Share

7 TAHUN SETELAH MENJANDA
7 TAHUN SETELAH MENJANDA
Penulis: Herlina Teddy

Bab 1

"Tidak mungkin, Han. Kita hanya melakukannya satu kali. Mana mungkin bisa langsung hamil?" Mahendra memelankan nada bicaranya, tak mau orang yang di sekitar ikut mendengar percakapan mereka.

"Tapi itu kenyataannya, Dra."

Hanami mencoba meyakinkan sang kekasih dengan merogoh tas yang ada di pangkuan, mengeluarkan test pack dan menunjukkan kepadanya. Dengan tangan sedikit bergetar, pria tampan itu pun mengambil dan menatap hasil test dengan mata membola.

Awalnya, wanita bernama lengkap Hanami Ramadhani juga tidak menyangka akan mendapati kenyataan memalukan, pun tak mau hal tersebut terjadi. Namun, hasil test alat kehamilan cukup menunjukkan kalau dia benar-benar hamil. Terus, dia harus bagaimana?

"Dua garis itu artinya positif?" Pria beralis tebal itu bertanya pelan, hanya ingin memastikan. Wajahnya diliputi rasa panik.

Gadis itu mengangguk pelan dengan wajah meredup, lelah dan tak tahu harus bagaimana. Dia merasa tubuhnya lemas, sering mual dan muntah di pagi hari. Ditambah yang membuatnya bingung, tamu bulanan sudah tak berkunjung selama dua bulan. Di situlah awalnya dia mulai resah dan curiga kalau dia hamil setelah kejadian dua bulan yang lalu.

Inisiatif membeli test pack di apotik lalu sesuai petunjuk, dia mencoba urinnya dan hasil yang ditunjukkan adalah dua garis. Iya, fix, dia hamil.

"Coba kamu tes lagi pakai merek yang lain, barang kali yang ini error."

Pria itu masih belum bisa menerima kenyataan kalau kekasih yang dicintainya tengah hamil akibat perbuatan zina mereka di rumah kosong setelah acara pesta wisuda. Ada guratan kegelisahan yang terbit di wajah, jelas sekali terlihat dan tak sanggup disembunyikan.

Mendengar itu, Hana langsung merogoh tas berwarna merah muda miliknya dan mengeluarkan tiga test pack lain lalu diletakkan ke atas meja. Alat pendeteksi dengan berbagai merek hasil yang ditunjukkan adalah sama. Dua garis merah.

"Aku sudah test empat kali dengan merek yang berbeda, tetapi hasilnya sama."

Suaranya bergetar, ingin menangis dan menyesal dengan apa yang sudah terjadi. Benar kata orang kalau penyesalan memang selalu datang belakangan.

Dengan cepat tangan kokoh Mahendra meraih ketiga alat tersebut, ingin meyakinkan apa yang dikatakan Hana adalah benar. Wajah yang tenang tadi seketika berubah menjadi raut penuh putus asa dan gelisah.

Ada sengatan kekhawatiran di dada, jika kedua orangtuanya mengetahui putra kebanggaan mereka telah menodai anak gadis orang. Pria itu bisa saja membu nuh papanya yang mempunyai penyakit riwayat jantung koroner. Tidak, dia belum sanggup membayangkan dan terlebih itu tidak boleh terjadi.

Menarik napas dan membuangnya kasar, dia menumpukan siku ke atas meja lalu menopangkan kepala ke atas punggung tangan. Membenamkan wajah di balik tangan, ingin sekali dia menyembunyikan rasa kekhawatirannya agar gadis yang di samping tidak melihat kondisi tersebut. Frustasi pun mulai menggerogoti pikiran.

"Gimana, Dra? Kamu jangan diam saja. Apa yang harus kita lakukan? Aku belum berani memberitahu ibu. Aku khawatir beliau pasti akan marah dan sedih."

Hana bukan tak tahu Mahendra sedang menyembunyikan kegusaran seperti yang ia rasakan. Namun, dia juga tak mau sang kekasih melipat tangan dengan apa yang sudah dia lakukan.

"Iya, jangan kasih tahu dulu. Kita selesaikan tanpa campur tangan siapapun."

Suara itu terdengar lirih, dia belum menunjukkan wajahnya. Kini dia menopang kepala di atas tangan yang terlipat di atas meja. Aroma kopi di kafe yang seharusnya menenangkan, tetapi justru perasaan gundah yang dirasakan. Mereka bahkan tak nyaman bukan karena dengan suasana, tetapi masalah yang baru menghampiri membuat kedua hati itu tidak tenang.

