"Apa yang terjadi di sini? Mengapa sangat berisik sekali?!"
Rosalia yang tengah meronta sontak berpaling ke arah asal suara, begitu juga dengan kedua Security Gail Group yang sedang memegang lengannya."Asisten Ben, wanita ini memaksa untuk menemui Tuan Ernest." Lapor salah seorang Security yang sedang menahan Rosalia."Itu benar, Asisten Ben. Tidak hanya itu, wanita ini juga memberikan alasan yang sama seperti semua wanita yang ingin menemui Tuan Ernest sebelumnya." Timpal Security yang satunya.Pria yang tadi menegur, yang tak lain adalah Ben... Sontak mengerutkan keningnya.Lima menit yang lalu, Ben baru mendapat telpon dari supir mansion yang telah ditugaskan untuk mengantarkan Rosalia ke Gail Group. Dan ketika menghubunginya, supir mansion mengatakan padanya kalau Rosalia telah berada di Gail Group untuk memberikan berkas Ernest yang tertinggal di mansion. Karena itulah Ben segera meninggalkan kantor Ernest untuk menjemput Rosalia."Asisten Ben, ini aku! Rose!!" teriak Rosalia tak mau kalah.Mendengar kata-kata dari gadis yang sedang ditahan oleh kedua Security gedung, Ben dengan cepat menghampiri kedua Security tersebut. Setibanya di hadapan kedua Security, ia memperhatikan wajah gadis belia yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan memohon. Penampilan gadis itu sangat berbeda dengan Rosalia yang telah ia jemput pagi ini di mansion keluarga Heart. Tapi wajah cantik itu yang sedang menengadah padanya sekarang, memang benar wajah Rosalia."Nona Rose?" Ben membelalakkan matanya setelah ia merasa yakin bahwa gadis belia yang berada di tangan Security Gail Group itu adalah gadis yang seharusnya ia jemput. "Kalian... Lepaskan dia! Gadis ini adalah tamu Tuan Ernest," titahnya pada kedua Security.Kedua Security saling bertukar pandang dengan wajah bingung, dan sesaat setelahnya mereka pun melepaskan lengan Rosalia. Lalu melemparkan pandangan kesal pada Kedua Resepsionis wanita yang sedang saling berbisik antar satu sama lain."Sial! Apa mereka sengaja mengerjai kita?" bisik salah seorang Security pada rekannya.Security lainnya mengangguk setuju. Berselang beberapa saat, kedua Security langsung meminta maaf pada Rosalia dan Ben. Mereka memohon agar Ben tidak menceritakan kesalah pahaman ini pada Ernest yang terkenal sangat arogan di Gail Group."Baik, tapi mulai hari ini... Tolong kalian ingat wajah ini dengan baik! Kapan pun Nona Rose datang ke Gail Group, tidak ada seorang pun yang boleh melarangnya menemui Tuan Ernest. Paham!" Usai memperingatkan kedua Security, Ben melemparkan tatapan tajam pada kedua Resepsionis yang sedang bertugas. "Peringatan ini juga untuk kalian!!" tunjuknya pada kedua orang Resepsionis wanita yang langsung menundukkan kepala mereka."Nona Rose? Mari ikuti aku!" Ben berpaling pada Rosalia dan mempersilakan Rosalia untuk melangkah terlebih dahulu.Dengan canggung dan menutupi sebagian wajahnya dengan berkas yang ia bawa, Rosalia pun melangkahkan kakinya dan di susul oleh Ben yang langsung mensejajari langkahnya."Mengapa Nona tidak menghubungiku ketika Nona sampai di parkiran agar aku bisa menjemput Nona?" tanya Ben, sudut bibirnya sedikit berkedut kala ia melihat tingkah Rosalia yang seolah salah tingkah. Sesekali gadis belia itu mengangkat map coklat untuk menutupi wajahnya, dan sesaat setelahnya Rosalia kembali menurunkan mapnya. Entah siapa yang dihindari gadis itu di Gail Group."Nona Rose?""Ah, eh, apa?" Rosalia mendongak.Ben merapatkan bibirnya menyaksikan betapa imutnya ekspresi terkejut yang tampak di wajah Rosalia."Pantas saja Tuan Ernest tergila-gila pada Nona Rosalia, gadis ini sangat unik dan menarik." Bisiknya dalam hati, "Mari, Nona!" Ben