Sudah hampir 5 menit mereka berdiri di depan rumah Anita tanpa suara, baik Habib maupun Anita hanya terdiam setelah pertanyaan yang diberikan perempuan itu dan akhirnya Anita hanya tersenyum mencoba untuk mengerti laki-laki yang berdiri di depannya ini. "Maaf mas, kamu gak lupakan hari ini adalah hari dimana aku ke tempat dia. Jadi, kita gak mungkin bahas itu sekarang." ujar perempuan itu tersenyum dan mencoba berbicara baik-baik agar Habib tidak salah paham.
"Jadi kamu lebih mentingi dia daripada hubungan kita?"
Anita yang mendengar itu terdiam sebentar lalu ia melihat wajah Habib, laki-laki yang sudah hampir 3 tahun lamanya menetap dihatinya, perempuan itu melangkah menuju mobilnya yang sudah berada tepat di depan pintu rumahnya. Anita masuk ke dalam mobil setelah itu dengan cepat mobil melaju meninggalkan rumah putih berlis abu-abu itu.
Wajah Anita yang biasa tersenyum dan lembut kini tidak, ekspresinya datar dan tatapannya dingin. Kenapa kamu pertanyaankan itu, mas? batinnya merasa sakit setelah mendengar pertanyaan seperti itu keluar dari mulut Habib sendiri.
Sepeninggalnya Anita, Habib hanya terdiam lalu tak lama ke luar seseorang. "Kamu sadar, barusan bertanya apa kepada adik saya?" tanya orang itu yang ternyata Ivan.
Tadi saat Anita pergi meninggalkan ruang makan ternyata perempuan itu meninggalkan ponselnya di meja makan, Ivan yang mengetahui itu segera mengejar sang adik untuk memberikan ponsel perempuan itu tapi ia malah mendengarkan percakapan sang adik dan tunangannya itu. Ivan yang geram mendengar Habib tidak meminta maaf kepada sang adik semakin marah karena laki-laki itu malah membicarakan hal lain apalagi ditambah saat Habib memberi Anita pilihan tentang prioritas yang tidak masuk akal itu.
"Kamu sadar atas pertanyaan kamu itu, Habib Darmawangsa! Kamu sadar bahwa pertanyaan kamu barusan itu sama saja sedang menyuruh adik saya untuk pergi." Ivan menatap Habib dingin. "Seharusnya sebelum kamu bertanya, kamu harus tau apa dampak dari pertanyaan kamu itu untuk orang yang kamu tanyai." tambah Ivan datar.
"Pak Raman, siapkan mobil saya!" Setelah mengatakan hal itu, Ivan berlari ke dalam rumah untuk mengambil dompet dan ponselnya karena ia harus segera mengejar Anita agar adik perempuannya itu tidak melakukan hal berbahaya apapun apalagi ditambah ponsel perempuan itu sekarang ada ditangannya dan untung saja Anita sebelum pergi pamit kalau saja tidak mungkin ia akan frustasi mencari adik perempuannya itu ke mana lagi.
Sembari tetap fokus melihat ke arah jalanan, Ivan mencoba menelpon Mita dan Fika menanyakan keberadaan adiknya. Namun, nihil tidak ada yang tau keberadaan Anita dan ia juga sudah menghubungi Hega menanyakan keberadaan sang adik dan jawaban laki-laki itu juga sama. Mobil Ivan sudah sampai di tempat tujuannya, laki-laki itu segera bergegas turun menyusul Anita di area yang luasnya mengalahkan perumahan ini. Akhirnya Ivan dapat bernapas lega setelah melihat keberadaan sang adik, laki-laki itu berjalan pelan menghampiri Anita yang tampak sedang berbicara.
"Kak, masa tadi ada orang yang nyuruh aku milih dia atau kamu karena aku gak sanggup jawab jadi aku ngelariin diri dari dia dan mungkin juga dari mas Ivan."
Ivan terdiam dan langkahnya terhenti. Jadi Tata tau kalau aku dengar pembicaraan mereka? batin laki-laki itu sedikit terkejut mengetahui fakta barusan.
"Tata masih aja gak dewasa ya kak? Suka kabur-kaburan dari masalah kayak gini tapi kakak taukan aku sayang banget sama kakak. Jadi, kalau ada orang yang nyuruh aku untuk milih kakak atau dia jelas aku milih kakak karena kalau enggak ada kakak, aku gak mungkin masih ada hari ini."
