Share

2. Jadian

Sepanjang perjalanan menuju kantin, mereka menjadi pusat perhatian.

Adit berjalan paling depan dengan gaya coolnya seperti biasa.

Di samping kanannya ada Daniel yang tersenyum membalas sapaan siswi-siswi.

Sedangkan Revan merecoki Bara yang sedang menggoda adik kelas.

"Woy, Bar, udah napa jangan godain terus," celetuk Daniel saat melihat Bara yang terus mengedipkan sebelah matanya pada siswi yang dilewatinya.

"Tau tuh tobat Bar tobat," timpal Revan yang sudah terlanjut kesal dengan tingkah sahabatnya itu.

"Wajah gue ganteng jadi gue manfaatin dong," jawab Bara seraya menyisir rambutnya ke belakang, membuat beberapa siswi memekik tertahan.

"Hai, Adik cantik." Bara semakin menjadi hingga membuat adik kelas tersebut tersipu malu.

"Cantik," lanjut Bara berkedip genit.

"Diem, Bar!" geram Adit dengan nada kelewat datar. Dirinya cukup terganggu dengan jeritan alay para siswi yang digoda oleh Bara.

Bara yang mendapat teguran dari Adit pun langsung kicep, membuat Daniel dan Revan menahan tawa. Oke, sepertinya dia harus berhenti sesaat supaya nyawanya aman.

Bara menoleh ketika merasa tangannya disenggol. "Sialan emang," gumam Bara mendengkus kesal saat melihat Revan menjulurkan lidahnya mengejek.

Sesampainya di kantin mereka disambut dengan teriakan alay.

"Huaa Adit calon imam gue!"

"Gila gila gila, jantung gue mau copot rasanya woi!"

"Daniel manis banget deh, bikin gue diabetes!"

"Gingsulnya Bara mirip kayak punya anak gue kelak!"

"Revan, nikah yuk!"

Merasa begitu risih, mereka langsung melenggang menuju meja paling pojok. Tidak mempedulikan tatapan memuja serta teriakan kekaguman yang ditujukan untuk mereka.

Meskipun Bara suka tebar pesona, tetapi jika seperti ini dirinya juga risih. Terlalu agresif sampai melontarkan kalimat tentang masa depan. Iuh, membayangkan dirinya berumah tangga dengan salah satu dari mereka saja sudah membuatnya bergidik ngeri.

"Pesannya kaya yang biasa aja ya?" tanya Revan setelah mereka duduk.

"Iya," jawab Daniel.

"Eh itu murid baru yang tadi pagi bukan?" tanya Bara saat sedang menyapu pandangan ke sekeliling dan tak sengaja melihat Diva.

"Mana, Bar?" tanya Daniel celingukan mencari murid baru yang dimaksud Bara.

"Itu tuh yang di mejanya Nisa dkk," jawab Bara menunjuk meja Diva dkk yang tidak jauh dari tempatnya.

"Woah iya njir. Cantik banget ya ampun." Daniel terpesona dengan wajah natural Diva. Tidak seperti siswi kebanyakan yang memakai make up. Dari yang tipis hingga tebal.

"Nih makanan kalian." Revan datang lalu memberikan makanannya kepada masing-masing sahabatnya.

"Makasih, Babu," ucap Bara tanpa dosa.

"Sialan lo, Bar," desis Revan melirik Bara sinis yang hanya ditanggapi senyum lebar.

Enak saja Bara menyamakan dirinya dengan babu. Dirinya ini tampan, mana ada babu yang setampan dirinya.

"Makan!" titah sang ketua, siapa lagi kalau bukan Adit.

Mereka menurut. Lagi pula perut mereka sudah keroncongan.

Hanya butuh waktu beberapa menit bagi mereka untuk menghabiskan makanannya.

"Geng heroz kok gak pernah muncul lagi ya?" tanya Revan penasaran.

"Mungkin lagi nyusun strategi," jawab Daniel tenang.

"Kita harus ngapain, Bos?" tanya Bara yang ikut penasaran.

