Home / Romansa / 720 Jam / VII. Bukan Penjelasan

Share

VII. Bukan Penjelasan

Author: twonefr
last update Last Updated: 2021-08-06 22:07:04

Sudah hampir 5 menit mereka berdiri di depan rumah Anita tanpa suara, baik Habib maupun Anita hanya terdiam setelah pertanyaan yang diberikan perempuan itu dan akhirnya Anita hanya tersenyum mencoba untuk mengerti laki-laki yang berdiri di depannya ini. "Maaf mas, kamu gak lupakan hari ini adalah hari dimana aku ke tempat dia. Jadi, kita gak mungkin bahas itu sekarang." ujar perempuan itu tersenyum dan mencoba berbicara baik-baik agar Habib tidak salah paham.

"Jadi kamu lebih mentingi dia daripada hubungan kita?"

Anita yang mendengar itu terdiam sebentar lalu ia melihat wajah Habib, laki-laki yang sudah hampir 3 tahun lamanya menetap dihatinya, perempuan itu melangkah menuju mobilnya yang sudah berada tepat di depan pintu rumahnya. Anita masuk ke dalam mobil setelah itu dengan cepat mobil melaju meninggalkan rumah putih berlis abu-abu itu.

Wajah Anita yang biasa tersenyum dan lembut kini tidak, ekspresinya datar dan tatapannya dingin. Kenapa kamu pertanyaankan itu, mas? batinnya merasa sakit setelah mendengar pertanyaan seperti itu keluar dari mulut Habib sendiri.

Sepeninggalnya Anita, Habib hanya terdiam lalu tak lama ke luar seseorang. "Kamu sadar, barusan bertanya apa kepada adik saya?" tanya orang itu yang ternyata Ivan.

Tadi saat Anita pergi meninggalkan ruang makan ternyata perempuan itu meninggalkan ponselnya di meja makan, Ivan yang mengetahui itu segera mengejar sang adik untuk memberikan ponsel perempuan itu tapi ia malah mendengarkan percakapan sang adik dan tunangannya itu. Ivan yang geram mendengar Habib tidak meminta maaf kepada sang adik semakin marah karena laki-laki itu malah membicarakan hal lain apalagi ditambah saat Habib memberi Anita pilihan tentang prioritas yang tidak masuk akal itu.

"Kamu sadar atas pertanyaan kamu itu, Habib Darmawangsa! Kamu sadar bahwa pertanyaan kamu barusan itu sama saja sedang menyuruh adik saya untuk pergi." Ivan menatap Habib dingin. "Seharusnya sebelum kamu bertanya, kamu harus tau apa dampak dari pertanyaan kamu itu untuk orang yang kamu tanyai." tambah Ivan datar.

"Pak Raman, siapkan mobil saya!" Setelah mengatakan hal itu, Ivan berlari ke dalam rumah untuk mengambil dompet dan ponselnya karena ia harus segera mengejar Anita agar adik perempuannya itu tidak melakukan hal berbahaya apapun apalagi ditambah ponsel perempuan itu sekarang ada ditangannya dan untung saja Anita sebelum pergi pamit kalau saja tidak mungkin ia akan frustasi mencari adik perempuannya itu ke mana lagi.

Sembari tetap fokus melihat ke arah jalanan, Ivan mencoba menelpon Mita dan Fika menanyakan keberadaan adiknya. Namun, nihil tidak ada yang tau keberadaan Anita dan ia juga sudah menghubungi Hega menanyakan keberadaan sang adik dan jawaban laki-laki itu juga sama. Mobil Ivan sudah sampai di tempat tujuannya, laki-laki itu segera bergegas turun menyusul Anita di area yang luasnya mengalahkan perumahan ini. Akhirnya Ivan dapat bernapas lega setelah melihat keberadaan sang adik, laki-laki itu berjalan pelan menghampiri Anita yang tampak sedang berbicara.

"Kak, masa tadi ada orang yang nyuruh aku milih dia atau kamu karena aku gak sanggup jawab jadi aku ngelariin diri dari dia dan mungkin juga dari mas Ivan."

