Aku tergopoh-gopoh membawa barang belanjaanku. Meski swalayan hanya berjarak 100 meter tetapi aku takut saat sibuk bekerja sehingga tidak sempat untuk belanja. setidaknya barang dalam jinjinganku ini bisa mencukupi selama sebulan ke depan.
Langkahku terhenti tepat di depan gerbang. Gelak tawa dari dalam rumah begitu menggema. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling rumah. Di garasi terparkir beberapa motor. Aku yakin Julian sedang mengajak temannya berkunjung ke rumah. Aku menarik nafas berat berusaha memaklumi sikapnya. Sedikit berfikir bijak bahwa dia bersedia melepas masa lajangnya di usia muda. Di usia dimana dia masih bisa menikmati kesendirianya.
Aku melangkah masuk ke dalam rumah, melihat sepatu berserakah. Aku jongkok untuk menyusunnya di rak sepatu meski mereka hanya tamu dan mungkin sebentar lagi akan pulang.
“Cari siapa tante?” tanya pemuda yang memakai sweeter hoodi berwarna kuning.
“Siapa Doni?” ku lihat satu persatu memandangku. Aku menepuk tanganku dari kotoran kemudian bangkit dari jongkokku. Aku tersenyum.
“Kalian teman-teman Julian?” tanyaku.
“Iya tante,” jawab Doni. Aku menunjukkan keranjang belanjaan padanya tanpa harus menjelaskan siapa aku.
“silahkan,” kata Doni lalu meyingkir dari pintu. aku terkejut melihat sampah berhamburan, minuman di atas meja tamu dan semua cemilan di kulkas tumpah ruah.
“Julian mana?” tanyaku pada teman-teman Julian yang duduk di ruang tamu. Ada Tristan dan Joe dengan pasangannya masing-masing.
“Di kamar tante,” jawab Joe. Aku menelan ludahku kasar.
Ku bawa semua barang belanjaanku ke dapur kemudian menyiapkan makan siang yang lebih banyak. Aku harus menjamu tamu suamiku. Semua makanan sudah aku siapkan tetapi Julian belum keluar dari kamar. Aku pikir dia tidur. Karena itu percepat aku tata makanan di atas meja makan dan hendak memanggil namun pintu kamar terkuak. Julian keluar dari kamar dengan wajah sumringahnya. Aku mendekat dan ingin menegurnya tetapi langkahku terhenti saat melihat Claro bergelayut manja di lengannya.
“Kenapa tuh bibir pada bengkak,” teriak joe. Yang lain hanya tertawa. Claro tersipu malu membenarkan dandanannya. Julian sedikit tersentak saat melihatku.
“sudah pulang?” tanya Julian. Aku menatapnya tanpa berkedip.
“Memangnya siapa Ju?” Tanya Tristan.
“Istri gue,” jawab Julian dengan tegas namun malah menohok hatiku. Semua melongo. Aku hanya tersenyum melihat mereka menatapku.
“Makanan sudah siap, kalian bisa makan siang,” kataku lalu melangkah menuju kamar. Julian dan Claro menggeser tubuhnya agar aku bisa masuk ke kamar.
“Claro ingin menggunakan kamar mandi. Makanya aku menunjukkan kamar mandi disini,” jelas Julian yang mengikutiku sejak masuk kamar tadi.
“Aku tidak menanyakan apapun,” kataku kemudian menjatuhkan tubuhku diatas tempat tidur. Kali ini aku ingin istirahat. Aku lelah menyiapkan makanan untuk teman-teman suamiku yang brengsek itu.
“Kau lelah?” tanya Julian sambil memijit betisku.
“Kau temani mereka saja, aku ingin istirahat,” kataku. Julian tersenyum senang lalu meninggalkanku sendiri. Aku langsung bangkit dari tempat tidur saat mendengar pintu kamar tertutup. Aku ingat bahwa Mami Angel pernah bilang kalau seluruh sudut ruangan ini di pasang CCTV. Mami Angel kwatir dengan keselamatan kami, apalagi menurut Mami Angel Julian masih terlalu muda untuk melindungiku.
Aku keluar kamar. Di meja makan riuh canda tawa Julian dengan teman-temannya, masih bisa aku menyaksikan Claro yang bergelayut manja di lengan Julian. Aku memutuskan ke ruang operator, teman dimana Mami Angel memintaku untuk memantau keadaan rumah sehari sekali.
Aku memperhatikan beberapa layar yang tergantung di dinding. Aku duduk di depan layar. Memeriksa layar ke berapa merupakan tempat tidurku. Screk.. akhirnya aku melihatnya. Aku sedikit banyak tahu penggunaan komputer sehingga mudah bagiku untuk mengaksesnya. Aku menutup mataku, menarik nafas berat lalu menghembuskannya lewat mulut. Aku tidak siap mengetahui apa yang terjadi di dalam kamar kami namun aku juga penasaran. Aku tidak ingin Julian bohong padaku seperti dia tidak terima pernikahan kami diatas kebohongan.
