Adam duduk di sofa ruang tengah, ia menatap kamera pengintai di meja depannya kini. Di kepalanya saat ini, bermunculan sekelebat pertanyaan tentang barang itu. Ia bingung harus bagaimana, barang bukti ini tidak mungkin langsung diberikan kepada polisi. Ia tidak percaya pada polisi, mereka terlalu bermain politik di dalamnya. “Apakah kuberikan ke Pak Jung saja?” gumamnya pelan. “Tapi, bagaimana jika ia malah memberikannya pada polisi?” sambungnya lagi. Jika saja Adam memiliki teman di sini, ia bisa saja meminta bantuan untuk mengoprek kamera ini pada orang tersebut. Tapi sayangnya ini bukan Hong Kong, ia tidak memiliki orang yang dikenal di sini. “Tidak ada pilihan lain, aku harus memberikan barang bukti ini pada Pak Jung.” Pria itu membungkus kamera pengintai itu di plastik ziplock yang ia temukan di dapur. Kemudian, pergi keluar masuk ke dalam mobil Pak Jung. Di rumah sakit, Shino sudah sadarkan diri. Ia saat ini sedang makan buah apel yang dikupas oleh Berry. Pak Jung menyalak
Seorang gadis berambut warna lilac, yang tak lain adalah Vivian masuk ke hotel bintang lima di Hong Kong tempat Shino menginap. Ia memakai dress hitam mewah selutut dengan bagian bahu sangat terbuka, memberi kesan wanita berkelas. Tak lupa, ia memakai kacamata hitam dan membawa tas kecil berwarna hitam yang sangat elegan. Ia kemudian menyewa satu kamar VVIP di hotel ini, di sepanjang jalan orang-orang terperangah ketika melihat kedatangan Vivi yang sangat cantik. Langkah kakinya rapi bak model papan atas. Mereka merasa melihat sosok malaikat yang sangat indah. Setelah masuk ke kamar yang dulunya ditempati oleh Shino, ia duduk sebentar di sofa, dihidupkannya televisi itu. “Kita mulai dari mana ya?” Gadis itu tersenyum miring, kemudian ia mengeluarkan sebuah cairan merah seperti darah. Dituangkannya cairan itu ke ranjang bersprei putih bersih itu di tengah. Tak lupa, ia juga mengeluarkan sebuah bungkus ‘pengaman’ yang sudah kosong isinya, ia letakkan di bawah meja depan sofa tersebut
“Pihak hotel tidak akan memberikan rekaman cctv mereka pada kita.” Pak Jung memijat keningnya, ia pusing setelah mendengarkan cerita yang disampaikan oleh Shino tadi.Kini, Shino kembali tertidur karena kepalanya yang tiba-tiba pusing. Adam berusaha berpikir keras untuk menyelesaikan masalah ini.“Kita tidak bisa langsung pergi ke Hong Kong hanya karena untuk mengambil rekaman cctv hari itu, di sana belum tentu mereka akan langsung memberi akses kepada kita untuk memberikan cctv itu, dan juga butuh waktu untuk mengecek satu persatu rekaman cctv tersebut.” ujar Adam.Pak Jung termenung lama mendengarkan perkataan Adam, kemudian ia berkata, “Kita harus menyuruh orang untuk melakukan hal ini.”Adam menatap lurus pria tua di depannya kini, Pak Jung kemudian mengeluarkan ponselnya dan mulai mencari nama bertuliskan Vivian.“Halo, Vivi?”Di sisi lain, seorang wanita cantik berambut lilac dengan kunci
“Saya tidak mau tahu! Pokoknya saya ingin segera ditangkap dia!” kata Vivi dengan nada penuh penekanan. Saat ini, ia sedang di ruang kerja direktur hotel ini. “Tapi staf keamanan kami masih melakukan pencarian terhadap orang itu, mohon ditunggu sebentar saja.” Direktur memohon dengan wajah penuh penyesalan, karena perilaku staf tersebut membuat malu seluruh isi hotel. “Itu butuh waktu lama, saya ingin melakukannya sendiri dengan tim keamanan perusahaan saya! Cukup berikan saya akses untuk melihat cctv hotel ini!” Vivi terus mendesaknya agar permintaannya dituruti. “Sekali lagi, saya mohon maaf tidak bisa memberikan kesempatan bagi anda untuk melakukan hal ini," Direktur bersikeras untuk tidak menuruti permintaan Vivi. Lalu, apa yang harus dilakukan jika begini? Vivi tidak akan langsung menyerah begitu saja, ini misi istimewa dari kakeknya dan ia harus berhasil untuk mewujudkan mimpinya. "Baiklah, kalau itu mau anda! Saya akan bertindak sendiri! Saya akan membuat sebuah video krono
