Syl menatap sekelilingnya dengan kebencian. Apa sih yang sebenarnya diinginkan oleh gadis-gadis ini? Sudah tiga hari dia kerja di sini dan repair miliknya juga sudah memenuhi standar, mengapa mereka masih mencoba memojokkannya? Apakah ini semacam peloncoan bagi anak baru?
"Itu masih ada bolong di sudut segitiga atasnya."
Suara yang sangat sinis itu membuat Syl akhirnya ditarik kembali dari alam kemarahan. Dia tidak bisa untuk begitu saja marah tanpa alasan yang jelas. Jika seperti ini, orang yang akan palijg bersalah adalah Syl. Jadi, Syl memutuskan untuk tetap diam. Dia ingin melihat apa lagi yang akan mereka lakukan.
"Makanya kerja jangan mojok aja. Repair kayak gini aja gak pernah bisa. Baru dateng aja udah kegatelan deketin semua cowok. Mana nemplok banget sama June dan Anto!"
Syl melirik sumber suara yang memfitnahnya itu. Dan setelah mengetahui sumbernya, Syl tertawa pelan tanpa bisa dicegah. Hal ini benar-benae membuat semua orang merasa aneh. Biasanya, Syl hanya akan tetap diam dan tak menanggapi apapun yang diucapkan oleh orang lain. Sepertinya ucapan dari Mun ini benar-benar mencapai garis bawah Syl.
"Seseorang yang tidak punya kemampuan pasti akan memcampur-adukan apapun ke dalam satu masalah yang sama. Walaupun dia tahu bajwa hubungan ke dua hal ini benar-benar berbeda," ucap Syl dengan pelan. Namun, meskipun itu diucapkan dengan pelan, semua orang di sekitar Syl dapat mendengarnya dengan jelas.
Syl benar-benar marah kali ini. Dia terlalu muak dengan seseorang yang menggabungkan dua hal yang tidak relevan di dalam satu masalah. Padahal dua hal itu tidak ada hubungannya sama sekali dan salah satunya hanya berguna sebagai bumbu penyedap. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang perlu dibalas.
"Apakah masih salah? Kalau masih salah menurut standart kamu, aku bakalan bilang ke Pak Sumar kalau aku pindah line saja," ucap Syl dengan tenang. Dia sudah meletakkan tip di atas core untuk mencegah tambalan itu hilang seperti beberapa hari yang lalu.
"Emangnya pindah segampang yang kamu biacarakan?"
Mun sepertinya tidak pernah mau menyerah. Dia masih saja menimpali apapun yang dia ucapkan. Meskipun Syl tidak berniat untuk berbicara banyak hal dengannya. Namun, yang membuat Syl muak adalah sikapnya di depan June. Munafik kuadrat. Dan jijiknya adalah dia pura-pura menjadi sahabat yang baik. Padahal Syl saja tidak menganggapnya sahabat.
"Ini sudah memenuhi standart untuk QC, tapi kadang kalau sampai glue tetap ada celah yang sedikit longgar. Jadinya nanti ada retakan di tengah corenya," ucap Ina saat mengamati hasil repair Syl.
Syl tahu bahwa Ina hanya bekerja menurut SOP yang sudah ada. Andai saja Ina mau turun tangan saat yang lain mengganggunya, mungkin pandangan Syl untuk dia benar-benar akan baik. Namun sayangnya, Ina malah seperti menikmati hal-hal yang terjadi kepada Syl beberapa hari ini. Dan hanya akan bicara ketika Kakak QC mengecheck ataupun saat seperti sekarang ini. Yah baru kali ini Syl mencoba mengancam partner kerjanya. Jika tidak, apakah dia bisa kerja dengan sangat tenang? Jawabannya pasti adalah tidak.
***
Waktu istirahat sepertinya berlalu cukup cepat. Syl sudah melihat bayangan Ina yang meminta untuk istirahat terlebih dahulu di waktu pertama. Setelah melihat partnernya kembali, Syl bergegas untuk melepas sarung tangan yang digunakannya. Memasukkan ke dalam dompet plastik yang dibawanya bersama cutter dan juga busa.
"Aku istirahat dulu, Mbak," ucap Syl sambil melihat kiri dan kanan.
Ina hanya mengangguk setelah melihat Syl yang berjalan ke pinggir sungai. Dia tidak bertanya mengapa Syl tidak pergi ke kantin. Karena banyak karyawan lain yang juga tidak memilih makan dan malah nongkrong di pinggir pantai.
"Segernya!"
Syl terkekeh pelan sebelum memilih duduk di salah satu kayu yang baru saja diturunkan. Belum ada siapapun di sini karena Syl datang terlalu awal. Biasanya, anak-anak yang lain akan datang setelah mereka makan siang. Syl saat ini sama sekali tidak ada napsu untuk makan. Ucapan Mun yang telah menyentuh garis bawah Syl benar-benar membuatnya hampir kehilangan kesabaran.
