Beranda / Urban / 30 Hari Menggapai Cinta / Godaan Awal di Kantor

Share

Godaan Awal di Kantor

Penulis: Wisya Kiehl
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-08 20:08:55

Meski masih muda, tetapi kharisma Wahyu terlihat begitu memancar. Wahyu terlihat begitu mempesona bahkan ketika dia sedang mengerjakan kolom-kolom kosong yang butuh diisi di dalam catatan progress karyawan perusahaan jahit.

Anara terlihat sabar menunggu Wahyu hingga selesai membubuhkan tulisan di dalam kolom yang kosong. Setelah beberapa menit berlalu, Wahyu telah selesai mengisi kolom-kolom yang kosong dengan data berupa nominal harga dan waktu yang dibutuhkan untuk menjahit satu kain.

Wahyu menutup buku progress karyawan. Setelahnya, dia memberikan buku tebal itu kepada Anara. Tanpa memandang jeli kepada Anara, Wahyu menunjukkan wajah datarnya.

“Aku sudah mengisi bagian-bagian yang membutuhkan keterangan harga dan lama waktu yang dibutuhkan karyawan untuk mengerjakan jahitan. Sekarang buku ini sudah kupenuhi dengan informasi, ambillah. Coba kamu periksa teliti agar tidak ada yang keliru,” kata Wahyu.

“Baik, Pak. Saya akan memeriksanya setelah ini. Bapak tidak perlu khawatir, aku akan memperbaiki apa yang kurang,” kata Anara.

Wahyu mengangguk, dia hanya memberikan respon sederhana untuk perkataan Anara. Selebihnya, dia mengalihkan pandangan pada buku tipis. Wahyu lekas membuka buku, dan membacanya. Pimpinan muda itu tidak lagi mengarahkan perhatiannya kepada Anara.

“Tapi, Pak. Bolehkah saya bertanya sesuatu pada Bapak?” tanya Anara.

“Tanya apa? Kenapa kamu tidak langsung memberikan pertanyaan saja,” kata Wahyu.

“Apa nanti siang Bapak ada waktu? Saya ingin mengajak Bapak untuk makan siang bersama di luar. Itupun kalau Bapak mau,” kata Anara.

“Boleh. Aku tidak seberapa sibuk nanti siang. Mungkin aku bisa meluangkan waktu sebentar untuk makan siang di luar denganmu,” kata Wahyu, memberikan keputusan untuk Anara.

Setelah mendapat jawaban dari Wahyu, Anara tersenyum. Tak disangka jika pimpinan mudanya menerima ajakan untuk makan siang bersama. Hati Anara begitu senang, bahkan bibirnya masih menunjukkan senyum yang begitu memuaskan.

“Baiklah. Nanti saya tunggu Bapak di ruang tunggu. Jangan sampai telat, Pak. Sebab waktu istirahat tidak lama,” kata Anara.

“Ya, aku usahakan. Sekarang, jika sudah tidak ada lagi yang ingin kamu bicarakan, kamu bisa meninggalkan ruanganku,” kata Wahyu.

Anara mengangguk. Setelahnya, dia berbalik dan lekas melangkah meninggalkan ruangan Wahyu. Anara pergi membawa buku tebal di tangannya. Kini hanya ada Wahyu di ruangan. Meskipun sendirian, tetapi Wahyu tidak merasa kesepian.

Di dalam ruangannya, Wahyu mencoba untuk mengumpulkan fokus agar bisa memahami isi buku tipis yang di abaca. Buku tipis itu berisi tentang riwayat perusahaan jahit milik keluarganya. Riwayat yang tertulis di antaranya adalah hubungan kerjasama antara perusahaan jahit dengan beberapa toko.

Wahyu mencoba untuk mengamati pengaruh antara jalinan kerjasama yang sudah dilakukan oleh perusahaan jahit. Sepuluh di antaranya membawa keuntungan yang besar, tetapi dua ada juga yang memberikan keuntungan tak seberapa.

Rata-rata hubungan kerjasama yang dilakukan oleh Jahitan Anarta adalah lanjutan dari apa yang dilakukan oleh Yuarta, papanya. Wahyu mengangguk pelan, dia mulai mengerti mengapa papanya dianggap sebagai pimpinan yang cakap untuk memimpin perusahaan jahit ini.

