kasar padanya, ia sudah menyelamatkan nyawa kita," sela Edward sambil melirik Sammuel yang mana langsung diangguki oleh Sammuel.

Jangan Lupa Vote,  Like dan komen yaaa...

Trim's

~ Ryukirara ~

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ryu_kirara
terima kasih atas dukungannya kak salam kenal dari Author
goodnovel comment avatar
Rita Sari Dewi
asiik.. kyknya cerita bagus.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status