Jalannya hidup tidak ada yang tau bukan?
Sama seperti yang di rasakan Diva saat ini.Jika tadi pagi masih single, beda dengan sekarang yang menyandang gelar pacar ketua geng Dragon.Berita di kantin langsung menyebar luas.Saat ini Diva dan para sahabatnya sedang membereskan alat tulis, karna jam pelajaran telah usai.
Memang setelah dari taman belakang mereka memutuskan untuk kembali ke kelas sebelum ketahuan telah menguping.
"Lo pulang bareng siapa, Va?" tanya Nisa setelah membereskan alat tulisnya.
"Enggak tau, mungkin naik taxi," jawab Diva tanpa menatap lawan bicaranya.
"Yaudah yuk kita kedepan aja," sambung Mira yang sedari tadi memperhatikan obrolan kedua sahabatnya.
"Gue masih gak nyangka tau Va, kalau lo jadi pacarnya Adit," celetuk Tika heboh.
Mira yang mendengar celetukan Tika hanya memutar bola matanya malas. Pasalnya sedari tadi dia mengulang kalimat yang sama.
"Pulang bareng gue,"
ucapan datar itu membuat obrolan mereka berempat berhenti dan secara otomatis menoleh ke asal suara.
Ternyata disana Adit dkk sedang bersandar menunggu mereka.
"Semoga Adit enggak denger ucapan gue tadi." Batin Tika gelisah.
Mereka hanya bisa tersenyum kikuk ketika di tatap intens oleh ke empat inti danger. Terutama Diva rasanya ia ingin menghilang saja.
"Ha-i," ucap Diva dkk serempak dengan nada gugup.
"Malu-maluin banget sih, pake gugup segala." Batin Diva dkk merutuki ucapannya yang gugup.
"Hahaha gausah gugup juga kali," celetuk Revan dengan tawanya.
"Gue tau kalau gue ganteng," sambung Bara dengan pedenya.
"Kita belum kenalan kan?" tanya Daniel yang tau kalau ke empat gadis di depannya sedang gugup.
Dengan serempak Diva dkk menganggukkan kepala.
"Kenalin gue Daniel Radeya Bramantio, panggil Daniel aja," ucap Daniel tersenyum ramah.
"Kalau gue Arzan Revandra Malik, panggil aa' Revan," ujar Revan dengan tersenyum yang memperlihatkan lesung pipinya. Dan tanpa di sadari telah membuat salah satu teman Diva terpesona.
"Adiyatma Alister Bagaskara, Adit," ucap Adit datar seraya menatap Diva intens yang membuat jantung Diva berdetak kencang.
"Nah kalau gue Bara Zayan Maulana, panggil yayang Bara aja," sambung Bara dengan tersenyum lebar memperlihatkan gingsulnya.
Lagi, salah satu sahabat Diva ada yang terpesona melihatnya."Gue Adiva Daania Khanza, panggil Adiva," ucap Diva dengan senyum manis yang membuat ke empat cowok di depannya terpaku.
"Khem," Dehaman keras membuat mereka sadar.
"Hehe peace bos," serempak Daniel, Revan, dan Bara kala melihat tatapan mematikan milik Adit.
"Gue Annisa Shezan Banafsha, panggil Nisa," celetuk Nisa kalem.
Daniel yang mendengar suara Nisa sejenak terpana. Tanpa sadar kalau jantungnya sudah berdebar kencang.
"Gue Aretha Zayba Almira, panggil Mira," ucap Mira jutek.
"Gue Atika Fitria Tsabita, panggil Tika," lanjut Tika dengan suara cemprengnya yang khas.
"Pulang," ucap Adit dengan menarik tangan Diva lembut.
Meninggalkan para sahabatnya yang melongo seperti sapi ompong."WOI DASAR ES BATU," umpat Bara kesal.
"Udah ditemenin malah ninggalin," sambung Revan.
"Udah biarin aja, namanya juga baru jadian," lerai Daniel agar kedua sahabatnya tidak kesal lagi.