Bismillah
Langsung ku klik layar, memundurkannya sampai saat Julian dan Claro masuk kamar. Aku memijit ujung hidungku saat melihat Claro langsung menyerang Julian. Mencium bibir Julian. Dan Julian terlihat menerima dan menikmatinya. Bahkan Julian mengangkat tubuh Claro dan membawanya ke ranjang kami. aku menarik nafas dan tidak mampu untuk menghembuskannya terlalu sesak bagiku menyaksikan itu semua. Claro hampir saja mengajak Julian berhubungan badan sampai akhirnya Julian menarik tangan Claro untuk menghentikannya namun Claro tidak diam. Dia terus memaksa agar Julian mau menciumnya hingga mereka puas. Tidak terasa air mata membasahi pipiku.
“Lelaki brengsek,” kataku kemudian menghapus air mataku penuh dengan amarah. Ku copy file perselingkuhan mereka. Aku gemetar. Masih sanggupkah aku menghadapi mereka?
“Yumna... yumna.. yumna,” teriak Julian. Aku tidak menyahuk. Aku ingin tenangkan diriku dulu. Aku ingin sendiri dulu.
Dua jam bergulat dengan jalan keluar untuk hubungan kami tetapi aku tidak kunjung menemukannya. Aku takut memaafkan Julian. Takut dia mengulang kesalahan yang sama karena memaafkannya berdasarkan rasa cinta yang hadir diantara kami. aku menarik nafas berat kemudian keluar dari ruangan operator. Julian tampak terkejut melihatku. Aku hanya tersenyum dipaksakan.
“Habis darimana kau?” tanya Julian.
“Dari kamar ini,” kataku lalu berlalu meninggalkan Julian yang masih memasang wajah terkejutnya.
“Kenapa tidak tidur di kamar saja?” tanya Julian. Aku menghentikan langkahku dan ingin berbalik ke arahnya lalu teriak bahwa aku jijik tidur di kamar yang sama dengan Claro menciumnya tetapi aku menahan amarah itu.
“Kalian terlalu ribut, aku terganggu istirahat,” kataku. Julian lalu mengandeng tangaku melangkah bersama. Aku ingin sekali melepaskan diri darinya. Ingin teriak untuk tidak menyentuhkan dengan tangan yang sama saat dia mengendong mesra Claro. Mengapa dia ingin menikah denganku? Mengapa harus aku? Mengapa bukan Claro saja?
“Mereka sudah pulang?” tanyaku saat kami sudah ada di depan kamar. Aku menghentikan langkahku. Julian menatapku heran. Aku gemetaran. Aku tidak ingin masuk ke kamar itu.
“Kenapa?” tanya Julian.
“Kita ke rumah Mami Angel gimana?” ajakku.
“Ok,” kata Julian penuh semangat. Aku menarik tubuhku dan berusaha untuk tidak bersentuhan dengan Julian. _..._
Aku tidak tahu keputusanku benar atau salah. Tetapi aku pikir, Mami Angel cukup bijaksana dalam memutuskan masalah.
Aku menyandarkan tubuhku di jok mobil. Julian mengemudi dengan tenang, sesekali dia menatapku heran namun tetap memilih untuk diam.
“Kenapa kau ingin menikah denganku?” tanyaku dengan mata terpejam.
“Karena orang tua kita inginkan pernikahan ini,” jawab Julian. “Tetapi tenang saja. Aku sudah mencintaimu. Jadi kita akan menjalani rumah tangga ini dengan penuh cinta,” lanjut Julian.
“Kenapa orang tuamu bersedia menikahkan kita?” tanyaku pada Julian.
“Karena kedekatan kakek kita,” jawab Julian. Aku baru tahu kalau kakekku dan kakek Julian berteman. Julian cukup tahu siapa keluargaku sedangkan aku baru tahu siapa Julian saat bertemu dengannya.
“Kau pikir, kita baru pertama kali bertemu saat dijodohkan?” tanya Julian. Aku mengangguk.
“Kau salah,” jawab Julian. Aku membuka mata dan memperhatikan Julian yang terlihat sangat bahagia.
“Kita bertemu saat usiaku baru 10 tahun. Saat itu kau 20 tahun, sangat cantik, murah senyum dan membuatku kagum. Aku jatuh cinta saat itu juga. Selama itu aku hanya mencintaimu dan tidak tertarik pada gadis manapun. Bahkan aku masih ingat saat aku mendekatimu dan bilang akan menikahimu jika saat kau berusia 30 tahun dan belum menikah,” jelas Julian berbinar.