Ivan terdiam dan langkahnya terhenti. Jadi Tata tau kalau aku dengar pembicaraan mereka? batin laki-laki itu sedikit terkejut mengetahui fakta barusan.

"Tata masih aja gak dewasa ya kak? Suka kabur-kaburan dari masalah kayak gini tapi kakak taukan aku sayang banget sama kakak. Jadi, kalau ada orang yang nyuruh aku untuk milih kakak atau dia jelas aku milih kakak karena kalau enggak ada kakak, aku gak mungkin masih ada hari ini."

"Oiya kak, aku mau cerita kalau Habib udah mulai berubah, dia kayak bukan Habib yang aku kenali dulu ke kakak. Dia yang sekarang kayak orang asing, salah ya kak aku sayang sama dia?" tanya Anita serius.

Air mata Anita merebak keluar tanpa diminta. "Aku rindu banget sama kakak, kakak baik-baik di sana ya. Maaf kalau aku ke sini cuma bisa nangis dan ngeluh ke kakak, maafin aku ya kak. Aku juga ke sini sekalian mau pamit besok mau ke Sumut, doain aku baik-baik aja. Kak Miko, Tata pergi dulu ya. Bulan depan Tata pasti ke sini lagi. Assalamualaikum."

Anita yang berdiri melihat keberadaan Ivan sedikit terkejut. "Mas? Kapan mas sampai?" tanya perempuan itu tersenyum menghampiri sang kakak.

"Baru aja, Tata." Bohong Ivan tersenyum melihat sang adik, jika ia mengatakan yang sebenarnya sang adik tetap saja menyangkal keadaanya.

"Mas, kenapa sampai nyusul tadikan Tata udah pamit." tanya perempuan itu lagi, bersikap seakan dirinya baik-baik saja tidak ada hal apapun yang terjadi beberapa menit lalu.

Ivan tersenyum, mas akan ikuti permainan Tata. "Ponsel Tata ketinggalan, gak sadar sayang?" tanya laki-laki itu tersenyum lembut.

Anita yang mendengar itu tersenyum. "Pantesan mas, Tata ngerasa ada yang kurang eh ternyata ponsel Tata yang ketinggalan. Makasih ya, mas sampai nyusulin Tata ke sini." perempuan itu tersenyum.

Ivan dan Tata melangkah menuju mobil mereka, laki-laki itu memilih diam tidak ingin menanyakan perihal keributan tadi pagi karena itu sama saja membuat adiknya menangis karena diingatkan kembali akan pilihan menjengkelkan itu dan yang membuatnya lebih jengkel adalah si pemberi pilihan adalah Habib, salah satu orang yang ia percaya bisa menjaga sang adik dengan baik.

"Mas, Tata kayaknya hari ini gak ke firma deh. Mau pulang aja sekalian beres-beres buat besok." ujar Anita ketika mereka sudah sampai di depan mobil Anita.

Ivan yang mendengar itu hanya bisa tersenyum lalu mengangguk. "Terserah, Tata aja. Jadi besok mau pergi sama siapa, Tata?"

"Mas Hega aja. Udah biasa bareng mas Hega kalau untuk ke luar kota, mas." ujar perempuan itu tersenyum setelah membicarakan beberapa hal lagi akhirnya keduanya memilih untuk berpisah dengan Ivan yang harus pergi mengecek cabang perusahaan sang papa sementara Anita putar balik menuju rumahnya.

Kepulangannya disambut heran oleh Radiga dan sang istri, tidak biasanya Anita kembali begini saat pergi ke firma. "Loh ada apa, sayang? Ada sesuatu yang tertinggal?"

Anita menggeleng. "Gak ada pa, Tata gak jadi ke kantor mau di rumah aja sekalian mau nyiapin untuk keberangkatan ke Sumut besok." ujar perempuan itu tersenyum ikut duduk bergabung dengan kedua orang tuanya yang berada di ruang keluarga.

Kedunya mengangguki ucapan sang putri. "Oh iya, Ta. Habib udah tau kalau kamu mau berangkat besok?" tanya Talita yang membuat seluruh aktivitas yang Anita lakukan terhenti.