Tidak heran, sebab Yuarta mampu membuat jalinan kerjasama antara perusahaan jahit dengan beberapa toko membawa keuntungan. Rata-rata hubungan kerjasama yang dibina oleh Yuarta berhasil, dan jarang mengalami kegagalan.

Wahyu mencoba mempelajarinya. Namun semakin lama dia membaca, semakin banyak hal yang dia ketahui mengenai pola yang digunakan oleh sang papa. Wahyu melebarkan senyumannya, merasa lega dengan apa yang dihasilkan oleh Yuarta.

Kini dia tidak perlu merintis jalannya perusahaan dengan susah payah, Wahyu hanya harus meneruskan bagaimana pola dan strategi yang diterapkan oleh Yuarta untuk perusahaan ini. Setelah lama mengamati dan mempelajari, Wahyu menutup buku tipis yang ada di mejanya.

Wahyu mencatat apa yang dia ketahui di buku kecil miliknya. Setelah menuliskan apa yang dia ketahui, Wahyu menyimpan buku kecilnya di laci meja. Wahyu mengarahkan tatapannya ke jam dinding, tampaknya sudah dua jam berlalu dari waktu dia masuk ke dalam ruangan.

Meski tubuhnya masih terasa lelah, tetapi Wahyu memutuskan untuk merapikan meja kerjanya. Ketika meja kerja sudah rapi dari tumpukan berkas, Wahyu berdiri. Dia meninggalkan ruangannya, dan berjalan menuju ruang tunggu.

Dia masih ingat mengenai janjinya untuk menemui Anara. Mengenai perkataan setuju untuk makan siang bersama Anara, tidak mungkin Wahyu mengingkarinya.

Sepasang kakinya masih melangkah melewati koridor panjang kantor. Tujuan Wahyu adalah menemui Anara di ruang tunggu. Sesampainya di ruang tunggu, Wahyu menemukan Anara sedang duduk di salah satu kursi. Wajah Anara tampak datar, sepertinya sudah jenuh menunggu kedatangannya.

“Aku sudah ada di sini. Jadi kapan kita akan berangkat untuk makan siang di luar? Kebetulan aku ada waktu senggang, sehingga bisa meluangkan banyak waktu untuk bersamamu,” kata Wahyu.

“Kita pergi sekarang, Pak. Lebih baik Bapak berada satu mobil dengan saya. Biar saya tunjukkan tempat untuk makan siang,” kata Anara.

“Baiklah. Kamu ikut di mobilku saja. Aku tidak ingin kamu yang menyetir untukku,” kata Wahyu.

Anara mengangguk, dia menyetujui ucapan pimpinan mudanya. Setelah Anara berdiri, Wahyu melangkah lebih dahulu di depan Anara. Sedangkan Anara berjalan di belakang mengikuti langkah kaki Wahyu.

Mereka berada di tempat Wahyu memarkirkan mobil. Wahyu mengizinkan Anara untuk masuk ke dalam mobilnya. Ketika sudah berada di dalam mobil, Wahyu lekas mengemudikan mobilnya ke jalanan.

Sepanjang jalan, Wahyu mencoba untuk tidak menghiraukan Anara. Meski Anara sudah mengajaknya untuk mengobrol, tetapi jawaban Wahyu hanya kata-kata singkat.

“Tapi, Pak. Saya penasaran dengan satu hal. Apa Bapak yang masih muda ini sudah memiliki pasangan? Saya lihat Bapak tidak pernah mengajak perempuan di samping Bapak,” kata Anara.

Seketika pertanyaan Anara membuat Wahyu terkejut. Wahyu menoleh dan mengarahkan pandangannya kepada Anara. Sekretaris pribadinya itu masih mengarahkan perhatian kepada dirinya. Seolah Anara sedang menunggu jawaban dari Wahyu.

“Aku belum memiliki pasangan. Tidak ada wanita yang ingin dekat denganku. Aku yakin mereka pasti tidak akan betah jika berada di sisiku,” kata Wahyu.

“Apa mungkin begitu, Pak? Tapi Bapak punya pesona yang mengagumkan. Tidak hanya rupawan, Bapak juga bisa memimpin perusahaan ini. Meski baru satu bulan, tetapi kelihatannya kemajuan perusahaan sudah cukup baik,” kata Anara.

