Home / Romansa / 30 Days Girlfriend / 7 Tetangga Baru

Share

7 Tetangga Baru

Author: Ans18
last update Last Updated: 2024-05-27 20:34:06

Rasanya seperti tersambar petir di siang bolong. Ah, entahlah istilah apa yang tepat untuk menggambarkan kondisinya saat ini.

Seperti biasa, Rhea berjalan keluar rumah, mengunci pintu pagar dan langsung membuka ponselnya untuk memesan ojek online. Namun sapaan dari seseorang yang berasal dari seberang rumahnya membuat jantungnya berdegup dengan kencang.

“Rhea.”

Rhea hanya bisa terpaku menatap lelaki di depannya yang sedang membuka pagar rumah untuk mengeluarkan mobilnya yang sudah dalam kondisi menyala.

Dengan gesit, lelaki itu menghampiri Rhea dan merampas ponsel yang ada di tangan Rhea (mungkin terdengar sedikit kasar, tapi memang itu yang benar-benar terjadi). “Bareng aja lah. Lumayan menghemat kan kalo kamu bareng saya.”

Rhea menggeleng cepat.

Lelaki itu berjalan kembali ke arah mobilnya.

“Loh hp saya?”

“Nanti saya balikin di parkiran kantor,” ucap Naren sambil membuka pintu mobil dan mengeluarkan mobilnya.

‘Shit! Ini gimana sih maksudnya? Kenapa ada dia di rumah Bu Laras?’

“Ayo!” teriak lelaki itu kala menemukan Rhea yang masih tertegun di tempat, sementara ia sudah berhasil menutup dan mengunci pintu gerbang dengan sempurna.

Lelaki itu menggeram kesal karena Rhea masih bergeming. “Kamu mau telat ngantor? Kamu nggak mau hpmu balik?”

Dengan terpaksa Rhea mengikuti permainan lelaki itu.

“Saya udah duduk di dalam mobil nih, Pak. Boleh balikin hp saya?”

“Kan saya bilang nanti di parkiran kantor,” jawab Naren sambil tersenyum licik yang membuat Rhea susah payah menelan ludahnya.

“Pak Naren ngapain di rumah Bu Laras?”

“Oh, nama pemilik sebelumnya Bu Laras?”

Otak Rhea mulai berpikir cepat. “Pemilik sebelumnya? Maksudnya rumah itu bukan punya Bu Laras lagi?”

Naren mengedikkan bahu. “Yang jelas sekarang saya yang tinggal di rumah itu.”

“Kok bisa?” tanya Rhea sambil terpekik heran.

“Ya bisa, suami Bu Laras ngejual rumahnya dan saya beli. Udah, simple kan?”

Rhea menoleh ke arah kiri agar Naren tidak dapat membaca ekspresinya. Setelah—menurut Rhea—ekspresinya sudah sedikit terkontrol, ia menghadap ke depan dan menanyakan hal yang masih membuatnya penasaran.

“Maksud saya, kenapa Bapak tiba-tiba beli rumah di komplek perumahan yang sama kayak tempat saya tinggal?”

“Loh memangnya ada larangan buat saya beli rumah di perumahan yang sama kayak kamu?”

“Ya ... nggak, cuma aneh aja.”

“Kebetulan aja ah. Nggak usah kepedean.”

Rhea menatap Naren dengan tatapan horor. ‘Apa-apaan sih laki-laki ini?’

“Pacar kamu nggak pernah nganter kamu berangkat kerja?” tanya Naren begitu melihat Rhea sudah kembali diam tanpa mempertanyakan perihal kepindahannya ke depan rumah wanita itu.

“Dih, ngeledek, pacar yang mana coba,” sahut Rhea bersungut-sungut.

Naren mengulum senyumnya, “Loh ya yang pernah ketemu saya waktu kalian makan sama nonton di Metropole itu.”

Bodohnya Rhea yang lupa mengakui Ega sebagai pacarnya di depan Naren. Dan kini ia terjebak kebohongannya sendiri.

“Oh, dia lagi dinas.”

“Dinas? Bukannya dia dokter? Dinas ke mana?”

‘Shit! Rheaaaaaa ... calm down! Jawab pertanyaan dia dengan bener dong.’ Rhea mengumpati dirinya sendiri yang sering melakukan kebodohan, salah satunya ya seperti ini.