"Tata belum kasih tau mas Habib, ma. Mungkin nanti malam aja, jam segini mas Habib pasti sibuk banget, ma. Tata takut ganggu mas Habib." ujar perempuan itu mencari alasan.

Radiga terdiam tampak sedang meneliti sesuatu lalu pria itu tersenyum kecil. "Tata, enggak lagi bohongkan sama papa sayang? Tata, enggak habis nangiskan?" tanya Radiga menatap sang putri sembari tersenyum, sementara Anita terdiam mendengar pertanyaan itu.

"Tata sama mas Habib..."

☁️☁️☁️

See you next part 👋

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 720 Jam   XXXIX. Silaturahmi

    Minggu menjadi hari liburnya aktifitas dan seluruh kegiatan yang diwajibkan atau lebih dikenal dengan hari leha-leha, Anita dan Talita sudah ada di dapur dibantu dengan Adit dan Mbak ART rumah mereka. Adit sedang membantu memotongi wortel membantu sang kakak, sementara sang ibu sedang mengecek rasa masakan yang dibumbui oleh sang putri barusan. "Mas Ivan udah bangun, Dit?" tanya sang ibu, pasalnya sang sulung tidur setelah sholat subuh hingga sekarang sudah hampir pukul setengah delapan. "Udah, ma. Udah gabung kok sama Mas GIbran sama papa di halaman belakang." ujar Adit masih fokus dengan kegiatan memotong dan mengupasnya. "Kamu sendiri kok gak ikutan?" tanya Anita melihat adiknya yang lebih memilih sibuk membantu mereka di dapur, tidak ikut bermain bulu tangkis di belakang rumah. "Enggak, mbak. Capek nanti aku mau jalan sama anak gadis orang." ujar Adit tersenyum sumringah. "Ada aja alasan kamu itu, bilang aja males." ujar Anita menyindir sang adik dengan senyuman menge

  • 720 Jam   XXXVIII. Kehidupan Baru

    Tepat puku jam 11 malam Anita dan Gibran masuk ke dalam kamar setelah selesai membereskan beberapa barang di taman belakang membantu Ivan, Adit dan sepupu-sepupu perempua itu yang lain. Anita mendudukkan dirinya di sofa single tempat biasa ia membaca buku, sementara Gibran masih berdiri di depan meja rias perempuan itu."Mau mas dulu atau Tata yang bersihkan badan?" tanya Gibran melepas jam tangannya lalu meletakan di atas meja rias wanita itu."Mas dulu aja, Tata masih kepengen duduk. Pegel banget pinggangnya." ujar perempuan itu melepas sendal yang hanya setinggi 3 cm."Ya sudah kalau begitu, mas duluan yang mandi." ujar Gibran melangkah menuju kamar mandi lalu tiba-tiba langkahnya terhenti."Mas sebentar, handuknya belum." ujar perempuan itu buru-buru bangkit melangkah menuju lemari sudut yang berisi selimut, handuk, seprai dan barang-barang lainnya kecuali pakaian."Ini mas." ujar Anita mengangsurkan handuk putih kepada Gibran yang diterima dengan baik oleh laki-laki itu."Terima

  • 720 Jam   XXXVII. Tamu

    Selesai menemani Ivan makan, Anita yang ingin kembali pergi ke kamarnya tidak jadi karena ia kedatangan tamu tidak diundang. Anita dan sang tamu duduk di ruang tamu rumahnya dan jangan lupa ada Adit yang duduk tak jauh dari mereka dengan tatapan tajam dan mengawasi."Ada apa, bang?" tanya Anita. Tamunya adalah Habib, laki-laki itu tiba-tiba datang setelah diberitahukan oleh salah satu sepupu laki-laki Anita yang sedang duduk di depan teras rumahnya."Gak ada apa-apa, Ta." ujar Habib.Anita yang mendengar itu sedikit terdiam, jika bertemu tidak memiliki kepentingan atau suatu hal yang akan dibahas kenapa harus bertemu? apalagi ini Habib Darmawangsa, laki-laki memiliki sejuta jadwal penting yang harus segera dikerjakan. "Berarti gak ada yang mau diomongin, bang?" tanya wanita itu melihat Habib tidak minat.Habib terdiam mendengar itu, laki-laki itu tampak bimbang dalam diamnya. Ia bingung ingin mengutarakannya bagaimana perasaannya tapi jika ia tidak berbicara jujur maka ia akan kehilan

