Jemy mendengar suara gagak di sekitarnya. Ia tersadar berada di suatu tempat. Ingatannya kembali pada kejadian tadi malam.
"Vivian?!" Ia berteriak histeris. Menyadari gadis itu telah diculik oleh para pembunuh bayaran.
"Oh tidak! Apa yang harus aku lakukan?"
Jemy berdiri dari tempatnya berbaring. Ia menahan tubuhnya yang masih lemah. Jemy sadar ia tertidur setidaknya selama sepuluh jam. Waktu yang sangat lama baginya. Mata elangnya melirik sekitar. Masih tidak ada tanda-tanda manusia di reruntuhan itu.
"Kemana mereka membawanya?" desisnya marah. Ia tak terima tuan puterinya dibawa oleh orang- orang jahat itu. "Aku harus membawanya kembali sebelum mereka memberikannya pada pasukan Gouwok."
Jemy berjalan terseok-seok. Ia tahu kemana langkahnya membawa dirinya. Istana Moon Kingdom.
"Hey lihat, gadis itu cantik sekali! Apa kita boleh mencicipinya sedikit?" tanya pria yang berbadan besar.
"Jangan Brat, Tuan Louis akan marah jika tahu tawanannya kau sentuh," jawab pria bersyal merah.
"Kau sok suci Peik. Aku tahu kau memiliki pikiran yang sama denganku. Sejak semalam kau tak henti-hentinya menatap gadis itu dengan lapar." Pria yang bernama Brat mencemooh temannya, Peik.
"Hentikan omong kosong kalian! Kita harus secepatnya membawa wanita ini pada Tuan Louis. Dia sudah menunggu lama." Pemimpin mereka yang menyerang Jemy saat itu kini angkat bicara.
Para pembunuh bayaran itu berjalan di tengah padang pasir yang tandus. Mereka berada di perbatasan Moon Kingdom dengan Themesis. Setidaknya butuh waktu dua hari untuk sampai ke tujuan, Corlet, sebuah kota di luar perjanjian lima kerajaan.
Ruang Rapat Istana kini ribut karena salah satu kota terpenting di Kerajaan Ombela diserang pasukan Gouwok.
"Yang Mulia Raja, kami harap kita menambah pasukan untuk menjaga perbatasan Ombela. Ini sudah kedua kalinya mereka mencoba mengganggu ketentraman kerajaan kami."
Salah satu utusan dari kerajaan Ombela angkat bicara. Tujuan diadakannya rapat ini untuk membahas masalah penyerbuan Kaum Gouwok yang semakin tidak terprediksi.
"Aku akan membantu kalian dengan mengirim dua ribu pasukan arteleriku, tapi aku tidak bisa memberikan pasukan berkuda dan juga ahli pedang. Mereka akan menjaga perbatasan, ikut berperang merebut pecahan kerajaan Zambela di Ghorbo. Dunia semakin menghawatirkan. Dan lagi, kenapa sampai sekarang belum ada yang berhasil membawa Pearl Girl ke istanaku?" Raja Dimitri menatap seluruh yang hadir di sana.
"Maaf Yang Mulia, kami sedang mencarinya. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain, sehingga sulit menemukannya," jawab salah seorang dari mereka. Kembali suara-suara gaduh terdengar.
"DIMITRI... !"
Seluruh yang hadir di sana terdiam saat mendengar raja mereka disebut dengan lantang tanpa ada panggilan hormat di depannya. Mereka mendongak ke arah pintu masuk yang terbanting keras. Seorang pria berompi masuk dengan langkah percaya diri dan gagah berani sedangkan sepasukan Moon Kingdom mengejarnya dari belakang. Ia tak gentar mendapat tatapan mematikan dari seluruh yang ada di ruangan itu. Termasuk sang raja yang merasa terhina namanya disebut. Beberapa pengawal menghampirinya, dan mencoba menangkapnya, tapi mereka jatuh hanya karena satu pukulan yang pria itu lontarkan ke arah mereka. Suasana berubah tegang. Semua ksatria bersiap dengan pedangnya, berjaga dengan serangan pria itu pada raja mereka.
"Apa maumu?" Raja Dimitri berdiri menghampiri pria itu. Ia menatapnya tak suka. "Berani- beraninya kau memanggilku tanpa ada sedikit pun rasa hormatmu!" bentak sang raja. Ia ingin membunuh orang yang ada di depannya.
"Aku tak takut padamu." Tawa pria itu pecah seketika.
"Katakan siapa kau?!" tanya Raja Dimitri gusar saat mendapati orang yang di hadapannya tertawa mengejek padanya.
"Jemy, dari Kerajaan Starais."
Hening. Semua orang menatap tak percaya padanya.
"Aku ingin membuat perhitungan denganmu dan juga pengikutmu!" teriaknya.
Raja Dimitri menatapnya heran. Semua orang menahan napas dengan kejadian yang tiba-tiba ini.