“Oh, maksud saya seminar di luar kota.”

Naren terlihat mengangguk-angguk. “Jangan digigit gitu bibirnya, nanti luka.”

Tangan Rhea melemas seketika, telapak tangannya mulai berkeringat. Otaknya dipenuhi berbagai pertanyaan. Apa Naren mengingatnya? Kenapa Naren menegurnya seperti dulu Naren sering mengingatkannya untuk tidak menggigit bibir?

“Dulu pacar saya sering gigitin bibirnya kalo gugup.” terang Naren, padahal tidak ada seorang pun yang menanyakannya.

Untungnya ucapan Naren itu justru membuat Rhea tertawa terbahak. “Pacar yang ke berapa, Pak?” Rhea kembali terkekeh. “Ups, sorry Pak. Soalnya kata Pak Dio mantan Pak Naren jumlahnya nggak keitung lagi. Kan nggak mungkin Pak Naren inget.” kilahnya.

Naren tidak menjawab, hanya melirik Rhea sekilas.

“Eh, ini pacar Pak Naren nggak marah kalo tau Pak Naren ngasih tumpangan ke saya?”

Naren mengedikkan bahu.

“Ini tanggal berapa Rhe?” tanyanya tiba-tiba.

“Hah?” Rhea melihat jam tangannya. Sejak dulu, memang ia selalu memilih jam tangan digital yang selain bisa menunjukkan waktu, bisa juga menunjukkan tanggal dan hari. “Tanggal 30 Pak.”

Naren menahan senyumnya. Ia takut Rhea menganggapnya aneh karena tiba-tiba tersenyum sendiri. Padahal di otaknya sedang menyusun rencana untuk memutuskan hubungannya dengan pacarnya yang sekarang, Danisha.

“Kamu udah sarapan Rhe?”

Rhea menatap Naren dengan tatapan yang tak terbaca. Oh God, Naren nggak berniat mengajaknya sarapan juga kan? Udah cukup jantungnya yang menggila gara-gara berada semobil  dengan Naren.

“Mampir sarapan di McD bentar mau nggak? Lagi pengen banget hash brown nih.” Naren tidak menunggu jawaban Rhea dan berniat tidak memedulikan jawabannya.

Dengan cuek, Naren sudah mengarahkan mobilnya ke gerai McD yang mereka lewati.

“Drive thru aja ya Pak, nanti telat.”

“Ok, lain kali makan di tempat ya.”

“Hah? Lain kali?”

Naren mengangguk. “Kamu kalo kagetan gitu bisa jantungan loh.”

Rasanya Rhea ingin saat itu juga keluar dari mobil Naren dan kabur sejauh-jauhnya, kalau saja ia tidak ingat ponselnya yang masih dibawa Naren.

Naren mengangsurkan sausage wrap dan hash brown untuk Rhea.

“Makasih, Pak.”

“Kamu suka itu kan?”

Rhea ingin menggeleng namun rasanya tidak mungkin karena memang benar sausage wrap dan hash brown adalah menu favoritnya untuk sarapan di McD, akhirnya anggukan pelan yang sanggup ia berikan sebagai jawaban.

“Dimakan aja nggak apa-apa. Saya bukan tipe yang ngelarang orang buat makan di mobil saya kok.”

“Nanti di ruangan aja, Pak.”

Mungkin Rhea tidak sadar bahwa otak Naren terus berputar untuk mencari topik pembicaraan. Naren terlalu takut debaran jantungnya bisa terdengar oleh Rhea.

“Dio sering nyuruh kamu lembur?”

Rhea menggeleng, “Kadang-kadang aja, Pak.”

Tanpa disadari, mobil yang dikemudikan Naren telah memasuki area parkir kantor mereka.

“Pak, boleh kembalikan hp saya?”

Naren mengalah, meletakkannya ke telapak tangan Rhea.

“Saya turun duluan ya, Pak. Nggak enak kalo ada yang ngelihat kita bareng.”

“Rhe.” Naren mencegah Rhea yang hampir membuka pintu mobil. “Nanti sore mau bareng saya lagi? Toh sekarang kita tetanggaan kan.”

