Share

ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.
ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.
Penulis: Fahira Khanza

Bab 1

"Ma, tadi Papa di kamar Embak," ucap putri angkatku yang kini sudah berusia lima tahun. Ia aku adopsi ketika usianya baru satu minggu. Lebih tepatnya, dia adalah anak dari sosok perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat denganku.

Meski Manda hanyalah anak angkat, tapi aku begitu sayang selayaknya anak kandung. Manda begitu dekat denganku. Hal sekecil apapun yang ia tau, pasti dikatakan padaku. Dan aku sangat suka kebiasaannya itu.

"Oh ya? Ngapain Papa di kamar Embak?"

Embak adalah panggilan dari putriku untuk asisten rumah tangga di rumah ini. Risa namanya.

"Nggak tau, Ma. Pintunya ditutup sih," jawabnya tanpa menoleh ke arahku. Anak gadisku tengah fokus memainkan boneka mixue kesayangannya. Entah kenapa mendengar ucapannya tadi membuatku merasa tertarik untuk terus menanggapi.

"Terus kok Manda tau kalau Papa di kamar Embak?" tanyaku lebih detail lagi. Bukankah anak kecil adalah makhluk paling polos? Dia mengatakan apa yang dia lihat dan dia dengar.

"Iya, Manda denger suara Papa di kamar Embak."

"Memang suaranya gimana? Mungkin Manda salah dengar," ucapku.

"Aduh, Sayang, ah ah ah. Lagi dong."

"Astaghfirullah!" Aku memekik, kedua bola mataku membelalak ketika mendengar ucapan Manda yang begitu polos. Karena terlalu tidak percayanya, secara refleks tanganku sampai menutup mulut.

Mendengar aku yang memekik karena terkejut, Manda langsung menoleh ke arahku dengan kening berkerut.

"Kenapa, Ma?" tanya Manda.

"Nggak apa-apa, Sayang. Manda yakin itu suara Papa, Nak?" tanyaku dengan nada suara berusaha untuk setenang mungkin, meski pada faktanya jantung ini terasa berdetak lebih kencang.

"Iya, Ma," ucapnya dengan mengangguk yakin.

"Kapan itu?"

"Tadi pagi waktu Mama ngajak jalan-jalan Adek."

Aku hanya bisa beristighfar di dalam batin. Mungkinkah yang dikatakan oleh Manda adalah benar?

"Oh ya, Sayang, jangan katakan apapun yang Manda dengar tadi ke orang ya. Nggak baik, dosa," peringatku seraya memasang wajah serius, dan Manda menanggapinya dengan anggukan kepala.

"Ya sudah, sudah malam. Manda tidur ya sekarang. Besok harus sekolah," titahku.

"Iya, Ma."

Segera kuberikan ciuman di kening Putriku, kemudian kubantu ia untuk berbaring di atas ranjangnya. Kubenarkan letak selimut, lalu kuelus puncak kepala dengan lembut– sesuai kebiasaan Manda setiap menjelang tidur yang selalu minta dielus kepalanya.

Setelah memastikan Manda sudah tertidur, bergegas aku berjalan keluar kamar, dan kini aku melangkah menuju ke kamar. Dan begitu pintu terbuka, terlihat Risa tengah menemani putraku yang tengah tertidur. Aku tadi meminta Risa untuk menemani Putraku di saat aku tengah bersama Manda.

Menyadari kedatanganku, Risa tampak menoleh ke arahku. Dan seketika membuat ucapan yang tadi Manda katakan kembali terngiang-ngiang di telinga.

"Sudah, Bu?" tanya Risa sembari turun dari ranjang.

"Sudah," jawabku dengan singkat seraya melangkah lebih masuk ke dalam kamar.

Setelahnya, tampak Risa berjalan keluar. Ingin sekali aku menghentikannya lalu menanyakan soal aduan Manda, namun aku merasa ragu. Salah satunya karena tak memiliki bukti. Aku tidak mau gegabah, aku harus memiliki bukti terlebih dahulu, lalu mengkonfirmasi semua itu pada mereka. Aku tidak ingin mereka menganggap semua itu lelucon belaka karena menganggap celotehan dan aduan dari bocah kecil yang usianya baru genap lima tahun tepat lima hari yang lalu.

Sepeninggalan Risa dari kamarku, bergegas kedudukkan bokong di tepian ranjang. Aku termenung, ucapan Manda benar-benar mengganggu pikiranku saat ini.

****

Mataku mengerjap pelan, dan tak kulihat suamiku tidak ada di tempatnya. Aku menoleh ke arah jam di dinding, dimana jarum jamnya menunjukkan pukul sebelas malam. Kemudian, pandanganku beralih ke arah meja yang ada di sudut kamar, meja yang biasanya digunakan untuk Mas Arjuna meletakkan tas kerja. Namun, ketika aku melihatnya, tak kutemukan tas miliknya.

"Sepertinya Mas Arjuna lembur lagi," ucapku dengan lirih. Kemudian, bergegas kuambil ponsel yang tergeletak di atas nakas yang ada di samping ranjang. Begitu kutekan tombol kecil yang ada di sisi samping ponsel, terlihat ada dua pesan masuk. Dan nomor Mas Arjuna lah yang terpampang sebagai pengirimnya.

[Sayang, aku lembur. Mungkin jam sebelas baru pulang.] Pesan tersebut dikirim sejak pukul lima sore.

[Sudah tidur?] pesan kedua baru kubaca, dan pesan itu dikirim sejak tiga puluh menit yang lalu.

Astaga, karena terlalu sibuknya dengan kedua bocah itu, aku sampai mengabaikan ponsel. Hingga tidak tau jika Mas Arjuna mengirim pesan.

Ditambah waktu memberikan ASI pada putraku, aku ikut tertidur.

[Mas, pulang jam berapa?] balasku yang aku tau sangat terlambat.

Kutunggu lima menit, tak ada balasan. Dan aku memutuskan untuk menuju ke dapur hendak mengambil air minum sebab tenggorokan yang terasa begitu kering.

Perlahan aku turun dari ranjang, lalu dengan langkah mengendap-endap aku berjalan menuju ke arah pintu. Anak tangga demi anak tangga aku turunin, hingga akhirnya ....

"Aw ... geli, Sayang. Aduh ...."

"Biarin, salah sendiri. Pulang-pulang disambut dandanan kayak gini. Rasain kamu, ha ha ha."

"Jangan gitu, geli tau."

Seketika langkahku terhenti di anak tangga terakhir saat kudengar suara Risa– Asisten rumah tanggaku yang terdengar begitu manja. Apalagi suara Risa bersahut-sahutan dengan suara yang amat aku kenali. Suara suamiku– Mas Arjuna.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
tu ada bukti nyata. masih mau beralasan menye2 lagi nyet
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status