Dia mencoba untuk memuji keahlian Wahyu dalam memimpin perusahaan jahit. Wahyu dikenal dapat menggantikan posisi papanya. Inilah mengapa Wahyu dikenal lebih pekerja keras dan dianggap mampu untuk membawa perusahaan menuju arah yang lebih baik.

“Memimpin perusahaan berbeda dengan menjatuhkan pilihan pada wanita. Aku rasa mengerjakan apa yang menjadi pekerjaanku jauh lebih mudah dibanding harus berkencan dengan perempuan,” kata Wahyu.

“Kalau begitu, kenapa Bapak tidak mencoba menjalin hubungan dengan saya? Mungkin ada kecocokan di antara Bapak dengan saya,” kata Anara.

“Untuk itu, mungkin jawabanku saat ini tidak. Lagipula aku sudah memiliki rencana lain jika memang harus memiliki perempuan di sampingku,” kata Wahyu.

“Tapi siapa? Bukankah kata Bapak belum ada satupun wanita yang bisa tahan dengan sikap Bapak. Jika memang benar, Bapak sedang dekat dengan wanita lain, setidaknya beritahu saya,” kata Anara.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Keceriaan seperti Bunga Hati

    Wahyu hanya melengkungkan senyuman tipis di bibir setelah mendengar ucapan April. Belum lama, lelaki itu sudah menggenggam tangan April dan mengelus-elusnya dengan lembut. Lantas diciumnya tangan April dengan kecupan yang sangat halus.“Aku akan kembali bekerja lagi setelah ini. Kuharap kamu masih mau menunggu,” kata Wahyu.“Pasti aku akan menunggu kamu di sini. Biar aku dan kamu bisa pulang bersama-sama,” ujar April.Percakapan mereka berdua terhenti setelah mendengar suara pintu yang dibuka. Rupanya Anara yang telah masuk ke dalam ruangan. Wahyu lantas saja mengalihkan pandangannya kepada sekretaris pribadi yang sudah membawa beberapa lembar kertas untuknya.“Selamat siang, Pak. Ini saya bawakan beberapa lembar dokumen untuk kamu baca,” kata Anara.“Berikan kepadaku. Aku akan mempelajarinya setelah ini,” kata Wahyu, memberi balasan.Anara tidak menjawab melainkan hanya memberi anggukan. Setelahnya, Anara memberikan beberapa lembar dokumen ke tangan Wahyu. Tentu Wahyu menerima lembar

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Kembali ke Rutinitas

    April tertegun setelah mendengar bisikan dan suara lirih dari Wahyu. Betapa tidak sebab ucapan dari pria yang menjadi kekasihnya itu sangat menyentuh hati. Bahkan sebelum ini, belum pernah April menerima ucapan kasih sayang dari seorang laki-laki.Dengan bibir yang masih terdiam, April bahkan hampir tidak menyangka akan membalas seperti apa ujaran Wahyu. Bagi wanita itu, ungkapan semacam ini hanya sanggup untuk dia dengar.“Jadi tolong jangan kecewakan aku. Aku tidak sanggup apabila dikecewakan oleh orang yang paling aku sayangi,” kata Wahyu.April menoleh hanya untuk sekedar memandang pada Wahyu. Pria yang saat ini sedang mengarahkan pandangannya kepada April itu menunjukkan binar mata yang jernih. Seakan-akan menandakan bahwa setiap kata yang dia keluarkan adalah hal yang paling berarti.“Aku tidak akan membuat kamu kecewa, sayang. Aku akan usahakan apapun yang terbaik bagi kita berdua,” ujar April.“Jika memang seperti itu, aku akan senang mendengarkannya. Aku tidak akan meragukan