“Benarkah?” tanyaku.
“Karena itu aku bertanya tentangmu pada Mami saat aku sudah sarjana dan punya penghasilan sendiri. Dan mami setuju untuk menikahkan kita, saat itu bertepatan dengan ayah Abidin yang mencari calon suami untukmu,” jelas Julian namun aku merasa tidak percaya padanya. Mungkin karena inseden Claro. Andai saja Julian menceritakan itu semua sebelum insiden itu, aku pasti berbunga-bunga. Melayang tinggi dengan gombalannya. _..._
Mami Angel sedang bersantai di ruang nonton saat aku dan Julian masuk ke dalam rumah. Mami Angel sangat bahagia melihat kami berdua ada di rumahnya. Aku sedikit sedih jika mengingat kedatanganku untuk menghilangkan wajah bahagia di wajah Mami Angel.“Papi kemana Mami?” tanya Julian kemudian duduk di sofa depan TV. Aku sendiri memutuskan ke dapur untuk mengambil buah dan mengupasnya sebagai cemilan.“Lagi keluar negeri,’jawab Mami Angel.“Mami hadir saat aku menikah dulu? Sebelum menikah dengan Julian?” tanyaku hati-hati setelah bergabung dengan Julian dan Mami Angel.“Apa sih. Kok dibahas lagi?” bentak Julian.“Tidak sih. Tetapi Mami denger kok beritanya dari teman-teman Mami,” ujar Mami.“Kenapa tidak memberitahu Julian?” tanyaku berusaha menahan air mata yang hampir mengalir di pipiku.“Karena menurut mami.. itu masa lalu kamu. Julian tidak perlu tahu. Lag
Julian menggeliat. Aku tersenyum melihatnya. Perlahan matanya terbuka dan tersenyum melihatku di sampingnya. Julian menyentuh wajah tirusku.“Aku tidak sedang mimpikan?” tanyanya. Aku mengangguk dengan air mata berlinang. Julian menghapus air mataku, lalu duduk bersandarkan kepala tempat tidur kami. aku duduk semakin mendekat ke arahnya. Julian meraih kepalaku lalu meletakkannya di bahuku.“Sekali-kali, aku ingin istriku manja padaku. Jangan aku terus yang bermanja padamu. Sekali-kali aku ingin kau berbagi beban denganku. Bukan aku terus yang membebanimu,” kata Julian. Aku mengangguk.“Jangan pernah meminta pisah. Apapun masalah kita tidak akan pernah selesai dengan kabur apalagi dengan kata cerai. Tetap bersamaku, hadapi masalah bersama dan mencari solusi. Bukannya kabur setelah mengatakan kata cerai, aku ketakutan,” kata Julian. Aku mengangguk kemudian mendongak untuk menatapnya. Baru saja dia ingin bicara, langsung ku sentu
"Aku mohon jangan pergi," rengek Julian sambil terus menarik lenganku."Inilah salah satu alasan aku menolal menikah. menyatukan dua otak berbeda itu sungguh sulit," kataku. "jadi kau menyesal menikah denganku?" rajuk julian. "jangan mengalihkan pembicaraan," bentakku. Julian mencibir."Ternyata seperti ini rasanya menikah," kata Julian kemudian tertawa bahagia."apa yang kau tertawakan?" bentakku."Rasanya nanonano," kata Julian. aku menarik nafas berat, sulit untuk berbicara dengan Julian. Aku menarik Julian ke sofa. dia cengegesan. "Apa yang kau inginkan?" bentakku pada Julian."bersamamu selamanya," kata Julian cenggesan. "tua sama-sama,""Itu hal yang mustahil," kataku.Julian menatapku tajam."Jika sikapmu masih seperti ini. maka pernikahan hingga akhir hayat itu mustahil," bentakku. Julian tertunduk sedih."Kalau begitu kita buat kesepakatan," kataku."Nikah kontrak maksudmu?" teriak Julian membuatku terkejut."bukan," kataku."Lalu?" tanya Julian."Syarat untuk tinggal ber
Aku menatap jengkel ke arah Julian yang terlelap di sofa. Claro tersenyum penuh kemenangan. Sekarang aku baru sadar bahwa dunia kami begitu berbeda. Aku meniinggalkan ruang tamu. memilih untuk istirahat di kamar. merenungi keputusanku yang mungkin salah karena menikahi bocah yang 10 tahun lebih muda dariku.Aku menarik nafas berat. Aku merasa lapar. aku memutuskan ke dapr. namun saat aku keluar kamat. Aku menyaksikan Claro bergelayut manja dilengan Julian. Aku lelah dengan semua ini. Julian tersenyum ke arahku, seakan tidak terjadi sesuatu. aku mengalihkan pandanganku. lalu berjalan menuju dapur. aku hanya membuat mie instant untuk menganjal perutku. tiba-tiba Julian datang saat aku tengah menikmati mie instant buataku."Buatku mana," kata Juian penuh semangat. aku menatap tajam ke arah Julian yang cengegesan. disaat bersamaan Claro datang."Kita makan diluar saja," kata Claro."Ayo," kata Julian tanpa peduli dengan perasaanku."Bukankah kalian akan berpisah?" tanyaku menghentikan la