“Maaf, Pak. Saya ada janji sama temen. Makasih ya Pak tumpangannya.” Rhea bergegas keluar dengan membawa paper bag yang berisi sarapan dari Naren.

Naren menyunggingkan senyum menyeringainya. Jika ada orang yang melihatnya tersenyum, niscaya orang itu akan lari terbirit-birit. “Jingga ... Jingga ... kamu masih punya utang sama aku, jangan kamu pikir bisa lari begitu aja!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 30 Days Girlfriend   164 Extra Part (Sesak Napas)

    “Dek.” Rhea menatap anak bungsunya yang terlihat pucat. “Kenapa, Dek?”Yara menunjuk ke dadanya, ditambah dengan suara napasnya yang tersendat.Dengan panik, Rhea menghubungi Ega untuk mendapatkan pertolongan pertama untuk Yara.Syukurnya, dalam beberapa dering, Ega langung mengangkat sambungan telepon dari Rhea.“Ga. Yara, Ga.”“Kenapa, Rhe? Yara kenapa? Ceritain kondisinya.”“Dia lagi main di deket kolam renang, kucingnya dia kepleset masuk ke kolam renang, Yara ketakutan, trus nangis, sekarang dia pucet banget, napasnya mengi. Aku mesti gimana?”“Bikin Yara duduk tegak, arahin Yara buat narik napas panjang, berulang-ulang sampai normal lagi. Abis itu, kalo udah mulai normal, kasih air anget ya. Aku on the way ke sana.”Rhea memutus sambungan telepon, kemudian melakukan apa yang disarankan Ega. “Dek, ikutin Mama ya. Tarik napas ….”***Mobil Naren memasuki pelataran rumahnya bertepatan dengan sebuah mobil sedan hitam keluar. Dengan penasaran, Naren bertanya kepada security rumahnya.

  • 30 Days Girlfriend   163 Extra Part (Persidangan untuk Ervin)

    Aileen dan Ervin masuk ke dalam rumah sambil terbahak membicarakan uang jajan Ervin yang habis karena harus menyuap semua teman sekelasnya demi melindungi ia yang bolos setengah jam pelajaran olahraga.“Lagian pake cabut.” Aileen puas tertawa.Sedari kecil mereka sadar kalau kondisi keluarga mereka jauh di atas rata-rata. Mereka hidup berkecukupan. Apa yang mereka mau sebenarnya bisa dituruti orang tua mereka, tapi orang tua mereka memilih untuk tidak melakukannya.Sejak kelas 1 SMP mereka masing-masing diberikan uang saku per minggu. Hal itu sudah berlangsung sejak era Aileen, sekarang Ervin, dan mungkin nanti hingga Yara.Dan saat itu masih hari selasa, ketika Ervin menghabiskan jatah seminggunya.“Gantiin kek, Kak. Aku kan bantuin Kakak.”“Enak aja. Nggak ada yang minta bantuan kok,” sahut Aileen cuek, walau tentu saja Aileen tidak akan membiarkan Ervin gigit jari di sekolah karena kehabisan uang jajan.“Ck! Uang tabunganku buat beli PS, Kak.”“Pilih game apa pilih makan di kantin?

  • 30 Days Girlfriend   162 Extra Part (Pelindung)

    “Vin, kakak lo dipepet sama kakak kelas di deket gudang buat nyimpen alat olahraga.”Saat itu Ervin masih duduk di kelas 1 SMP ketika mendapat laporan dari temannya. Usianya yang hanya berbeda lima belas bulan dengan kakaknya membuat mereka bersekolah di tempat yang sama, beda satu tingkat.Aileen duduk di kelas 3 SMP dan … memiliki musuh bertebaran. Ervin tidak kaget lagi untuk satu hal ini. Ucapan kakaknya yang sepedas cabe dan kegalakan kakaknya yang mengalahkan satpam komplek, tentu saja membuatnya memiliki banyak musuh, baik dari makhluk berjenis kelamin perempuan, maupun lawan jenis.“Cewek apa cowok yang mepet kakak gue?” Karen Ervin yakin kakaknya itu mampu kalau hanya mengatasi sekumpulan gadis puber yang biasa melabraknya karena gebetan mereka naksir berat dengan Aileen dan segala keangkuhannya.“Cowok, dua orang.”Ervin langsung melemparkan bola basket yang sedang ia mainkan. Kelasnya memang sedang ada jam perlajaran olahraga, karena itu ia bingung kenapa kakaknya bisa dipe