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Menghabiskan Saat Berdua

    Wahyu masih mengarahkan pandangannya kepada April. Tak dia sangka jika perempuan itu akan memandangi minuman yang dia berikan. Tanpa sadar pula Wahyu melengkungkan senyuman di bibir karena ulah April yang terlihat menggelikan.“Minum saja, jangan hanya melihat pada bungkusannya. Aku jamin rasanya pasti enak,” kata Wahyu.“Ya, tentu. Sebentar lagi aku akan meminumnya,” ujar April, membalas kata-kata Wahyu.“Selamat minum es jeruk passionnya, sayang,” kata Wahyu, melembutkan suaranya untuk April.Wahyu lantas berpaling wajah dari April. Setelah tak lama, April lekas mendekatkan bungkusan es ke dalam mulut. April menyedot minuman dari sedotan plastik hingga terasa bahwa rasa jeruk dan buah passion terasa menyegarkan.April seakan ingin mencobanya lagi dan lagi. Baru sekali menyedot saja kerongkongannya sudah terasa dilegakan, apalagi kalau berulang kali. Rasanya tidak sia-sia jika Wahyu telah membelikannya minuman dengan rasa seperti itu.“Apa kamu menyukai es yang aku belikan untuk kamu

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Kencan setelah Bekerja

    April terlihat masih sabar dalam menghadapi Wahyu. Ucapan kekasihnya yang baru saja dia dengar tidak dia masukkan ke dalam hati. Karena bagaimanapun Wahyu memang masih membutuhkan Anara dalam hal pekerjaan.“Aku tidak masalah jika kamu masih berurusan dengan wanita itu. Mungkin saja dia memang perempuan terbaik untuk menjadi sekretaris pribadi kamu,” kata April.“Benar seperti itu. Aku senang jika kamu bisa memahami kondisiku,” ujar Wahyu.“Iya, tak mengapa. Bukan masalah besar agar aku bisa mengerti kamu,” kata April.Wahyu lantas menunjukkan senyuman lebar di depan April. Tak menyangka jika April tidak ingin marah, melainkan membalas senyumannya dengan wajah yang penuh ketulusan.“Baiklah, berhubung sekarang aku tidak ada pekerjaan lagi. Tidak ada yang harus kuselesaikan secepat ini,” kata Wahyu.“Benarkah demikian? Jika memang begini, lebih baik kita pergi keluar sebentar dari ruangan ini,” ujar April, mencoba memberikan usulnya.“Kamu ingin cari udara segar?” tanya Wahyu.Secepatn

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Sedikit Cemburu yang Kentara

    Anara menujukan pandangannya kepada April. Perempuan yang menjadi kekasih Wahyu itu saat ini sedang terlihat bingung. Mungkin saja April tidak memiliki niat apapun untuk menaruh rasa kecurigaan kepada Anara.“Apakah kamu tidak mengerti maksud dari ucapanku?” tanya Anara lagi, seakan-akan menunjukkan ketidaksabarannya terhadap April.“Aku tahu, tetapi aku tidak ingin memancing keributan denganmu. Lagipula agar apakah kamu bertanya kepadaku seperti itu?” ujar April, memberikan tanggapan atas pertanyaan Anara.“Sekedar ingin tahu. Apa kamu masih mau menunggu pasanganmu di dalam ruangan seperti ini,” kata Anara, menanggapi dengan kesal.“Jawaban dariku sangat jelas, bukan? Aku tidak bosan meski harus disuruh menunggu di ruangan kerja semacam ini,” ujar April, sedikit menegaskan ucapannya.Jelas terlihat di hadapannya bahwa kedua perempuan itu sedang terlibat dalam emosi yang terpendam. Wahyu menyadari baik Anara atau April sedang memendam rasa kesalnya agar tidak sampai terjadi keributan.

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Ucapan Anara untuk April

    Anara langsung menghentikan langkah kakinya ketika sudah sampai di dekat Wahyu. Walaupun Anara tahu bahwa kekasih pimpinannya masih berada di dalam ruangan yang sama, namun Anara lebih memilih bersikap abai.April menyadari bahwa kehadirannya tidak dianggap oleh sekretaris pribadi Wahyu. Walau begitu, April bersikap biasa saja dan mencoba memahami perilaku yang dipilih Anara. Mungkin bukan tanpa alasan bahwa wanita itu mengabaikan dirinya.Tetap saja pandangan April masih mengarah kepada Anara. Wanita yang terlihat lebih mempesona dari dirinya itu seperti sengaja tidak mempedulikan April. Namun ada yang aneh, seperti fokus Anara yang ternyata lebih dalam kepada Wahyu.April mencoba untuk tidak terlalu menaruh rasa curiga kepada Anara, karena bagaimanapun wanita itu adalah sekretaris pribadi laki-lakinya. Sebuah kemungkinan yang tidak akan terjadi seperti apapun kondisinya jika Anara akan menjalin hubungan dengan Wahyu di belakang dia.“Pak Wahyu, ini sudah saya siapkan laporan untuk k