"Kita harus tetap jaga-jaga aja, jangan sampai lengah," jawab Adit dengan nada seperti biasanya.

Saat sedang asik membahas geng heroz, mereka menangkap suara tawa yang mengalun dengan indah.

Seketika kantin menjadi senyap.

Semua yang ada di sana langsung menoleh ke asal suara. Ternyata Diva yang tertawa hingga menghipnotis seisi kantin.

Mungkin Diva tidak sadar jika dirinya sedang menjadi pusat perhatian.

Semua menatap Diva penuh kagum, begitu pula dengan inti geng Danger.

"Anjir, cakep banget woi!" teriakan penuh kagum dari Bara membuat semuanya tersadar, begitu pula dengan Diva yang langsung menghentikan tawanya.

"Itu manusia apa bidadari, anjir!" teriak Revan heboh.

Adit yang tersadar dari kekagumannya langsung melihat sekeliling. Ternyata semua orang masih memperhatikan Diva dengan intens. Seketika hatinya terasa panas. Ada rasa tidak suka saat semua laki-laki menatap Diva penuh binar.

Langkah tegas Adit yang menghampiri meja Diva membuat para sahabatnya mengernyit bingung. Bisik-bisik dari murid lain pun terdengar saat melihat tempat yang dituju Adit.

Bagi mereka ini adalah hal langka. Di mana seorang Adit yang terkenal dingin dengan perempuan, kini menghampiri siswi baru.

"Itu si bos ngapain dah?" tanya Bara ke Daniel.

"Enggak tau, liat aja dulu," jawab Daniel tanpa mengalihkan pandangannya dari Adit.

"Berdiri!" titah Adit setelah berdiri di samping kursi Diva.

"Mau ngapain sih?" tanya Diva ketus. Dirinya paling malas jika ada orang yang tidak saling kenal tetapi sudah berani memberi perintah.

Dengan lembut Adit menarik tangan Diva untuk berdiri di sisinya.

"Mulai saat ini dia jadi pacar gue. Siapa pun yang ganggu dia, siap-siap berurusan sama danger!" teriak Adit begitu lantang membuat seisi kantin terdiam linglung.

Diva mengerjapkan matanya tidak percaya. Lidahnya kelu untuk mengeluarkan suara. Apalagi kini jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

'Jantung gue kenapa gini ya?' batin Diva bertanya bingung, karena ini pertama kalinya dia rasakan.

Adit menarik Diva keluar dari kantin hingga membuyarkan lamunannya.

Setelah Adit dan Diva keluar, kantin menjadi heboh atas perlakuan Adit barusan.

Mereka tidak menyangka jika Adit, ketua danger yang anti dengan perempuan bisa melakukan hal nekat seperti itu.

Teriakan para siswi terdengar saling bersahutan. Mereka iri dan tidak menyangka kalau Diva yang notabenenya murid baru bisa meluluhkan es batu. Rasa sakit hati karena sang pujaan hati sudah memiliki kekasih tidak begitu mereka pedulikan. Mereka baper! Suara lantang yang begitu tegas dan tatapan tajam Adit saat mengklaim Diva begitu menggetarkan hati.

"Woi, itu bos gue kerasukan apa gimana?" tanya Bara dengan hebohnya.

"Gue kira dia belok." Daniel berkata dengan santainya yang disambut gelak tawa oleh kedua sahabatnya.

"Pinter juga tuh si bos milihnya," celetuk Revan yang masih tidak percaya.

"Padahal mau gue jadiin target, eh udah keburu diambil Adit," gumam Bara lesu. Dirinya sungguh terpesona akan paras ayu Diva. Namun apalah daya, kini gadis itu sudah menjadi milik sahabatnya.

**

Di meja Nisa dkk, mereka juga sama tidak percayanya dengan perlakuan Adit kepada Diva.

Tadi mereka sedang asik mengagumi suara tawa Diva. Hingga tiba-tiba Adit datang dan membuat mereka semua menganga tidak percaya.

