Dunia Dominic dan Anna seolah berhenti berputar begitu mendengar pertanyaan Dokter Sofia. "Mrs, Williams," panggil Dokter Sofia sekali lagi. "Be-belum pernah." "Baiklah, kalau begitu mari berbaring." Dominic masih terdiam seperti orang bodoh. Lebih tepatnya terkejut ketika dokter yang memeriksa Anna menyinggung tentang kehamilan. Apa istrinya sedang hamil? Oh, Tuhan. Membayangkannya saja, jantung Dominic sudah berpacu cepat karena merasa sangat senang. Setelah memeriksa Anna cukup lama, dan benar-benar teliti, terukir senyum kebahagiaan di wajah Dokter Sofia. "Dugaan Dokter Wina sepertinya benar. Saat memeriksa denyut nadi Anda tadi, Dokter Wina sudah memperkirakan ini." "Apa istri saya hamil?" Dominic langsung bertanya dengan tatapan penuh harap. Dia berharap jawaban dokter tersebut akan sesuai dengan harapannya. "Anda bisa melhat ini, Mr. Williams." Dokter tersebut menunjukkan layar hitam di depan Dominic, yang pria itu sendiri tidak tahu apa yang bisa
"Austin!" seru Daniella begitu melihat pria itu sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Awalnya, Daniella sempat terpaku sampai akhirnya dia tersadar, dan segera ingin menutup pintu, tetapi tangan Austin lebih cepat menahannya. "Daniella." "Aku sudah bilang jika aku tidak mau bertemu denganmu, bukan?" Austin masih menahan pintu dengan perasaan bergejolak. Dia semakin merasa bersalah setelah melihat wajah pucat, dan tubuh Daniella yang semakin kurus. Apa yang Anna katakan ternyata memang benar. "Kita perlu bicara." "Tidak ada yang perlu dibicarakan, Austin. Sampai kapan pun, keputusanku akan tetap sama! Aku tidak ingin menikah denganmu!" tolak Daniella dengan tegas. "Kumohon, beri aku kesempatan satu kali lagi untuk memperbaiki semua ini, Daniella. Aku berjanji tidak akan melakukan kesalahan lagi." Daniella melonggarkan tangannya yang sempat ingin menutup pintu, lalu dia menatap Austin dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. "Memperbaiki apa? Apa sekarang kau me
Malam itu, Austin sama sekali tidak pernah beranjak dari sisi Daniella. Pria itu merawat Daniella dengan tulus, tanpa ingin mengharapkan imbalan apa pun. Sampai pada akhirnya, Austin baru bisa tidur saat matahari mulai terbit, dan panas tubuh Daniella mulai turun. "Kepalaku sakit sekali." Daniella membuka kedua matanya yang terasa berat sejak semalam. Gadis itu menggeliat, dan berusaha bangun untuk segera turun dari atas ranjang. Namun, wajah Daniella tampak terkejut saat dia merasakan ada tangan yang melingkar di atas perutnya. Tidak sampai di situ, gadis itu juga teringat jika semalam dia tertidur di ruang tamu. Lantas tangan siapa yang sedang memeluknya sekarang? Atau siapa yang membawanya masuk ke dalam kamar? Dengan perasaan yang sedikit takut, Daniella segera menghempaskan tangan besar itu kemudian berbalik.Gadis itu terhenyak saat melihat Austin yang sedang terlelap. Apalagi saat melihat wajah Austin yang terlihat seperti kelelahan. "Apa dia yang membawaku
"Mama sengaja mau membuatku tersinggung?" "Kau tersinggung dengan kata-kataku barusan? Aku hanya bicara fakta, Jennifer. Anak Dominic akan menjadi penerus Williams Group selanjutnya, itu artinya rumah ini juga miliknya." Jennifer berdiri seraya melipat kedua tangannya di depan dada. Sungguh, dia tidak akan membiarkan dirinya terus diinjak seperti ini. Hubungan Elena dan Jennifer memang semakin memburuk akhir-akhir ini. Itu semua terjadi karena Jennifer tidak pernah menurut lagi dengan ibu mertuanya. Wanita itu terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dan melupakan tugasnya sebagai seorang istri, yang membuat Elena tidak suka. Elena merasa jika Jennifer semakin mengabaikan kesehatan Charles. "Siapa yang tahu nasib seseorang ke depannya akan seperti apa." "Apa maksudmu, Jen?" tanya Elena yang tidak mengerti dengan maksud menantunya. Jennifer mendengkus dengan wajah menahan kesal. "Tidak ada yang tahu nasib anak itu seperti apa. Siapa tahu dia tidak