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Sedikit Waktu yang Dimiliki

    Sayangnya, Anara lebih memilih untuk tidak jatuh terlalu dalam karena pujian yang diberikan oleh Wahyu. Meski hatinya teramat senang saat ini, tetapi Anara memendamnya dengan cepat.Kedua matanya tertuju kepada Wahyu yang sekarang sedang memandang ke arahnya. Namun apa boleh buat jika Anara mengambil sikap biasa saja di hadapan sang atasan. Senyum lebar yang sempat kentara akhirnya dia hilangkan.“Aku tidak pernah gagal dalam membawa kepuasan bagimu, Pak,” kata Anara, sedikit membanggakan dirinya.“Ya, memang. Karena itulah tidak heran jika aku mengangkatmu menjadi sekretaris pribadiku,” kata Wahyu, menyetujui ucapan Anara.“Kalau seperti itu, jika kamu sudah setuju denganku kapan akan membuat angket pertanyaan untuk pekerja kita,” kata Anara.“Belum aku tentukan. Mungkin setelah ini sehabis jam makan siang?” tanya Wahyu, menimbang usulan dari Anara.“Aku akan ikut membantumu, Pak. Hubungi saja aku jika kamu membutuhkan aku,” kata Anara, menawarkan bantuan kepada Wahyu.Tanpa berpikir

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Mengobrol Sebentar di Ruangan

    Anara tidak lagi melanjutkan percakapan singkat dengan Wahyu. Melainkan pandangan matanya tertuju kepada April yang sedang menunggu mereka berdua selesai bicara.“Jadi kamu mengajak perempuanmu datang ke sini, Pak?” tanya Anara.Sepertinya Anara menyadari jika April adalah kekasih Wahyu. Bahkan kehadiran April membuat sedikit rasa cemburu di hati Anara menjadi lebih terasa.Anara kemudian mengalihkan pandangan dari April menuju ke Wahyu. Seolah-olah meminta penjelasan yang lebih lanjut kepada pria yang menjadi atasannya.“Aku memang mengajak kekasihku ke kantor. Berharap dia dapat menemaniku sampai aku selesai bekerja,” kata Wahyu, memberi penjelasan kepada Anara.“Kenapa tidak bilang dulu padaku? Bukankah kita bisa bicarakan ini sebelumnya,” ujar Anara, terlihat tidak terima.“Untuk apa? April adalah pasanganku, perihal aku mengajaknya atau tidak itu terserah aku. Tidak perlu aku berbicara padamu,” kata Wahyu, mengungkapkan ketegasan kepada Anara.“Tapi jika begini, aku jadi tidak en

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Lebih Memilih Terkasih

    Sementara itu Anara terlihat berbeda. Penampilan yang selalu elegan dan berkelas menjadikannya terlihat sebagai perempuan yang percaya diri. Wanita dengan pakaian formal mengenakan jas abu-abu itu berjalan mendekati Wahyu, pimpinannya.Sesampainya Anara berada di depan Wahyu, lekas langkah kakinya terhenti. Betapa mata indahnya itu tertuju langsung kepada sang pria yang menjadi pemimpin perusahaan ini. Bibir Anara tidak memperlihatkan senyuman, tetapi kegusaran yang melanda.“Pak Wahyu, saya sudah menunggu kamu untuk datang. Tetapi kenapa baru sampai di kantor jam segini,” kata Anara, memperlihatkan kekesalan yang dia rasakan.“Jam segini apa? Ini baru satu menit sebelum jam kerja dimulai. Kamu jangan memburu-buru aku seperti itu dong,” kata Wahyu, menunjukkan respon sederhana.“Bagaimana tidak saya cemas, Pak? Sedangkan banyak urusan yang harus saya selesaikan dengan kamu. Namun apa yang saya dapatkan, kamu malah baru datang dan terlihat abai,” kata Anara, masih tidak terima jika Wah

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status