"Kita duluan permisi," pamit Nisa yang langsung ngacir dengan menarik tangan kedua sahabatnya.
Dirinya tidak sanggup jika harus berlama-lama di dekat mereka. Selain takut, juga tidak baik untuk kesehatan jantungnya.
**
Sedangkan kedua sejoli yang baru saja jadian justru asik tatap-tatapan.
Sewaktu tiba di parkiran, Adit dengan gantle memakaikan jaket kebanggaannya di pinggang sang kekasih. Perlakuan Adit membuat Diva terpaku dan terjadilah adegan tatap-tatapan.
Mereka saling menyelami mata indah milik sang kekasih, tanpa diminta pipi Diva berubah warna merah."Cie blushing," goda Adit kala melihat semburat merah hadir di pipi gadisnya.
"Udah ih ayo pulang," rengek Diva yang tidak tahan dengan godaan Adit.
Adit mengulas senyum tipis melihat tingkah Diva.
"Gemes pengen bawa pulang, eh." Batin Adit gemas.
"Naik!" perintah Adit.
Dengan segera Diva naik ke motor Adit. Dirinya ingin cepat sampai rumah, rasanya lelah sekali.
"Pegangan, Va" ucap Adit menyuruh Diva.
Dengan pelan Diva berpegangan di pundak Adit.
"Gue bukan ojek," celetuk Adit dengan ketus.
"Terus dimana?" tanya Diva kebingungan.
Tanpa menjawab Adit langsung menarik tangan Diva untuk memeluk pinggangnya.
Setelah dirasa pas Adit melajukan motornya untuk mengantar sang kekasih."Aaa mama Diva baper," jerit Diva di dalam hati.
Adit yang memperhatikan Diva lewat spion pun mengulas senyum tipis. Cantik begitu pikirnya.
**
"Terima kasih ya," ucap Diva setelah sampai di rumahnya dengan selamat.
"Iya," jawab Adit singkat.
"Yaudah gue masuk dulu," pamit Diva dengan berjalan menuju pintu rumahnya.
"Div," panggil Adit lumayan keras karena jarak antara dirinya dengan Diva sudah lumayan jauh.
Mendengar ada yang memanggil, dengan cepat Diva menoleh ke arah Adit dengan kening berkerut.
"Selamat istirahat, Pacar," ucap Adit dengan menekan kata pacar, tanpa mendengar jawaban dari Diva Adit langsung melesat pergi meninggalkan Diva yang masih terpaku.
"AAAA GUE BAPER!" teriak Diva seraya jingkrak-jingkrak, mengabaikan satpam rumahnya yang geleng-geleng kepala melihat kelakuan absurdnya itu.
"Maklum anak muda," Batin Pak Harto satpam yang bekerja di rumah Diva.
**
Mama dan Papa Diva dibuat heran dengan kelakuan anaknya.
Bagaimana tidak, Diva memasuki rumah dengan senyum lebarnya.Di panggil pun tidak merespon justru senyumnya semakin lebar bahkan berjalan sambil melompat-lompat."Pa, apa Diva kerasukan?" tanya
Githa mama Diva dengan suara pelan."Papa juga enggak tau, Ma," jawab Afnan papa diva.
"Kok mama takut ya, Pa," ucap Githa ngeri.
Dirinya membayangkan jika Diva kerasukan terus jadi gila. Bagaimana nanti nasib anak cantiknya itu, membayangkan saja sudah ngeri.
"Amit-amit Ya Allah, semoga Diva baik-baik aja." do'a Githa di dalam hati.
Afnan yang melihat tingkah sang istri dibuat bingung, dengan tangan yang di angkat jangan lupakan bibirnya juga komat-kamit.
"Apa disini banyak setannya ya?" gumam Afnan lirih melihat ke arah sang istri dengan ngeri.
Dengan gerakan cepat dia menjauh dari istrinya itu.Dirinya takut tertular gila seperti anak dan istrinya.Githa membuka mata setelah selesai berdo'a.
