Share

Bab 8

"Bunda, ayah, Irin minta maaf. Irin minta maaf sama kalian, Irin sudah kecewakan kalian."

"Irin sayang kalian, Irin harus pergi, Irin harus pergi dengan Alya. Makamkan Irin di samping makam Alya, maafkan Irin…"

Dante terduduk saat mendengar racauan Irin saat tidur. Dante benar-benar tak mengerti, mengapa Irin meracau seperti itu?

Dan lagi, siapa Alya?

Apakah adik Irin?

Seingat Dante, Irin tak memiliki saudara, ia hanya anak tunggal di keluarganya.

Dante menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, lalu terkejut saat ia baru menyadari jika di ranjang mereka sudah ada darah.

"Menjijikan, udah tau pms masih aja nggak pake pembalut,"

Dante pun berdiri tepat di samping Irin tidur, ia pun dengan sengaja meraih air minum di atas nakas dan menyiramkan ke wajah Irin.

Byurrr

"Ahhh," Irin terbangun dan tersedak.

"Uhuk, uhuk…"

Dante tertawa jahat melihat Irin menderita.

"Mampus lo,"

"Dante, kenapa kamu jahat sama aku?"

"Ckckck, karena lo pantes di jahatin,"

"Mendingan sekarang lo bangun, biar dapat pahala, lo beli makanan di restoran depan hotel buat gue, terus bawa kesini,"

"Tapi, Dante… a-aku ___ "

"Gue nggak butuh alasan apapun, cepetan lo bangun,"

"Cepet!" Bentak Dante saat Irin masih terdiam sejak tadi, Dante pun menarik Irin kasar hingga Irin terjatuh di lantai.

"Awww, ssshhh…" Irin meringis sakit dan memejamkan matanya,

Irin membatin jika dirinya harus kuat, dia harus bisa.

"Nggak usah sok akting lo, gue nggak sekeras itu buat jatuhin lo, jadi nggak usah terlihat kaya tersakiti banget,"

Irin membuka matanya, ia pun berdiri dan mengarahkan tangannya pada Dante

"Ngapain lo?"

"Uang?"

"Ck, keturunan orang kaya masih aja ngemis. Oh, tapi nggak masalah, gue pun bisa kasih duit buat lo, kalo masih kurang, Lo bisa jual diri di hotel ini,"

Irin memejamkan matanya, ia harus kuat mendengar segala caci dan makian dari suaminya.

Irin benar-benar tak menyangka, ia ou tak tahu mengapa Dante seperti sekarang?

Dia sangat kejam, Irin pun tak tahu mengapa ia bisa dijodohkan dengan Dante -- mantan kekasihnya.

Irin pun berjalan keluar kamar saat setelah menerima uang dari Dante.

Irin pun berjalan menuju restoran seafood di seberang gedung hotel yang ia tempati.

Ia terkejut saat ia keluar terdapat dua orang bertubuh kekar dan memakai pakaian serba hitam berdiri di depan pintu kamar mereka.

"K-kalian siapa?" Gugup Irin.

"Maaf, Nona.. kami adalah orang suruhan tuan Darius untuk mengawasi kalian,"

"Mengawasi kami?"

"Betul, Nona."

Irin pun mengedikkan kedua bahunya, lalu berjalan keluar dari hotel.

Ia pun memesan makanan dan minuman untuk suaminya.

Irin pun kembali ke hotel setelah beberapa menit ia menunggu makanan yang ia pesan, ia pun berjalan masuk dan kembali melihat dua orang bertubuh kekar masih berdiri di depan pintu kamar hotel.

Namun, ia sedikit aneh karena merasa seseorang juga mengikutinya di belakang.

Irin segera masuk ke dalam kamar hotel dan ia terkejut melihat Dante hanya memakai celana boxer tanpa atasan.

Wajahnya memerah, ia merasa malu, terlebih lagi perut absnya yang melambai-lambai ingin di belai.

Irin pun tersadar saat aroma maskulin menguat menusuk hidungnya, ia terkejut karena Dante ternyata sudah berdiri tepat di hadapannya.

"Mana pesenan gue?"

"Ini," Irin memberikan makanan yang Dante pesan.

Irin berlalu masuk ke dalam kamar mandi, ia sudah mulai merasa tak nyaman, tubuhnya pun terasa lengket oleh keringat.

Irin pun merasa perutnya keroncongan, ia belum makan sejak kemarin sore.