"Apa yang membuatmu semarah ini, sampai- sampai kau datang ke kerajaanku, Tuan Jemy?" katanya menyindir.
Jemy mendengus. Muak dengan sikap sok manis sang raja. "Karena salah satu dari orang-orangmu telah mencuri puteriku!" bentaknya
Sang Raja menatapnya bingung. "Kau datang kemari untuk meminta keadilan padaku karena puterimu yang hilang? Kenapa kau berani sekali menuduhku dan juga orang-orangku?" Raja Dimitri tak terima. Ia mulai marah.
"Aku tidak akan segusar ini jika hanya rakyat biasa yang menjadi korban penculikan. Tapi masalahnya akan berbeda jika itu Pearl Girl," katanya menekankan kata terakhir.
Seketika suasana berubah tegang. Ketakutan menyelimuti semua yang hadir. Perlahan terdengar gumam tak jelas dari para hadirin. Terjadi keributan di ruangan itu.
"Tenang semuanya!" Raja Dimitri mengendalikan situasi. "Ceritakan kronologisnya," tuntutnya.
Jemy menceritakan semuanya, bagaimana mereka melarikan diri dari para pengejar itu tadi malam.
Yang ada di ruangan itu terdiam. Bergelut dengan pikiran masing-masing. Tidak mengira masalah seperti ini mendatangi mereka.
"Kenapa kau berpikir itu orang-orangku?"
Jemy memandang semua yang hadir. "Dia pasti salah satu di antara mereka. Tidak mungkin ada pembunuh bayaran yang memakai atribut istana tanpa campur tangan orang dalam." Jemy mencoba membaca pikiran yang hadir di sana. Tapi nihil. Dia tak menemukan apa-apa.
"Mengapa kau baru mendatangiku sekarang dan tidak memberitahu pada kami bahwa Pearl Girl telah lahir?" Raja Dimitri ingin tahu alasan pria di depannya ini menyembunyikan kebenaran yang begitu besar. Teramat besar bagi kelangsungan umat manusia.
"Aku bahkan masih belum mempercayai kalian. Tujuh belas tahun yang lalu kami berperang sendiri, kalian bersembunyi di balik tembok istana dan menutup mata juga telinga dari jerit tangis frustrasi kaumku!"
Dia mengedarkan pandangan pada yang hadir di sana, menantang mereka untuk membela harga diri yang tadi mereka junjung. Raja Dimitri hanya diam, ia sedikit mengakui kebenaran dari perkataan Jemy.
"Baiklah, siapkan pasukan khusus, dan cari Pearl Girl. Kita harus menemukannya sebelum kaum barbar itu mendahului kita." Raja Dimitri memerintahkan para abdi setianya untuk segera bersiap.
Mereka harus pergi saat itu juga, tak ada waktu untuk bersantai.
"Dan kau, siapa namamu tadi?" tunjuk sang Raja.
Jemy menatapnya datar. "Jemy."
Raja Dimitri mengangguk. "Ikutlah bersama pasukanku. Akan aku cari tahu, siapa dalang di balik pencurian puterimu. Jika dugaanmu tadi benar, maka dia pasti sedang tidak menghadiri rapat kali ini."
Raja Dimitri mengedarkan pandangannya pada orang-orang yang hadir. Ia harus menemukan manusia ular yang mencari keuntungan di bawah aliansinya.
"Tanpa kau suruh, aku tetap akan mengejarnya meskipun sendiri. Tapi aku tidak akan menyerahkan puteriku semudah itu pada kalian, karena tidak ada yang bisa kupercaya untuk menjaganya selain diriku sendiri."
Jemy melewati bahu sang raja. Ia muak dengan omong kosong ini. Tangannya gatal untuk menebas leher bajingan yang berani mencuri puterinya.
"Dan kupastikan dia tidak akan selamat," geramnya. Membuat suasana semakin buram.
Raja Dimitri menatap tubuh Jemy yang menghilang dari balik pintu. Ia memerintahkan prajuritnya mengikuti pria itu. Sang raja tahu bahwa Jemy bisa membaca jalan ke mana sang puteri dibawa. Karena berkali-kali ia melihat mata Jemy seperti berbicara pada sesuatu dan tanpa sadar ksatria itu menggeram entah pada apa yang memasuki pikirannya.
"Panggil Aaron. Perintahkan dia ikut dalam pengejaran ini."
Raja Dimitri memberi perintah pada pengikutnya, Husman. Pria berbadan besar itu berlari mencari pria bernama Aaron setelah mendengar titah sang raja. Raja Dimitri menatap para hadirin yang masih ribut dengan spekulasi dari pencarian ini.
"Jika kalian ingin membantu pria bernama Jemy tadi mencari Sang Legenda, maka inilah kesempatan kalian." Raja Dimitri menatap wajah-wajah di depannya.