  • 30 Days Girlfriend   161 Extra Part (Hilangnya Aileen)

    "Ibu ... Neng Aileen, Bu."Ucapan dari ujung sambungan telepon itu membuat Rhea langsung tersadar bahwa ada yang tidak beres dengan anaknya."Aileen kenapa, Mbak?" tanya Rhea kepada baby sitter yang biasa menjemput anak-anaknya saat ia tidak bisa menjemput. Seperti kali ini Rhea terpaksa meminta baby sitter untuk menjemput Aileen dan Ervin karena Yara sedang sakit."Neng Aileen nggak ada di sekolahannya."Jantung Rhea serasa mencelos saat mendengarnya. "Mbak udah nanya ke temen-temennya? Ke gurunya?""Sudah, Bu. Ini sekolahan udah hampir sepi, tapi nggak ada yang tau Neng Aileen di mana.""Ervin gimana?" tanya Rhea berusaha menutupi paniknya."Mas Ervin sudah di mobil, Bu.""Kamu minta supir pulang nganter Ervin ya. Kamu di situ dulu, cari di sekitaran sekolah, tanya sama temen-temennya, saya langsung jalan ke sana.""Iya, Bu."Rhea menghela napas, mencoba menenangkan diri walau rasanya sulit. Setelah menitipkan Yara yang sedang demam pada baby sitter, Rhea segera berlari, mengambil k

  • 30 Days Girlfriend   160 Extra Part (Tempat Duduk Aileen Callia Candra)

    "Ya ampun Nareeen, kamu tu nggak bisa nahan apa gimana sih? Kasihan kan Aileen masih nyusu, terus sekarang Rhea isi lagi. Mana kemaren pas Aileen kan operasi. Cek ke dokter, pastiin ini bahaya apa nggak."Pukulan bertubi-tubi dan ocehan panjang lebar didapatkan Naren dari tantenya yang langsung terbang ke Jakarta saat mendengar kabar Rhea hamil (lagi).Sementara Naren yang menjadi bulan-bulanan tantenya hanya tersenyum bangga, bukannya merasa bersalah. "Udah ke dokter kok, Mi. Biar rumahnya rame."Adila menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tatapan kesal. Kemudian ia mendekat ke sisi Rhea yang sedang menyusui Aileen di atas kasur, yang kadang terkikik mendengar perdebatan unfaedah suami dan tantenya."Rhea lagi pengen sesuatu nggak?""Pengen gelato, Mi.""Naren, tuh denger, Rhea pengen gelato.""Di mana, Sayang? Biar Mas cariin."Rhea menggeleng. "Nggak tau aku."Adila mencebik kesal melihat Naren hanya garuk-garuk kepala. "Udah sana, cari aja di google di mana gelato terenak se-Jakar

  • 30 Days Girlfriend   159 Ending

    "Sayang ...." Naren terdiam sesaat. Sebenarnya ia masih ragu untuk menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya."Kenapa?" Rhea menjawab sambil lalu karena dia juga sedang berkutat memakaikan baju Aileen yang baru saja dimandikan.Sudah seminggu mereka tinggal di kediaman Candra. Rumah itu memang tidak ada yang menempati setelah Aditama pindah ke Dieng dan Adityo memilih tinggal sendiri di rumahnya. Aditama sendiri belum tega menjual atau menyewakan rumah itu. Karenanya, Aditama benar-benar memohon kepada cucu dan cucu menantunya itu agar menempati kediaman keluarga mereka, tidak perlu lagi mencari rumah.Naren mendekat, sambil menowel pipi Aileen dengan gemasnya, mencoba berbicara dengan istrinya. Biasanya mood Rhea lebih bagus kalau Aileen sedang tidak rewel. "Aku nggak tau terlalu cepet atau nggak aku ngomong gini. Tapi kayaknya mulai kita perlu pikirin. Kamu ... setelah ini mau berhenti ngurus Amigos atau gimana?"Rhea melirik suaminya sekilas, tapi kemudian perhatiannya kembali

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status