Niat hati ingin mangajak sang suami berdo'a bersama justru Afnan tidak ada ditempat."Loh papa kemana?" tanya Githa pada dirinya sendiri.
**
"AAA GUE BAPER PLEASE!" teriak Diva diatas kasur king size nya.
"Baru kali ini gue ngerasain kaya gini," ucap Diva dengan posisi terlentang.
Jangan tanyakan bagaimana kondisi kamar Diva saat ini, bahkan ini bisa dibilang mirip kapal pecah.
Bantal, sepatu, dan tas yang berceceran di lantai.Kondisi Diva sungguh memprihatinkan, rambut yang awalnya tertata rapi kini mengembang seperti singa, bahkan bajunya kusut layaknya orang gila.Jatuh cinta bisa membuat orang gila, begitupun dengan patah hati.
Apa pun akan dilakukan asal cintanya terbalas.Jatuh cinta membutuhkan mental dan iman yang kuat.Jadi, bijaklah dalam bertindak jangan sampai kamu menyesal atas perlakuan mu.Sayangi dirimu sendiri baru sayangi orang lain.Dirimu nomer satu.Adit mengalihkan pandangannya seraya menghela napas pelan. Kemudian kembali menatap kedua sahabatnya dengan raut serius. Meskipun ragu, dia akan mengatakannya karena mereka harus tahu kebenarannya."Karin hamil." Adit berkata dengan suara yang begitu pelan. Namun meskipun begitu, Bara dan Revan masih dapat mendengar dengan jelas.Tubuh keduanya mendadak kaku dengan mulut setengah terbuka. Mereka tidak salah dengar 'kan?"Ha ha pasti itu cuma alasan lo biar enggak dimarahi kami 'kan?" tanya Revan tertawa garing.Tawa Bara menguar, seolah apa yang diucapkan Adit adalah hal paling lucu. "Lo emang enggak pantes ngelawak, Dit. Nanti berguru sama gue. Jangan bawa-bawa kehamilan anjir, ngeri gue."Tangan Adit terangkat menepuk bahu kedua sahabatnya diikuti dengan gelengan kepala."Gue enggak lagi ngelawak. Ini beneran, Karin hamil anak gue," ucap Adit berhasil menghentikan tawa Bara.Raut wajah laki-laki yang suka bercanda itu berubah menjad
Kini giliran mereka yang terdiam. Benar-benar tidak menyangka dengan jawaban Diva yang sedikit menyentil hati mereka. Hati dan perasaan seseorang memang tidak bisa ditebak. Kemarin suka dan sekarang benci. Revan mengkode Bara melalui lirikan mata. Diam-diam dia meringis tidak enak. Berada di situasi seperti ini sangat tidak nyaman. "Va, sorry, gue engg-" "Enggak papa kok," sela Diva memotong ucapan Bara dengan wajah datarnya yang semakin membuat laki-laki itu merasa bersalah. "Gue minta maaf. Gue sama sekali enggak maksud ngomong gitu," cicit Bara. Daniel maju selangkah lalu mengusap rambut Diva lembut. "Pikirin baik-baik sebelum membuat keputusan." Diva hanya mengangguk pelan. Melihat pemandangan di depannya membuat Nisa mengalihkan pandangannya. Hatinya berdenyut sakit. "Ngelihat lo kayak gini malah bikin gue sa
Dengan posisi yang masih membelakangi Adit, Diva mengukir senyum tipis penuh luka. Di posisinya ini, dia juga melihat kedua sahabatnya yang berdiri kaku beberapa langkah di depannya. Perlahan Diva membalikkan badannya, menatap laki-laki yang sudah memberikan banyak rasa kepadanya. "Kenapa harus marah? Gue enggak marah sama sekali. Lagi pula lo enggak punya kesalahan yang harus gue marahin, Adit." "Terus, kenapa lo beda?" tanya Adit menatap Diva sayu. Diva menoleh ke samping lalu menarik napas pelan dan kembali menatap Adit. Namun kali ini tatapannya tidak lagi lembut, melainkan datar. "Apanya yang beda? Gue emang kayak gini. Lo 'kan enggak kenal sama gue, jadi wajar kalau ngerasa gue beda," jawab Diva tenang. Langkah kaki Adit perlahan membawanya mendekat ke arah Diva. "Gue minta maaf kalau ada salah. Gue ... gue ngerasa enggak suka sama sikap lo yang kayak gini, Diva," ucapnya bersungguh-sungguh. "Semua kesalahan lo udah gue maafin ko
