"Cukup Tuan! Jangan hancurkan masa depan saya! Apa salah saya?" ucapku dengan suara lirih.
"Kamu tak punya salah, yang jadi masalahnya, kamu terlalu cantik, dan kau mengingatkan ku pada orang yang pernah mengisi hidup ku, tapi dia kini telah pergi,"
"Lalu, apa hubungannya dengan saya?"
Dia menggeleng sembari menarik sudut bibirnya. Devan membungkukkan badan ke arah ku, menumpu kedua tangannya di sisi tubuhku, kedua kakinya melebarkan paha ku, dalam hitungan detik mahkota ku yang sangat berharga akan segera di renggut oleh pria bej*t ini. Kini aku benar-benar hancur hanya bisa pasrah dengan nasib yang aku alami.
"Pejamkan mata mu sayang! Rasakan dan nikmati sentuhan yang aku berikan! Aku takkan menyakiti mu, aku hanya ingin membawamu ke dalam puncak kenikmatan!" bisik Devan.
Dia mendekap tubuh ku dengan erat, bibirnya menepi di bibirku aku mengatup dan tak sudi membukanya, wajahnya turun menyusur ke leher pangkal janggut dan jambangnya yang kasar menyent
POV Devan.Hm... Menikah kata dia, aku tak ingin ada ikatan dengan perempuan, aku lebih suka seperti ini, cukup sudah! Aku merasakan kehilangan dan sakit hati karena di tinggalkan oleh seorang Istri. Dengan seperti ini aku takkan pernah merasa kehilangan ataupun sakit hati lagi.Ku duduk menyilang kaki di sofa kamar ku, sambil meletakan kedua tangan yang bertaut di bawah kepala, yang ku sandarkan di sandaran sofa.Ku senyum-senyum sendiri, hati ini merasa puas dan bahagia bahwa aku sudah berhasil merebutnya dari gadis itu. Gadis cantik polos dan masih suci. Aku suka dengan dia, sejak pertama kali aku bertemu dengannya di cafe waktu itu.Aku terus memikirkannya, ada rasa ingin memiliki, namun aku tak mau ada ikatan di antara kami, satu hari setelah bertemu dengannya, gegas ku perintahkan Reno asisten pribadi ku, yang selalu siap membantu dalam segala urusan ku, untuk mencari informasi tentang dia kepada teman dekatnya juga Bu Maya sang owner cafe.
POV Silvi.Aku hancur, benar-benar hancur, hidup ku kini tak ada gunanya lagi, masa depan ku sudah rusak, namun setidaknya aku sedikit lega, Karena tugas ku sebagai Kakak tertua dan bakti kepada orang tua, mungkin sudah selesai, impian ku sudah tercapai untuk membahagiakan Adik-adikku dengan memenuhi permintaan mereka, dan sudah membebaskan ibu dari jeratan hutang, yang selama ini membuat hidup kami tidak tenang."Ibu... Tolong aku!" lirihku di sela tangisan, ini benar-benar seperti mimpi buruk, namun ini nyata, dan sungguh nyata.Aku masih tak percaya ini terjadi padaku, kini aku sudah tak suci lagi, Ku remat ujung bantal yang menutupi wajah ini, ku tidur meringkuk membelakangi pintu dengan tubuh bergulung oleh selimut tebal.Mata pun enggan untuk kubuka, rasanya tak ada kekuatan untuk bangkit, masih sangat terasa sa'at Devan merenggutnya dariku. Sakit sungguh sakit, bukan hanya tubuhku yang sakit, hati ku juga sangat hancur. Ku dengar p
POV Devan.Ku pandangi wajah sayu gadis cantik yang masih terduduk di lantai, menekuk lutut sembari membenamkan wajahnya di antara kedua lengan, tubuhnya berguncang karena Isak tangisnya yang tak kunjung reda.Melihat dia seperti itu, ada rasa tak tega merasuk dalam hati, dan tak bisa ku tepis perasa'an itu, aku sudah melukai dirinya dan sudah merusak kehormatan nya, sprei katun berwarna putih menjadi saksi bisu atas apa yang telah aku lakukan pada dia, masih terpampang jelas bercak merah yang mulai mengering.Aku angkat tubuh mungilnya, dan membawa dia ke kamar mandi. Ku siram tubuhnya dari kepala hingga ujung kaki dengan shower.Ku usapkan sabun cair yang begitu wangi ke seluruh tubuhnya, dan ku tuangkan shampo ke telapak tangan, untuk mencuci rambut panjangnya. Tanpa perlawanan dia begitu pasrah saat aku memandikannya.Setelah sepersekian menit, aku selesai memandikan gadis ku, ku tutup tubuh polosnya dengan handuk, lalu ku bopong dia kembali k
POV Silvi.Tubuhku serasa di sengat listrik bertegangan tinggi saat Devan menarik tubuhku ke dalam dekapannya, dia menyisir rambut ku dengan jemarinya, lalu merebahkan tubuh ku, kedua kakinya menghimpit kedua belah sisi tubuhku. Aku memberontak sekuat tenaga dengan memukuli bidang dadanya yang keras, agar dia melonggarkan himpitannya.Namun. Bukannya melepaskan ku, dia malah menyentak tanganku, sambil tersenyum miring yang ia tampilkan, membuat kecemasan dan ketakutan ku bertambah. Devan menautkan jemarinya dengan jemari ku, lalu ia tekan ke atas bantal dengan Posesif hingga aku tak bisa berkutik."Tangan mu lembut, kulit mu halus, sehalus sutra, tubuhmu wangi seperti bunga. Sesungguhnya aku tak ingin melakukannya lagi, namun tubuhmu yang memaksa ku, hingga aku ingin melakukannya, mungkin kali ini akan sampai pagi, kita habiskan malam panjang ini dengan indah!" ucap nya sembari mengendus tubuhku, lalu mencium bahu ku dengan waktu yang agak lama.Aku terpe