Seperti yang mereka ketahui, Adit begitu anti dengan yang namanya perempuan selain ibunya dan sekarang, dia mengklaim Diva pacarnya? omg ini keajaiban kah?

"Itu beneran Adit 'kan?" tanya Nisa menatap ke arah perginya Diva dan Adit dengan mata mengerjap.

"Itu Diva ngga papa 'kan?" Bukannya menjawab, justru Tika ikut melontarkan pertanyaan dengan perasaan khawatir.

Dirinya takut jika Adit hanya mempermainkan Diva. Walaupun dia mengagumi inti danger, tetapi dia tahu bagaimana bahayanya mereka. Apalagi Adit yang tiba-tiba menjadikan Diva pacarnya. Wajar bukan jika dirinya khawatir? Pasalnya mereka tidak saling kenal.

"Kita susul aja yuk! gue khawatir." Mira menggigit kukunya gelisah.

"Gue takut yang mau dekat-dekat mereka, Mir," cicit Tika pelan.

"Sama," timpal Nisa dengan wajah yang sudah pucat pasi.

"Ada gue," ujar Mira tegas, berusaha meyakinkan dan menghilangkan rasa takut kedua sahabatnya.

Meskipun dirinya dikenal dengan sosok yang tomboi, tetapi jika berhadapan dengan danger ada rasa takut tersendiri di hatinya. Namun untuk saat ini dia harus sebisa mungkin menepis rasa takut itu. Demi sahabatnya.

Nisa dan Tika menganggukkan pelan.

**

"Lo mau bawa gue ke mana?" tanya Diva memecah keheningan di antara mereka berdua.

Adit tidak menjawab. Dia terus menarik tangan Diva dengan lembut.

"Ish dasar aneh. Apa gunanya punya mulut kalau enggak digunain. Sok cool banget," gerutu Diva sepelan mungkin.

Terlanjur kesal karena tidak mendapat jawaban, Diva memilih diam dengan bibir mengerucut lucu.

Ternyata Adit membawa Diva ke taman belakang sekolah.

Dengan gerakan pelan dan lembut seolah takut menyakiti, Adit menuntun Diva untuk duduk di kursi yang ada.

"Kenapa lo tiba-tiba mengklaim gue sebagai pacar?" tanya Diva penasaran.

"Suka," jawab Adit singkat.

"Suka sama siapa?" tanya Diva lagi.

"Lo," jawab Adit menoleh ke arah Diva yang sedari tadi memperhatikannya.

Jawaban singkat Adit mampu membuat jantung Diva yang tadinya normal kembali berdetak cepat.

"Ekhem, terus kenapa lo bawa gue ke sini?" tanya Diva berusaha bersikap santai. Dirinya sungguh penasaran dengan sosok yang ada di hadapannya ini.

"Pengen berdua."

Lagi, jawaban Adit sungguh membuat jantungnya bekerja lebih cepat.

Apa-apaan ini? kini di perutnya seperti ada kupu-kupu yang berterbangan.

'Astaga, baru juga kenal udah baper! Murahan banget hati gue!' Batin Diva berteriak.

Adit yang melihat pipi Diva memerah pun menyunggingkan senyum tipis, tidak akan ada yang menyadari jika ia sedang tersenyum.

"Pipi lo merah. Lo sakit?" tanya Adit membuat Diva melotot lucu kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangan.

'Lucu,' batin Adit gemas.

Tanpa Adit dan Diva sadari, sejak awal pembicaraan keduanya sudah diperhatikan oleh 6 pasang mata yang berada tidak jauh dari keduanya.

Mereka yang mendengar pembicaraan keduanya lantas mengulas senyum lebar.

Merasa senang karena sahabatnya bisa bahagia. Mereka adalah Nisa dkk dan Daniel dkk.

Nisa dkk lega karena Adit tidak menyakiti sahabatnya, sedangkan Daniel dkk bahagia karena bos mereka punya pujaan hati. Daniel dkk berharap semoga Diva bisa mencairkan sifat dingin bosnya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status