Baru saja Nisa akan menjawab, suara dentingan sendok mengalihkan perhatian semuanya. Pelakunya adalah Diva. Dia sengaja sedikit membanting sendok karena terlalu risih dengan tatapan dua laki-laki yang tak lain adalah Adit dan Daniel. "Loh, Va, lo mau ke mana?" tanya Mira heran saat melihat Diva bangkit dari duduknya, padahal mereka belum selesai bahkan baru saja mulai. "Kelas," jawab Diva singkat dan langsung melenggang pergi. Meninggalkan tanda tanya besar untuk sahabatnya. "Makanannya belum habis loh," tunjuk Tika ke arah makanan Diva yang baru termakan sedikit. Mereka saling pandang lalu menggeleng dengan kompak. Mereka bingung kenapa Diva menjadi seperti ini. Disuruh bercerita menolak, mau menebak pun mereka juga tidak bisa. Karena ekspresi Diva terlihat biasa saja, tidak ada emosi. "Diva sebenarnya kenapa sih?" tanya Bara bertopang dagu menatap ke arah perginya Diva.
"Pagi, Cantik," sapa Bara kepada Diva yang lewat di depannya dengan senyum lebar.Diva menoleh dan tersenyum tipis. "Pagi, Bar," balasnya kemudian langsung melenggang pergi, tanpa menatap inti dan anggota danger lainnya.Bukan hanya Bara yang merasa heran, tetapi semua yang ada di parkiran juga merasa kalau Diva sedikit berbeda. Biasanya gadis itu akan menyapa dengan riang, bahkan ikut bergabung. Apalagi jika ada Adit.Namun sekarang, gadis cantik itu hanya membalas dengan singkat tanpa melihat ke yang lain. Bahkan ke Adit pun tidak."Diva kenapa cuek gitu ya?" tanya Bara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa kalimat sapaannya salah, sampai Diva marah karena dipanggil cantik?"Dia juga enggak nyapa kita. Tumben banget dia enggak semangat gitu, padahal di sini ada Adit," sahut Revan menatap punggung Diva yang semakin menjauh."Mungkin udah enggak mau lagi sama Adit," celetuk Bara asal.Mendengar celetukan sahabatnya, Adit langsung
Diva tersenyum tipis, dengan pelan dia melepas pelukan Tika yang begitu erat. Bukannya tidak senang, tetapi di sebelahnya ada Mira yang sudah tertidur pulas. Dia tidak mau mengganggu sahabatnya itu hanya karena terjepit oleh Tika. "Gue enggak papa kok. Maaf udah buat lo khawatir," jawab Diva merasa bersalah. "Terus lo ke mana? Kenapa enggak balik ke kelas? Kenapa di toilet juga enggak ada?" tanya Tika beruntun. Nisa menghela napas pelan mendengar pertanyaan Tika. Sudah dia duga, gadis itu pasti bertanya secara bertubi-tubi. "Lo enggak bisa tanya satu-satu ya, Tik? Gue pusing dengarnya." "Gue enggak tanya sama lo, jadi lebih baik lo diam aja. Mimpi apa gue bisa punya sahabat kayak lo sama Mira. Gampang emosi dan suka komentar sama apa yang gue lakuin," gerutu Tika memberenggut kesal. Diva menggelengkan kepalanya pelan menyaksikan perdebatan para sahabatnya. Sudah tidak asing lagi jika