"Oiya kak, aku mau cerita kalau Habib udah mulai berubah, dia kayak bukan Habib yang aku kenali dulu ke kakak. Dia yang sekarang kayak orang asing, salah ya kak aku sayang sama dia?" tanya Anita serius.
Air mata Anita merebak keluar tanpa diminta. "Aku rindu banget sama kakak, kakak baik-baik di sana ya. Maaf kalau aku ke sini cuma bisa nangis dan ngeluh ke kakak, maafin aku ya kak. Aku juga ke sini sekalian mau pamit besok mau ke Sumut, doain aku baik-baik aja. Kak Miko, Tata pergi dulu ya. Bulan depan Tata pasti ke sini lagi. Assalamualaikum."
Anita yang berdiri melihat keberadaan Ivan sedikit terkejut. "Mas? Kapan mas sampai?" tanya perempuan itu tersenyum menghampiri sang kakak.
"Baru aja, Tata." Bohong Ivan tersenyum melihat sang adik, jika ia mengatakan yang sebenarnya sang adik tetap saja menyangkal keadaanya.
"Mas, kenapa sampai nyusul tadikan Tata udah pamit." tanya perempuan itu lagi, bersikap seakan dirinya baik-baik saja tidak ada hal apapun yang terjadi beberapa menit lalu.
Ivan tersenyum, mas akan ikuti permainan Tata. "Ponsel Tata ketinggalan, gak sadar sayang?" tanya laki-laki itu tersenyum lembut.
Anita yang mendengar itu tersenyum. "Pantesan mas, Tata ngerasa ada yang kurang eh ternyata ponsel Tata yang ketinggalan. Makasih ya, mas sampai nyusulin Tata ke sini." perempuan itu tersenyum.
Ivan dan Tata melangkah menuju mobil mereka, laki-laki itu memilih diam tidak ingin menanyakan perihal keributan tadi pagi karena itu sama saja membuat adiknya menangis karena diingatkan kembali akan pilihan menjengkelkan itu dan yang membuatnya lebih jengkel adalah si pemberi pilihan adalah Habib, salah satu orang yang ia percaya bisa menjaga sang adik dengan baik.
"Mas, Tata kayaknya hari ini gak ke firma deh. Mau pulang aja sekalian beres-beres buat besok." ujar Anita ketika mereka sudah sampai di depan mobil Anita.
Ivan yang mendengar itu hanya bisa tersenyum lalu mengangguk. "Terserah, Tata aja. Jadi besok mau pergi sama siapa, Tata?"
"Mas Hega aja. Udah biasa bareng mas Hega kalau untuk ke luar kota, mas." ujar perempuan itu tersenyum setelah membicarakan beberapa hal lagi akhirnya keduanya memilih untuk berpisah dengan Ivan yang harus pergi mengecek cabang perusahaan sang papa sementara Anita putar balik menuju rumahnya.
Kepulangannya disambut heran oleh Radiga dan sang istri, tidak biasanya Anita kembali begini saat pergi ke firma. "Loh ada apa, sayang? Ada sesuatu yang tertinggal?"
Anita menggeleng. "Gak ada pa, Tata gak jadi ke kantor mau di rumah aja sekalian mau nyiapin untuk keberangkatan ke Sumut besok." ujar perempuan itu tersenyum ikut duduk bergabung dengan kedua orang tuanya yang berada di ruang keluarga.
Kedunya mengangguki ucapan sang putri. "Oh iya, Ta. Habib udah tau kalau kamu mau berangkat besok?" tanya Talita yang membuat seluruh aktivitas yang Anita lakukan terhenti.
"Tata belum kasih tau mas Habib, ma. Mungkin nanti malam aja, jam segini mas Habib pasti sibuk banget, ma. Tata takut ganggu mas Habib." ujar perempuan itu mencari alasan.
Radiga terdiam tampak sedang meneliti sesuatu lalu pria itu tersenyum kecil. "Tata, enggak lagi bohongkan sama papa sayang? Tata, enggak habis nangiskan?" tanya Radiga menatap sang putri sembari tersenyum, sementara Anita terdiam mendengar pertanyaan itu.
"Tata sama mas Habib..."