Ah, lagi-lagi Irin melewatkan makan malamnya.

Irin pun secepat kilat menyelesaikan mandinya, ia pun keluar dari dalam kamar mandi dengan handuk kimononya.

Ia pun mengambil pakaiannya, Dante hanya melirik sekilas pada Irin.

Jujur saja, Dante pun merasa sedikit tergoda melihat Irin yang masih terlihat sexy.

Namun, rasa benci dan kecewanya tak bisa terkalahkan. Dante tak ingin menyentuhnya, tak ingin membuat Irin bahagia seperti janjinya dulu saat mereka masih menjalin hubungan.

"Dante, punya gue mana?"

"Punya lo?"

Irin pun mengangguk,

"Iya, makanan gue?"

"Hoh, udah gue makan semua, eh tapi masih ada sisa kok, kalo mau tuh makan aja," ucap Dante yang menunjuk sisa makannya di meja.

Irin tertunduk lesu, ia pun sudah tak bisa menahan lapar.

Dengan terpaksa ia memakan makanan sisa Dante, perutnya sudah melilit dan cacing-cacing mulai menari-nari di dalam perutnya.

Dante tertegun, ia pikir Irin tak akan mau memakan makanan sisa.

Namun, dalam hitungan detik saja makanan itu sudah tandas.

Dante mengambil ponselnya dan bermain game disana.

Irin pun membereskan sisa makannya, ia pun ikut mengambil ponselnya yang sejak kemarin belum ia lihat.

Irin terkejut saat mengaktifkannya, banyak panggilan masuk dan pesan masuk yang tak terjawab dari Rexa.

Irin tersenyum lebar, ponselnya pun langsung berdering dan menampilkan nama Reza di layarnya.

Irin pun segera menjawab panggilan dari Rexa.

"Irin,"

"Iya, ini aku…"

"Astaga, aku pikir kamu kemana, kamu nggak aktif terus. Buat orang khawatir aja,"

"Hehe, maaf ya… soalnya baru sempet,"

"Iya deh, apa sih yang nggak buat kamu. Gimana perkembangannya sekarang?"

Irin melirik Dante yang terlihat tak peduli dengan dirinya, Irin pun bergeser menjauh dari Dante.

"Euhm, aku… udah baikan kok, kamu jangan khawatir," jawab Irin berbohong, padahal ia sedang tak baik-baik saja.

"Ah, syukurlah. Awal bulan depan jangan lupa datang, apalagi itu hari ulang tahunku,"

Irin pun terkekeh,

"Iya, iya… aku usahakan."

"Aku tunggu kamu, sayang."

Irin tersenyum mendengar gombalan Rexa.

"Iya, iya… ya udah ya, aku tutup. Aku mau tidur,"

"Tidur?"

"Eh, B-bukan. Maksudnya mau keluar, iya mau keluar…"

"Jangan coba-coba untuk berbohong, Irin. Atau aku bawa kamu lagi ke Italy?"

"Eh?"

"Kamu denger aku?"

"I-iya, aku denger. A-aku nggak bohong, Rexa."

Dante melirik sekilas saat mendengar nama Rexa disebut.

Ia pun kembali bermain game di ponselnya, hingga panggilan Irin pun telah usai.

"Sekali wanita murahan ya tetap aja wanita murahan,"

"Dante, maksud kamu apa sih?"

Tetap saja plin-plan, memang dia kan susah ngomong lo gue. Batin Dante

"Lo mikir dong, udah dapat enaknya lo malah ___ sial!"

Dante geram sendiri karena ia kembali mengingat yang sudah-sudah.

"Gara-gara lo, hidup gue jadi nggak nyaman. Gue jadi nggak percaya cinta, sialan!"

"Gue muak sama lo, Irin. Gue yakin, lo nyuruh orang tua lo buat maksa orang tua gue supaya gue mau nikah sama lo, kan?"

"Astaga, Dante!"

"Apa, huh? Mau ngelak?"

"Harusnya aku yang ngomong itu, bukan kamu!"

"Ho, jadi kebalik? Jadi disini lo pihak yang tersakiti, begitu?"

"Kamu benar-benar kejam, kamu manusia nggak punya hati,"

"Lo manusia kejam, lo manusia yang nggak punya hati, bodoh!" Ucap Dante dengan menoyor kepala Irin.

Lalu Dante pergi meninggalkan Irin yang kini menangis sejadi-jadinya.

Tbc

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status