"Bawa penjahat itu beserta Pearl Girl dalam waktu dua hari," ucapnya penuh dengan nada memerintah Tiga puluh orang dari barisan yang menghadiri rapat berdiri tegak, memberi hormat pada raja mereka sebelum meninggalkan ruangan besar itu.[]
Jemy menghirup udara, mencium jejak puterinya. Mereka sudah lama meninggalkan Moon Kingdom. Ada enam puluh ksatria dalam pencarian ini."Apakah kau yakin ini jalan yang benar?" Teo menatap ragu kepada Jemy yang kini memimpin pasukan khusus itu."Pergilah jika kau tidak yakin pada pemimpinmu."
Suara derap sepatu kuda dan dentingan pedang yang beradu memecah udara. Teriakan kematian dan nada pembawa semangat menjadi satu dalam arena peperangan itu. Beberapa Kaum Gouwok berjatuhan dari kudanya dan mati terinjak rekannya yang terlalu semangat mengayunkan pedang mereka tanpa peduli nasib temannya yang lain. Para ksatria tampak begitu terlatih, berbeda dengan Kaum Gouwok yang terlihat menyerang tanpa peduli teknik bertarung. Mereka menebaskan pedangnya ke segala arah, terlihat seperti orang mabuk dan berpura-pura berani menyerang."Jemy, cepat bawa Vivian pergi!" Aaron
"Vivian? Kau mendengarku?"Vivian merasa ada yang memanggilnya. Ia terbangun di sebuah dunia yang dipenuhi bunga nan indah, bulan penuh menggantung di atasnya. Tampak sebuah danau dengan pantulan bintang terbentang luas di hadapannya dengan dikelilingi bunga yang baginya asing. Tempat itu pertengahan malam dan siang. Cahaya kunang-kunang keemasan memutari tubuh Vivian, membuat perhatiannya tidak lepas menatap makhluk kecil bag
Di sebuah perbukitan Andolus berdiri sebuah istana kokoh dan megah dengan dindingnya yang hitam kelam. Tempat itu gersang, tidak ada tumbuhan yang mampu bertahan hidup di sana. Di tempat inilah Kaum Gouwok membentuk pasukannya, karena di negara bernama Darkus itulah istana Andolus yang merupakan pusat kekuasaan Kaum Gouwok berdiri, dengan penguasanya Zasier. Dia pria kejam yang sangat bengis, meskipun begitu, Zasier memiliki wajah yang rupawan, wajah malaikatnya benar-benar menipu."Jadi gadis itu telah lahir?" tanyanya pada abdi setianya dari atas singgasana.
Seorang pria dengan tubuh penuh luka dibanting di atas rerumputan hijau halaman istana. Ia jatuh tersungkur karena didorong oleh salah satu ksatria pedang Kerajaan Moon Kingdom. Raja Dimitri menatap marah padanya. Ia bahkan ingin melumat tubuh tak berdaya itu mentah-mentah."Di mana kalian menemukannya?" tanya sang raja pada Baroon, salah satu panglima kesayangan Raja Dimitri.
Terdengar suara sepatu di atas lantai batu yang mengisi lorong dan sudut istana Kerajaan Moon Kingdom. Semua penjaga jatuh tertidur di tempat mereka. Langkah sepatu bertumit itu terus berbunyi nyaring, membuat siapa saja merinding karenanya."Kau sudah datang?"Pria bersepatu tumit itu membungkuk memberi hormat pada pangeran Aaron yang berdiri di hadapannya.
"Dimitri?! Apa kau sudah gila? Membiarkan gadis itu memperalat kita untuk memicu peperangan yang selama ini kita hindari?"Setelah berita kebangkitan Pearl Girl tersebar luas hingga keluar istana. Seluruh raja dalam aliansi lima kerajaan berkumpul di tempat pertemuan rahasia. Raja Dimitri disudutkan akan kejadian ini.
Tenda-tenda berdiri dengan kokoh. Tampak tiang-tiangnya menjulang ke atas bersamaan dengan kibaran bendera Moon Kingdom mendominasi, meski ada beberapa bendera empat kerajaan lainnya ikut berkibar tapi tidak terlalu terlihat. Lambang kain berwarna biru tua dengan gambar bulan purnama berwarna perak di tengahnya menjadi pemandangan pertama bagi yang melihat kumpulan tenda dari kejauhan. Dari sekian banyak tenda, ada lima tenda besar dan satu di antaranya tenda utama, milik Pangeran Aaron. Lima raja lainnya tidak ikut dalam peperangan. Mereka menjaga basis pertahanan masing- masing kerajaan."Kapan kita mulai menyerang?" Jackuen mendekati Aaron yang saat ini berperan sebagai panglima tertinggi di sana. Dialah yang menentukan taktik perang ini."Seperempat malam nanti setelah bulan menampakkan wajahnya. Sebelum itu kita harus mengepung mereka. Setidaknya ada dua puluh ribu prajurit Gouwok yang saat ini mengisi dua lembah di Ghorbo." Pangeran Aaron membentuk sketsa di atas