  • 720 Jam   XXXVI. Sisi Lain

    Habib yang melihat benda asing di atas meja ruang keluarganya, berjalan mendekati benda itu dan ternyata itu adalah sebuah undangan. Anita & Gibran Nama yang menghiasi depan undangan itu, undangan putih biru itu memiliki desain yang cantik dan simpel. Anita sekali desain ini, batin Habib melihat undangan itu karena teringat sosok Anita.Laki-laki itu menghembuskan napasnya lalu kembali meletakkan undangan itu di atas meja, ada beban berat yang baru saja menambah di pundaknya yaitu beban penyesalan, rasa penyesalan yang masih setia menghantuinya sampai saat ini.Bisakah ia mulai belajar ikhlas? Mengikhlaskan semuanya tentang Anita dan dirinya dulu? Memang benar apa yang dikatakan Adit tempo hari bahwa dia adalah seorang laki-laki yang tidak tahu terima kasih karena telah menyakiti Anita padahal perempuan itu yang membantunya keluar dari kelamnya dunianya dulu setelah ditinggal pergi oleh Gina begitu saja. Ia harus belajar untuk mengikhlaskan Anita yang bukan lagi miliknya atas segala

  • 720 Jam   XXXV. Perundingan

    Seluruh keluarga Anita sudah berkumpul di ruang tamu dengan tambahan Gibran karena laki-laki itu sudah berada di rumah Anita sebelum jam makan malam dimulai. "Kemarin surat dinas dari perusahaan sudah keluar, pa." ujar Gibran membuka percakapan melihat ke arah Radiga dengan wajah serius. "Dinasnya dapat di luar kota, kalau sesuai dengan jadwal yang tertera harusnya sebulan lagi baru berangkat tapi karena ada beberapa problem di cabang yang harus Gibran selesaikan segera, dinasnya dipercepat seminggu lagi dan Gibran harus berangkat." ujar laki-laki itu. Anita dan sekeluarga tampak diam setelah mendengar penjelasan Gibran. "Jadi gimana, nak? Bukannya pernikahan kalian 2 minggu lagi akan dilaksanakan?" tanya Talita yang menanggapi lebih dulu dari pada yang lain, ia melihat calon menantunya yang seperti terperangkap dalam kebimbangan. Gibran menghela napas pelan. "Gibran mau tanya pendapat mama sama papa, bagusnya gimana? Apakah pernikahannya kami diundu

  • 720 Jam   XXXIV. Tamu Malam Itu

    Jam di ruang tamu kediaman Radiga sudah hampir menuju ke angka 12 malam, tapi ruangan itu masih ramai. Hampir pukul 11, Habib datang dengan keadaan lusuh dan berantakan. Sudah hampir satu jam lamanya laki-laki itu berada di ruang tamu bersama seluruh keluarga Anita dan termasuk wanita itu juga. "Jadi sebenarnya, hal yang nak Habib mau itu apa? Bukannya hubungan kalian sudah selesai semenjak nak Habib lebih memilih Gina daripada anak papa." ujar Radiga bertanya, pria paruh baya itu sudah mulai bosan melihat pemuda yang sudah berhasil menyakiti hati sang putri dengan kejamnya. "Gak mungkin, lo balikkan lagi sama mbak Anita, gak mungkin banget!" protes Adit, laki-laki itu tampak sekali tidak suka dengan kehadiran Habib di rumahnya. Habib melihat ke arah Anita yang tidak mengeluarkan suaranya sedikit pun, wanita itu sekarang tampak lebih cantik menurut Habib. Apakah itu hanya perasaan Habib saja karena ketika bersama dulu, Habib tidak benar-benar melihat Anita da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status