Waktu berlalu dengan begitu cepat. Matahari di musim panas kali ini, bersinar begitu terik membuat Daniella cepat merasa lelah dari biasanya, atau mungkin itu hanya perasaannya saja. Gadis itu kembali bekerja seperti biasa. Dia bahkan tidak peduli dengan keberadaan Austin yang kembali bekerja, atau dengan Austin yang lebih sering menunjukkan sikap perhatiannya. Seperti sekarang, saat Daniella sedang duduk di dapur restoran untuk beristirahat, Austin tiba-tiba saja datang, dan berdiri di sampingnya seraya mengulurkan sebuah botol berisi air mineral. "Hari ini sangat panas. Wisatawan libur musim panas juga meningkat. Kuyakin kau sangat kelelahan." Daniella menatap tangan Austin sebentar, kemudian dia kembali membuang muka. Sumpah, demi apa pun, Daniella benar-benar dongkol jika melihat Austin. Namun, ada satu hal yang sampai sekarang belum bisa Daniella pahami dengan akal sehat. Mengapa jika Austin menemaninya tidur, Daniella akan bangun dengan sehat di pagi hari? Sepert
“Aku memecatmu sekarang.” Austin terlihat begitu angkuh begitu melihat wajah Daniella yang langsung pucat “Kau tidak bisa bersikap seperti ini, Austin.” “Kenapa tidak bisa? Aku masih punya wewenang di Sky Crystal, Daniella.” Daniella meremas kedua tangannya sendiri. Ada perasaan marah yang hampir meledak karena tingkah Austin sekarang. Kenapa pria itu tiba-tiba saja ingin memecatnya? Austin hanya diam seraya memerhatikan Daniella yang terlihat sedang berpikir. Dia memang sengaja melakukan hal tersebut karena tidak mau melihat Daniella bekerja lagi. Bukankah sejak awal, Austin sudah mengatakan jika akan mempertanggungjawabkan semuanya? Lantas kenapa Daniella masih terus saja mempertahankan sikap kerap kepalanya, yang membuat Austin kesal setengah mati. “Austin,” panggil Daniella memohon bekas kasihan. “Kau tau aku sedang hamil, bukan? Dalam kondisi yang seperti ini akan sulit bagiku untuk mendapatkan pekerjaan. Jadi, tolong jangan memecatku seperti ini.” “Baikla
Dominic hanya bisa tertawa dengan penuh kemenangan melihat Harry yang tampak miris. Bagaimana tidak? Pria itu paling lama berkencan dengan serius bersama seorang gadis, tetapi kalah dengan Austin yang tidak pernah berkencan dengan siapa pun. "Sial! Kau mentertawakan aku?" "Tidak," sahut Dominic singkat. "Lalu?" "Hanya merasa kasihan dengan nasib malangmu." "Brengsek! itu sama saja," umpat Harry. Pria melemparkan bantal yang ada di sebelahnya. "Tapi kalau Anna hamil, kenapa kau yang tidak boleh konsumsi alkohol?" "Aku bukan bilang tidak boleh. Aku bilang aku tidak minum alkohol." Harry mendengkus kasar. "Sama saja. Kenapa? Kau takut Anna melarangmu." "Aku tidak pernah melarangnya." Anna tiba-tiba saja muncul dengan pakaiannya santai. Selain itu, dia juga membawa dua gelas berisi jus jeruk di atas nampan. "Dia tidak bisa minum alkohol karena selalu merasa mual. Rupanya Dominic kemarin itu sakit karena dia sedang merasakan gejala kehamilan. Dalam dunia medis itu apa
Daniella mematung begitu mendengar apa yang Austin katakan. Apa pria itu sedang mengigau? Atau dia yang sedang bermimpi? Melihat mata Austin yang kembali terpejam, Daniella memilih untuk melupakan semua yang baru saja dia dengar. Lebih baik dia segera ke kamar untuk beristirahat. Akan tetapi, kenapa tiba-tiba jantungnya berdegup kencang, saat kembali mengingat perkataan Austin tadi. "Dia pasti mabuk," lirih Daniella dengan sesekali melihat ke arah Austin. Ya, pria itu tidak mungkin menyukainya, kan? *** Daniella terperanjat saat dia merasakan ada sebuah tangan yang melingkar di perutnya. Tidak hanya itu, tangan besar yang sudah dia tahu siapa pemiliknya itu juga mengusap perut Daniella yang sudah sedikit membuncit dengan pelan.Apa Daniella sedang bermimpi? "A-Austin, apa yang kau lakukan di sini?" "Maafkan aku," bisik Austin dengan suara pelan. Tangan Daniella yang ingin memberontak langsung melonggar. Dia tidak salah dengar, bukan? Austin meminta maaf kepadan