POV Silvi."Gadis pintar, ternyata kau tau itu." Devan berdiri di depan cermin, merapikan penampilannya, menyisir rambut lalu menyemprotkan parfum ke tubuhnya, wangi maskulin menyeruak ke dalam Indera penciuman ku.Dia duduk di samping ku melipat satu kakinya, yang ia naikan ke tempat tidur, lalu merengkuh pundak ku. Dia mengambil sejumput rambut ku, lalu ia menyelipkannya di belakang telinga."Tunggu aku! bidadari ku,Aku akan segera kembali, aku tak bisa jauh darimu." Devan mengecup pucuk kepala ku dengan lembut.Aku tak mengerti apa yang ada di dalam isi otaknya, jika memang dia menyukai ku. kenapa dia tak melamar dan menikahi ku, dari pada aku terus-terusan di jadikan boneka, dan berbuat dosa yang tak henti-hentinya."Kamu kenapa diam saja? Kamu sekarang mandi! Nanti sarapan, Bibi akan mengantarkan makan untuk mu, kau harus makan! Dari kemaren sore perut mu belum terisi, nanti kau sakit, aku tak mau itu terjadi!" apa peduli dia, jika aku sakit
POV Devan. 1Aku lelah. Karena semalaman kurang istirahat, setelah melepaskan dahaga yang mendera jiwaku pada gadis cantik di samping ku ini. Sebelumnya aku sudah membuka mata, namun rasa kantuk yang teramat sangat, membuat mataku terpejam kembali.Lantas, tiba-tiba nafas ku terasa sesak seperti ada yang menghimpit, tanganku menggerapai kemana-mana mencari sesuatu. Ku raih tangan halus, sedang memegangi bantal dan membekapkannya di wajahku. Ku menyentak tangan itu, dan gegas ku hempaskan lalu menjatuhkan tubuh mungilnya di atas tempat tidur, ku cekal lengannya dengan kuat.Aku benar-benar kesal karena dia mencoba melenyapkan ku. Dia fikir tangan kecilnya yang lemah seperti itu akan mampu menghabisi ku. Tentu saja tidak! Dengan nafas memburu juga tatapan penuh amarah, ku pandang wajah nya, yang mendadak pucat dan bibirnya pun gemetar."Nona, Kau fikir semudah itu! bisa menghabisi ku, dengan sebuah bantal? Hm, Kau jangan bercanda!" tekan ku tertawa kecil mengej
POV Silvi. 1"Ibu...!!" teriak ku. Aku terperanjat seraya membuka mata, "Oh Tuhan... Ternyata aku mimpi." Aku turun dari bathtub, berpijak di lantai kamar mandi, sambil memijat kepala dan mencengkram rambut, nafasku masih tersengal karena mimpi buruk barusan.Berapa jam aku tertidur di dalam bathtub saat ku merendam tubuh. Hingga bermimpi bertemu Ibu, dia sedang menangis tersedu-sedu dan pergi menjauh dariku. Aku memanggil serta mengejarnya, namun ibu acuh dan tak memperdulikan ku. Apa arti dari mimpi itu, apakah ibu merasakan apa yang aku rasa sa'at ini? Aku tak tau.Aku berharap apa yang terjadi padaku hanyalah mimpi buruk semata, ku ingin memastikan bahwa yang terjadi padaku hanya halusinasi, lalu ku meraba tubuh bagian bawah, ternyata sakit dan membengkak. Perut ku pun terasa nyeri, bekas serangan Devan padaku. Ku menghadap cermin menatap pantulan diri ini, ku tatap di bagian leher juga dada banyak sekali tanda merah jejak yang di tinggalkan bibir D
POV Devan. 1Aku menggertakkan gigi satu tangan ku kepal kan. Dada ku sesak di penuhi amarah, saat gadis itu menantang ku. Ku layangkan tangan di udara dan hampir menampar pipinya yang kemerahan. Tangan ku masih mengambang, namun ku urungkan, lalu ku kepalkan kembali tangan ini, memejamkan mata sambil menahan nafas."Kau mau tampar aku, hah? silahkan! Jika itu membuatmu lebih puas!" bentak Silvi, dengan nafas yang tersengal, matanya merah dan genangan bening pun mulai meleleh di pipinya."Sshh..." Aku mendesah kesal.Ku tarik nafas dan membuangnya hingga beberapa kali, menahan amarah ku yang hampir membuncah. Ku lepaskan cengkraman tangan dari dagunya. Ku berdiri di dekat ranjang membelakangi dia, satu tangan mencengkram rambut, tanganku yang lain menumpu di pinggang."Devan, kenapa kamu tak jadi menamparku?" semburnya. Dia sudah berani memanggil dengan sebutan nama, aku membalikkan badan menatapnya dengan tatapan murka."Kau, sudah berani tidak s