☁️☁️☁️
See you next part 👋
Baik Anita maupun Hega masih berdiri di atas lantaiboarding passmenunggu giliran mereka untuk pengecekan tiket. Setelah acara berpelukan yang cukup panjang dengan keluarganya ditambah dengan kekecewaannya karena Habib tidak datang untuk mengantarnya, Anita tersenyum kecil mengingat kembali ucapan Ivan bahwa ia tak perlu mengambil pusing hubungannya dengan Habib, karena akan bagaimanapun ia menjaga hubungannya itu dengan baik jika Allah tidak berkehendak, hubungan itu akan hancur juga walau sudah berjalan selama tiga tahun. Anita hanya bisa berdoa, jika Habib memang jodohnya,pasti Allah akan mempermudah jalan keluar untukmasalah mereka, jika tidakmungkin saja Habib adalah jodoh orang lain yang sedang Anita jaga untuk sang pemilik. Apapun itu Anita yakin, itulah yang terbaik untuk hubungannya. Pesawat yang ditumpangi Anita dan Hega akantake offsebentar lagi. Hega yang duduk di sebelah Anita tampak sibuk mengel
Hari ketiga di kota Medan, hal yang menjadi rutinitas perempuan itu ketika bepergian ke luar kota bersama Hega adalah wisata kuliner sebelum kembali pulangke Jakarta. Anita sudah dilobbymenunggu Hega turun,perempuan itu berbusana kasual dengan warna pastel yang tampak sangat pas untuknya.Senyum Anita mengembang setelah melihat Hega yang baru ke luar dari lift bersama beberapa orang. "Mas Hega." panggil Anita melambaikan tangan seperti anak kecil yang senang karena akan pergi ke taman bermain.Hega yang melihat senyuman Anita yang kian manis ikut tersenyum. "Lama nunggu, Ta?" tanya laki-laki itu tersenyum.Anita menggeleng. "Enggak kok, mas, Tata baru aja turun tapi udah pegel sih berdiri aja karena udah gak sabar." Perempuan itu tersenyum.Hega yang mendengar itu juga ikut tersenyum, baginya Anita adalah sosok adik yang sangat ia sayangi karena laki-laki itu adalah anak semata wayang. "Yaudah, ayo. Kayaknya kamu udah gak sa
Baik Anita maupun Habib saat ini sedang berada di Rown Butik, sibuk memilih model dan bahan untuk pakaian yang akan mereka gunakan di hari pernikahan dan hari ijab kobul. “Tata gak mau ribet ya, tante. Mau yang sederhana tapi tetep kelihatan istimewa.” ujar Anita tersenyum kepada sang pemilik butik yang sudah ia kenal.Ronalia tersenyum mendengar permintaan dari Anita. “Iya, Tata. Tante tau kok selera kamu, dari dulu gak pernah berubah ya, selalu sederhana dan istimewa jadi pilihan kamu.”Anita tersenyum mendengar ucapan Ronalia. Perbicangan mereka berlanjut sampai dengan pemilihan warna dan berakhir setelah pengukuran tubuh dilakukan selesai. Baik Anita dan Habib kini masih berdiri di depan butik."Mas gak bisa anter kamu, Ta. Asisten mas udah ngehubungi mas katanya klien udah di Firma nunggu." ujar Habib tampak sedikit menyesal dengan keadaan.Anita yang mendengar itu tersenyum mengerti. "Gak papa, mas. Tata ngerti kok, lag
Setelah pembahasanyang memakan waktuyangcukup panjang dengan Gibrankemarin dan juga dikarenakan iniadalahmasalah genting yang harus segera diselesaikanjika tidak akan semakin sulit untuk menyelesaikannya.Anita dan Gibran sepakat untuk membuat janji pertemuan hari ini setelah makan siang di kantor laki-laki itu dengan beberapa orang yang terlibat langsung dengan proyek ini sebelumnya. Anita sudah siap berangkat dengan Rifa, mobilnya juga sudah terparkir di depan Firma tapi saat Anita akan masuk gerakannya tertahan oleh panggilan seseorang. Anita yang menoleh dan mendapati Habib sedang melangkah mendekatinya, ia tersenyum. “Ada apa, mas?” tanyanya heran, ini penampakan yang mulai sering terjadi sekarang sejak pertemuan yang tidak disengaja itu, bila Anita dapat menembaknya dari pengalaman yang sering terjadi pasti akan berakhir buruk dan mereka akan ribut. “Kamu sibuk, Ta?” Pertanyaan basa-basi itu membuat Anita t
Anita hanya mendengarkan penjelasan Habib yang duduk di depannya tanpa melakukan hal lain, laki-laki itu mengatakan bahwa ia harus pergi ke luar kota untuk dinas di kantor cabang atau lebih tepatnya ada pertukaran karyawan dan itu berlangsung selama satu bulan lamanya. Anita hanya terdiam mendengarkan apa yang disampaikan laki-laki itu hingga selesai berbicara, barulah saat Habib selesai perempuan itu berdeham. “Mas, memang diharuskan pergi ya?” hanya pertanyaan itu yang keluar dari mulut Anita setelah mendengarkan cerita panjang Habib dan mencerna semuanya dengan baik. Habib mengangguk. “Iya, Ta. Di kantor cabang kekurangan senior jadi aku diutus ke sana.” Anita mengangguk paham. “Mas, kamu bilang dinas selama satu bulankan? Mas bisa pergi, satu bulan setelahnya aku pikir cukup untuk mengurus catering dan WO atau EOuntuk acara kita karena kita sudah selesai untuk fitting jadi Anita pikir, mas bisa pergi dinas dengan tenang.”
