Share

Chapter 2

Di sebuah ruangan dengan cahaya yang remang-remang, terlihat ada satu sosok manusia yang duduk di atas karpet.

“Satria” panggil seseorang dengan nada suara lembut sambil menghidupkan lampu yang ada di ruangan itu.

“Hm?” balas Satria dengan datar tanpa mengalihkan pandangannya dari arah bingkai foto yang ada di tangannya.

“Ayo turun, makan dulu” kata Bunda Satria sambil melangkahkan kakinya mendekati putranya.

“Satria gak laper bun” kata Satria dengan lirih.

“Ya udah kalau laper langsung turun aja ya?” kata bunda Satria sambil mengusap rambut satria dengan pelan. Saat mamanya ingin berjalan keluar dari kamarnya,

“Kapan mereka akan keluar dari rumah kita bun?” tanya Satria sambil memandang punggung bundanya dengan tatapan mata yang kosong.

“Sebentar lagi, kata tantemu dia sudah mendapatkan rumah untuk mereka tinggal” kata bundanya dengan senyum manisnya.

“Satria udah enek lihat wajah wanita itu” kata Satria dengan raut wajah mulai mengeras.

“Kamu gak boleh kayak gitu, bagaimana pun dia sepupumu” kata bunda Satria menasihati putranya.

“Kalau Satria menganggapnya sebagai sepupu” kata Satria dengan malas dan bangkit dari duduknya.

“Satria gak akan pernah lupa dengan perilakunya kepada Fely dulu, dia yang udah merenggut semua kebahagiaan Fely” kata Satria sambil berjalan melewati tubuh bundanya begitu saja.

“Dia hanya benalu yang menyusahkan” kata Satria dengan raut wajah marah.

‘Anak itu masih membencinya ternyata’ batin bunda Satria sambil menatap putranya dengan raut wajah datar. Jujur jika di tanya, apa dia masih membenci sosok Natasya? Dia juga akan menjawab bahwa dia juga tak menyukai sosok Natasya.

Di lain tempat.

Di salah satu ruangan yang ada di markas geng Arjun, lebih tepatnya ruangan pribadi milik Arka. Terlihat sosok Arka yang dengan serius menatap di layar laptop dan jadi yang sibuk mengetik di atas papan ketik. Saat sedang fokus dalam kegiatannya tiba-tiba pinti yang awalnya tertutup mulai terbuka dengan lebar.

“Woy! Serius amat bang” kata Irvan sambil duduk di pinggir kasur.

“...” tak ada respons dari Arka, dia masih sibuk dengan laptop di depannya.

“Suntuk nih gue, jalan-jalan yok” kata Rendy sambil duduk di samping Irvan.

“ke mana?” tanya Didi dengan penuh semangat.

“Biasa” kata Rendy dengan senyum misteriusnya.

“Lu gak usah bawa dampak negatif” kata Rangga dengan tatapan malasnya.

“Siapa yang bawa dampak negatif? Gue Cuma ngajak kalian seneng-seneng. Emang salah?” kata Rendy membela dirinya sendiri.

“Cara seneng lu yang salah” kata Rico dengan malas.

“Siapa bilang?” tanya Rendy dengan tatapan tak suka.

“Gue yang bilang” kata Rico dengan tenang.

“Lu semua bisa diem?” kata Arka dengan dingin.

“...” mendengar perkataan Arka semua orang yang ada di dalam ruangan itu sekejap diam seribu bahasa.

“Bagus” kata Arka dan kembali fokus ke laptopnya.

“Makin lama, makin nyeremin ya?” kata Rendy kepada Didi.

“Heeh, merinding gue lama-lama” balas Didi dengan raut wajah kaku.

“Kayaknya lu sibuk Ar, ngerjain apa emang?” tanya Rico mencairkan suasana.

“Tugas kampus” kata Arka dengan malas tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

“Oh, rajin amat lu” kata Irvan dengan raut wajah tak percaya.

“Tugas kampus apa? Ini masih liburkan kuliahnya?” tanya Didi dengan polosnya.

“Bocil diem” kata Rendy sambil membekap mulut Didi dengan tangannya.

“Gini gue kasih tau sama elu ya bocil. Si Arka di kampus sebagi ketua apa?” tanya Irvan dengan tatapan menuju ke arah Didi.

“Ketua Taekwondo” kata Didi dengan otak yang masih belum paham.

“Bentar lagi, ada junior baru di kampus. Arka lagi nyiapin berkas buat pendaftaran mereka yang mau gabung di Taekwondo” jelas Irvan dengan penuh kesabaran.

“Oh, paham-paham” kata Didi setelah paham maksud dari Irvan.

“Lemot lu keterlaluan” kata Rangga dengan tatapan malas.

Tak berselang lama ada seseorang masuk ke dalam ruangan itu.

“Wih! Baru dateng lu Sat?” kata Rendy saat melihat sosok Satria memasuki ruangan tersebut.

“Hm” balas Satria dengan datar.

Yah, semenjak meninggalnya sosok Fely, Satria memutuskan untuk bergabung dengan geng Arjun tanpa paksaan.

“Ada masalah lagi?” tanya Rangga dengan datar.

“Suntuk di rumah, lihat wajah mereka” kata Satria sambil duduk di samping Arka.

“Belum pindah?” tanya Arka tanpa mengalihkan pandangannya.

“Katanya sebentar lagi mau pindah” balas Satria sambil menutup matanya.

“Benalu” gumang Arka yang masih bisa di dengar oleh teman-temannya.

‘Semenjak kepergian dia, banyak orang yang mulai berubah secara perlahan’ batin rangga sambil menatap ke arah teman-temannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status