"Kamu mau tanggung jawab, Dra? Kamu tidak akan meninggalkan aku, kan?"

Hana mulai mengguncang lengannya. Dia ingin kepastian dan menagih apa yang pernah dijanjikan pria itu sebelum mereka melakukan perbuatan yang seharusnya dilakukan pasangan suami istri. Matanya mulai buram ditutupi air yang masih bisa ditahan.

"Iya, tidak. Aku tidak akan meninggalkanmu, aku sangat mencintaimu. Aku akan mencari cara. Kamu yang tenang, biarkan aku berpikir dulu."

Setelah mengangkat kepala, dia melayangkan ciuman ke kening, pipi lalu ke pucuk kepala sang kekasih yang sekarang dilanda keresahan. Lalu, meletakkan kepala Hana ke ceruk lehernya. Apa yang diucapkan semuanya benar, dia sangat mencintai gadis itu. Namun, mungkin cara mengungkapkannya adalah keliru.

"Tidak akan meninggalkanmu. Kamu percaya padaku."

Bisikan itu berhasil menurunkan satu level kecemasan Hanami. Wanita itu bisa mendengar dentuman jantung yang tak berirama di sana. Pikiran mereka berdua sama-sama dihantui rasa bersalah, berusaha mencari jalan keluar atas kasus itu.

Setelah satu jam mereka berada dalam keheningan, akhirnya Mahendra membuka suara setelah dia menyesap cokelat panas yang sudah dingin. Namun, cokelat yang seharusnya terasa manis, kini terasa pahit di lidahnya.

"Ayo, ikut aku!"

Mahendra pun menarik tangannya meninggalkan kafe tersebut lalu melajukan mobil menuju ke supermarket. Sesampai di sana, Hana yang masih belum mengerti maksud pria itu pun hanya bisa melipat dahi.

"Kamu tahu, kan, aku akan melanjutkan kuliah di Jepang sesuai rencana orangtuaku. Dan yang kutahu kamu mendukung aku waktu itu. Kita bisa melanjutkan hubungan LDR sesuai kesepakatan kita. Kamu ingat?"

Hanami menyimak dan mengangguk dengan hati yang berkecambuk. Tentu saja dia ingat hal tersebut, tetapi sekarang kasusnya berbeda, dia hamil. Ada benih cinta di rahimnya yang diberikan pria itu.

"Kita masih terlalu muda untuk menjadi orangtua. Harusnya kita kejar dulu mimpi kita, cita-cita kita, setelah itu kita akan menikah dan mempunyai banyak anak. Kamu paham maksudku, Sayang?"

Mahendra menggenggam kedua tangan Hana, kemudian mencium punggung tangannya. Ia memeluk harapan agar gadis delapan belas tahun itu mau mengerti keadaannya yang belum bisa menerima kehadiran seorang bayi saat itu. Dia ingin mewujudkan ambisi dan cita-cita. Jepang, itulah impiannya.

"Maksud kamu, Dra? Kamu tidak mau bayi ini dilahirkan?"

Rasa kecewa mulai memenuhi dada, hati itu hancur ketika dia membaca gelagat aneh Mahendra yang memintanya melakukan sesuatu yang tak pernah terpikirkan olehnya. Pria itu tidak menyahuti dan berbalik melihat jejeran buah yang terpampang di toko tersebut.

"Kita beli ini dan kamu harus menghabiskannya."

Mahendra memilih dan mengambil beberapa jenis buah lalu hendak berjalan menuju ke kasir. Ia tak mengacuhkan raut muram yang tercetak di wajah pacarnya.

"Dra, jika aku makan buah-buah itu, bukankah akan membahayakan janinku?"

Secepat kilat Hana menggeleng sambil mengelus perutnya yang masih rata. Wanita cantik itu mencoba menahan tangannya dan meminta penjelasan. Ia belum bisa menerima rencana sang kekasih.

"Justru itu yang kita inginkan, Han."

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Sapa Boyolali
akibat pergaulan bebas , perempuan yg kebagian sengsaranya
goodnovel comment avatar
Annajmu Tsakiebauliaputra
.........ok cerita nya
goodnovel comment avatar
🌹isqia🌹
wah wah... ide gila itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status