Ternyata seminggu berada di kota Medan membuat Anita dapat melupakan sejenak masalah yang melandanya selama beberapa hari kemarin. Wanita itu disibukkan dengan berbagai pekerjaan dan juga tour list bersama Hega. Akhirnya hari ini, mereka harus kembali dan menjalankan rutinitas seperti biasa. Kemarin sebelum pulang Anita mengucapkan banyak terima kasih kepada Hega.“Mas Hega, makasih ya udah bawa Tata keliling kota Medan, diajak kuliner dan liburan sana sini. Makasih udah mau dibuat capek sama Tata.”Hega hanya tersenyum mendengar Anita mengucapkan terima kasih seperti itu, ia tahu Anita sedang dilanda banyak masalah tapi adiknya Ivan itu sangatlah pandai menutupi segalanya. Jadi, ia hanya dapat menghiburnya dengan cara seperti itu.“Mbak Anita, ini ada surat dari pak Gibran dari BASKA Group. Suratnya sampai dari kemarin, mbak.” ujar Wika, setelah berhasil menghentikan Anita yang baru saja datang.Anita menerima amplop cokl
Saat akan mendorong pintu masuk firma, Anita berpas-pasan dengan Miko yang tampak rapi dan segar. “Pagi, mbak Ta.” sapa laki-laki itu tersenyum cerah menyapa Anita yang juga ikut tersenyum manis.“Pagi, Mik. Udah resmi atau masih magang nih?” tanya Anita masuk karena Miko sudah menahan pintu.“Magang, mbak selama 3 bulan. Mereka mau lihat kinerjaku dulu, baru bisa dipertimbangkan untuk ke depannya.” jelas Miko.Anita mengangguk mendengar itu, langkahnya menuju area fingerprint untuk melakukan absen pagi. Sementara itu, Miko berjalan menuju Wika untuk mengisi absen manual.“Jadi kamu gabung di tim mana, Ko?” tanya Anita mendekati Miko yang masih berdiri di depan meja resepsionis sedang mengisi absen dan juga melihat di tim mana ia akan di tempatkan.“Di tim mbak Anita.” ujar Wika tersenyum. “Karena tim mbak yang lagi kebanjiran klien, jadi menurut bapak mbak perlu anggota tam
“Emang kenapa, Nit?”“Ini bang, Pak Renaldi kirimi saya pesan nyuruh ke kantor tapi gak dijelasin mau ngapain.” ujar Anita menunjukkan isi pesannya kepada Gibran.Gibran menghela napas pelan setelah membaca isi pesan itu. “Pak Renaldi kadang emang begitu, Nit. Bareng aja nanti ke kantor sama saya, saya juga perlu ambil beberapa berkas sebelum ke cabang.” tawar laki-laki itu.Anita tampak berpikir sebentar lalu tersenyum. “Saya mau mobil aja, bang. Kebetulan ada pertemuan dengan klien juga diluar.” tolak wanita itu halus, ia tidak ingin terlalu dekat dengan laki-laki manapun karena ingin menjaga perasaan Habib termasuk Miko yang notabene adalah adik angkatnya.Hari ini jadwal Anita cukup sibuk, setelah makan siang usai ia sudah tidak berada di kantor dan sekarang wanita itu berada di salah satu perusahaan berskala nasional yang sudah membuat janji dengan dirinya sejak dirinya berada di Medan.“Pe