menahan pintu lift yang khusus diperuntukkan untuk Ernest.Sebelum memasuki lift, Rosalia celingak-celinguk memperhatikan wajah beberapa karyawan dan karyawati Gail Group yang diam-diam melirik padanya. Bahkan ia melihat beberapa karyawati saling berbisik pada rekannya setelah melihat ia dan Ben berjalan bersama."Emmm, Asisten Ben. Mengapa hanya lift ini yang kosong?" tanyanya bingung sembari mendongak dan menatap Ben yang masih menunggu ia memasuki lift."Sebaiknya Nona masuk dulu, nanti aku akan menjelaskannya di dalam." Seraya mengulurkan salah satu tangannya, Ben memberi isyarat agar Rosalia segera memasuki lift.Meski bingung dan merasa canggung, Rosalia pun mengangguk patuh. Ia masuk ke dalam lift dan disusul oleh Ben yang langsung menutup pintu lift setelah ia dan Rosalia berada di dalam lift.Tak lama kemudian, lift pun mulai bergerak ke arah lantai atas di mana kantor Ernest berada."Asisten Ben?""Ya, Nona Rosalia."Bibir Rosalia berkedut, ia hampir berteriak ketika Ben menyebut namanya."A-Asisten Ben, kamu sudah tahu siapa aku?" tanyanya tak percaya dengan kedua mata membola.Ben mengangguk, "Aku lah yang telah diperintahkan oleh Tuan untuk menyelidiki tentang Nona dan Nona Rose. Jadi, yah aku tahu siapa Nona.""Untuk apa? Mak-maksudku mengapa Tuan Ernest memintamu untuk menyelidikiku dan juga Kakakku?""Nona belum tahu?" sudut bibir Ben terangkat sedikit seiring ia melirik Rosalia. Dan di saat ia melihat Rosalia menggeleng, ia lalu membuka kembali mulutnya. "Tuan Ernest adalah seorang Casanova, Nona.""Hmmm... Apa hubungannya menjadi seorang Casanova dengan menyelidiki tentang siapa aku? Apa selain menjadi Casanova Tuan Ernest juga memiliki cita-cita untuk menjadi seorang detektif?" sungut Rosalia sebal.Ben tergelak, sudah lama sekali ia tidak pernah tertawa seperti ini. Apalagi dengan menjadi Asisten Ernest ia harus menyesuaikan mimik wajahnya dengan Bos-nya itu."Maafkan aku, Nona." Ujar Ben setelah ia berhasil menghentikan tawanya, "Begini, maksudku... Sebagai seorang Casanova, biasanya Tuan Ernest tidak akan pernah peduli dengan wanita yang pernah ditemuinya. Tapi tidak dengan Nona. Dan jika Nona ingin tahu alasannya, sebaiknya Nona tanyakan hal ini langsung kepada Tuan Ernest nanti.""Untuk apa?" Rosalia mencebik, "Pria itu terlalu menakutkan! Di saat aku membuka mulutku sedikit saja di hadapannya, dia akan langsung menghukumku! Jadi... Bukankah akan lebih baik jika aku tidak berbicara padanya?""Nona pasti akan segera berbicara pada Tuan, mari Nona!" Ben memencet tombol untuk membuka lift lalu meminta Rosalia untuk keluar terlebih dahulu.Di depan lift yang telah terbuka, Rosalia langsung disuguhkan dengan pemandangan ruang kantor yang sangat mewah. Ruangan itu sangat luas bahkan dua kali lebih luas dari ruang kantor milik Ayahnya yang ada di Heart Corporate. Dan di ujung ruangan tersebut, tampak sebuah meja kerja dan sebuah kursi kerja yang tinggi. Saat ini posisi kursi tersebut sedang memunggunginya, dan ada sebuah lengan terlihat menggantung di salah satu pegangan kursi, yang menandakan bahwa ada seseorang yang sedang duduk di kursi tersebut."Tuan Ernest, Nona Rosalia sudah datang." Lapor Ben.Di hadapan Rosalia kursi berbahan kulit itu berputar perlahan, dan dalam hitungan detik kini ia sudah mengetahui siapa yang berada di kursi itu. Wajah arogan nan menawan, rahang tegas tanpa senyum, dan... Kedua alis tebal yang hampir menyatu di tengah."Ternyata begini penampilanmu yang sebenarnya?"Ujaran sinis terlontar dari bibir pemilik wajah arogan itu, siapa lagi dia kalau bukan Ernest yang sangat Rosalia takuti.Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me