Daichi-kun anak seorang konglomerat bernama Arata-san. Arata-san terkenal sangat disiplin, tidak peduli anak sendiri pasti harus ikut aturan kalau sudah urusan pekerjaan. Daichi-kun baru lulus kuliah dari luar negeri dan akan segera bekerja dengan di perusahaan ayahnya. Daichi-kun bersemangat berangkat pertama hari kerjanya karena ia ingin menunjukkan ia layak jadi pewaris perusahaan. Jangan sampai kakak tirinya, Akemi-kun diangkat jadi pewaris.Daichi-kun berangkat terburu-buru ke kantor. Naik Bus. Arata-san tidak memperbolehkan bawa mobil supaya tahu rasanya berjuang di hari pertama kerja. Daichi-kun kesal juga tapi tidak bisa membantah. Saat asyik mengejar sebuah angkot, Daichi-kun malah bertabrakan dengan seorang cewek penjual bubur gerobak, yang lagi bawa seamangkok bubur. Bubur sukses melumuri baju putih Daichi-kun . Daichi-kun marah-marah, tapi si cewek juga marah menuduh Daichi-kun yang nggak lihat jalan. Keduanya ribut di tengah jalan, sampe akhirnya si cewek sadar ge
Kenzo-kun (25) yang akan berangkat kuliah dikejutkan dengan kehadiran Koji -kun (10) yang mengaku sebagai anaknya. Dengan membawa bukti tes DNA plus no telfon Mamoru-san45) ayah Kenzo-kun. Jika Kenzo-kun macam-macam maka Koji -kun dan ibunya akan laporkan Kenzo-kun ke dokt
Awalnya kehidupan MIDA (25) dan HERMAN (25) suaminya baik-baik saja. Meski HERMAN hanya karyawan biasa di sebuah perusahaan, MIDA selalu bisa membagi gaji HERMAN untuk keperluan MIDA dan BU MARWAH (50) ibu HERMAN. Meski BU MARWAH selalu menghina MIDA karena dianggap pelit dan menguasai gaji HERMAN. Belum lagi keadaan MIDA yang tidak kunjung hamil padahal sudah setahun menikah. MIDA diam-diam selalu bersedekah pada anak-anak jalanan, MIDA berharap suatu saat bisa punya anak.Suatu hari HERMAN mengalami kecelakaan hingga kakinya harus diamputasi. Uang pesangan dari tempat HERMAN kerja digunakan untuk biaya rumah sakit dan sisanya diambil oleh BU MARWAH sebagai modal usaha sembako. BU MARWAH selalu mengeluh karena HERMAN dan MIDA hanya jadi parasit baginya. Padahal MIDA bekerja seperti asisten rumah tangga, sedangkan HERMAN membantu BU MARWAH untuk mengurus toko sembako. Sampai BU MARWAH tahu kalau pengemis di jalanan bisa menghasilkan uang yang banyak. BU MARWAH memaksa HERMAN untuk men
JAMAL (25) di PHK tepat seminggu sebelum MILA (25) istrinya melahirkan. JAMAL dan MILA tetap bersyukur sebab uang pesangon yang diberikan perusahaan cukup untuk MILA melakukan persalinan di bidan.MILA meradang kesakitan. Waktunya untuk melahirkan. JAMAL membawa MILA ke rumah bidan. BU BIDAN bilang MILA tidak bisa melahirkan di klinik, harus dirujuk ke rumah sakit sebab bayinya mendapat masalah.MILA dibawa ke rumah sakit. Dokter bilang kalau MILA tidak bisa melahirkan normal dan bayinya mengalami kelainan jantung. JAMAL dan MILA pasrah saja. JAMAL membayar administrasi operasi MILA dengan uang pesangon. Saat operasi berlangsung JAMAL bingung dan memilih untuk mencari utangan untuk perawatan bayi mereka.JAMAL tidak mendapatkan pinjaman. JAMAL tidak putus asa. JAMAL tidak sengaja melihat INTAN (25) bertengkar dengan pacarnya. INTAN didorong hingga terjatuh. JAMAL menolongnya dan mengantarkan INTAN pulang ke rumahnya.Sampai di rumah INTAN. PAK HANDOKO (55) ayah INTAN sakit jantung. PA