Adam mengecup bibir milik Shino dengan pelan, lalu ia menatap Shino dengan rambut yang dibalut handuk. Pria itu melepas handuk di yang ada di kepala Shino. Napas Shino menderu, ia tidak berani menatap mata pria di depannya kini, rasa percaya dirinya yang setinggi langit itu runtuh ketika mata biru milik pria yang baru dikenalnya ini menatapnya dengan penuh gairah. Ia menutup matanya dengan rapat, sensasi malu dan geli menjalar di seluruh bagian saraf tubuhnya. Aroma rose yang berasal dari rambut basah Shino membuat Adam ingin membelai rambutnya. Ia mendekap Shino lebih dekat dan menghilangkan jarak sedikit di antara mereka. Adam kembali mengecup bibir Shino, kali ini cukup lama. Ia kemudian melumat bibir lembut milik Shino dengan cepat. Rasa manis whiskey yang menempel di bibir Shino semakin membuat Adam liar. Tangan Adam perlahan menggeser pintu kamar Shino, Adam terus melakukan ciuman itu sambil merobohkan tubuh shiino ke ranjang. Kini, Shino mulai kehilangan akal sehatnya. Piki
“Kenapa wajahmu?” Adam melihat wanita di belakangnya kini tampak resah. Shino terus memainkan jari-jarinya. Telapak tangannya berkeringat, ia terus kepikiran dengan kejadian tadi malam. Bagaimana ini? Bagaimana jika Adam nanti ingat dan tahu apa yang dilakukannya kemarin? “Ti-tidak apa-apa, kenapa wajahku memangnya?” jawab Shino dengan gugup. Adam mengerutkan dahinya bingung, apa dia telah berbuat salah kepada wanita galak itu? Sehingga dia saat ini diam saja, entah hanya perasaannya saja tapi biasanya dia selalu berkicau bak burung kenari di pagi hari. “Apa aku berbuat sesuatu padamu?” “Ap-apa?” “Apa aku melakukan sebuah kesalahan padamu sehingga kini kau mendiamkanku?” Adam terus menghujani Shino dengan berbagai pertanyaan. “Tidak ada! Fokuslah menyetir! Jangan mengajakku bicara, aku sibuk!” Shino berusaha mengalihkan pandangan, dilihatnya mata Adam memantau dari kaca spion. Jantungnya semakin tidak karuan, ia harus bertindak seperti biasanya. Jangan sampai ia ketahuan bahwa
“Dia adalah Kim Seok Hoon, pria berdarah korea yang pernah melamarku saat aku berumur 23 tahun. Aku menolaknya saat itu, karena waktu itu aku sedang sibuk-sibuknya mengurus perusahaan yang sedang dalam kondisi buruk,” jelas Shino pada Adam. “Aku tidak mau meninggalkan perusahaan ayahku saat itu hanya untuk pernikahan, aku berpikir umurku saat itu masih sangat muda untuk menjadi ibu rumah tangga. Aku masih ingin mencari jati diriku. Apalagi, pria itu tidak mau jika nanti sudah menikah aku masih tetap bekerja, dia pria yang rumit,” tambah Shino. Adam hanya mengangguk mendengarkan cerita Shino, ia kemudian menggulir data identitas orang kedua. “Bagaimana dengan dia? Apa kau mengenalnya?” Adam memperlihatkan foto seorang remaja laki-laki yang memiliki wajah lugu seperti anak kecil. Shino mengerutkan dahinya. “Dia terlihat naif, sepertinya dia anak orang kaya. Pertama-tama kita cari identitas anak itu, kemudian kita dekati nanti.” jawab Shino. “Bai
Shino melirik tajam pada Adam, wanita itu menelan ludah berkali-kali. Tangannya mulai basah karena keringat dingin. “Apa maksudmu?” Adam memberanikan diri untuk membalas pertanyaan Ryu. Wajah Ryu terlihat kebingungan, lalu ia tertawa sembari menutup mulutnya. “Ah, maafkan saya. Maksud saya, apakah dinas pendidikan mengirim anda ke sini?” tanya Ryu lagi. “Kata-kata saya kurang tepat ya? Terdengar ambigu rasanya,” imbuhnya. “Shino bernafas lega, Adam pun juga menghela napas lega ternyata itu hanya prasangkanya saja. Mereka kemudian berkeliling seolah ini, Ryu pun sangat sopan menjelaskan setiap ruangan di sekolah ini satu persatu. Shino terus mengawasi ekspresi Ryu, sesekali ia tersenyum saat kepergok Ryu. “Nah itu saja, apakah ada lagi yang mau ditanyakan bapak dan ibu?” tanya Ryu. “Apa kau pintar bermain basket?” Adam tersenyum miring pada Ryu. “Saya kapten tim basket di sekolah ini,” papar Ryu sembari tersenyum