"Ehem!"
Syl menoleh dan melihat seorang lelaki tampan sedang berdiri tidak jauh dari dirinya. Lelaki itu menggunakan seragam operator. Ada sebuah rokok di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Lelaki itu berdiri diam sambil memandang ke arah sungai yang sedikit berombak. Sungai di samping kilang ini memang cukup besar dan dalam. Banyak tongkang pengangkut kayu yang lewat di sungai ini setiap beberapa jam sekali.
"Aku di tempat biasa."
Suara serak yang seksi membuat Syl kembali dari lamunannya. Syl akhirnya menyadari bagaimana rasanya kehilangan kendali pikiran saat melihat seseorang. Untungnya, orang ini tidak benar-benar menanggapi tentang Syl yang menatapnya dengan tidak sopan. Kalau sampai lelaki ini membuat celetukan yang aneh, bukankah itu akan membuat Syl malu seumur hidupnya?
"Balik ke kantin aja," gumam Syl.
Dengan tergesa-gesa, Syl bangkit dari duduknya. Sayangnya, salah satu kakinya tanpa sengaja menginjak sebuah batu. Syl yang terkejut akhirnya tidak bisa menahan diri untuk tidak oleng ke samping kanan. Mengingat di samping kanan adalah setumpuk bongkaran kayu yang diikat di pinggir sungai, Syl hanya bisa menutup mata. Dia berdoa bahwa jatuhnya tidak terlalu menyakitkan dan semoga kayu-kayu itu tidak terjatuh ke sungai setelah dia menabraknya. Namun, beberapa detik kemudian, Syl tidak merasakan rasa sakit apapun di punggung atau bahunya. Yang Syl rasakan hanyalah sebuah tangan yang melingkar pinggangnya dengan cepat. Penasaran, Syl memilih untuk membuka matanya.
Sial! Ada peri ELF!
Syl hanya bisa mengerjapkan matanya berulang kali saat dia melihat lelaki itu tersenyum. Saat melihatnya lebih dekat, Syl akhirnya sadar bahwa lelaki ini dan lelaki yang merokok itu adalah orang yang sama. Bau tembakau dan mint yang sama tercium dari tubuh kekarnya. Tangan kiri lelaki itu semakin erat melingkar di pinggang Syl. Hal ini membuat Syl sadar bawa posisinya dengan lelaki ini benar-benar ambigu.
"Eh, Maaf, terima kasih."
Syl berusaha membebaskan diri dari pelukan tidak sengaja itu. Meskipun sudah mempersiapkan diri, Syl tidak menyangka bahwa kakinya akan sangat sakit saat berdiri dengan tegak. Akhirnya mau tidak mau, Syl kembali oleng ke belakang. Melihat Syl mulai panik, lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya. Dia sekali lagi menahan pinggang Syl dan menariknya. Membuat badan Syl tanpa sengaja menabrak dada bidang lelaki itu.
"Kamu keseleo. Duduk sebentar biar aku check," ucap lelaki itu pelan.
"Terima kasih, Bang ...." Syl akhirnya ingat bahwa dia tidak tahu siapa nama lelaki ini.
"Panggil aja Andera, Syl."
Syl terlihat sedikit shock karena lelaki itu tahu namanya. Yang membuat Syl lebih kaget adalah bahwa lelaki di depannya adalah Andera. Dia yang digadang-gadang sebagai lelaki paling tampan di seluruh departemen kilang. Yang juga merupakan seorang operator handal di Line Core.
"Kayaknya kaki kamu keseleo parah. Kamu bisa balik ke asrama sendiri?" tanya Andera.
"Aku coba bangun sendiri," ucap Syl sambil mencoba untuk berdiri. Sayangnya, sebelum dia bisa berdiri tegak, kaki kanannya sudah merasa sakit sekali. Senut-senut kalau Orang Jawa bilangnya.
Andera menghela napas sebentar sebelum memilih memapah Syl. Dia meletakkan tangan di punggung Syl agar dia bisa menompang tubuh kurus gadis itu. Sayangnya, Syl benar-benar tidak bisa menahan rasa sakit di kakinya. Andera semakin curiga bahwa Syl sebenarnya tidak keseleo melainkan retak di bagian pergelangan kaki.
"Sakit banget?" tanya Andera cemas.
Jika ada orang lain di sini, mereka pasti akan kaget melihat wajah cemas Andera. Masalahnya, belum ada orang yang bisa melihat wajah cemas lelaki ini. Hampir tiga tahun dia di sini, wajahnya selalu menunjukkan rasa malas sekaligus dingin. Lelaki ini juga sangat tidak ramah bahkan kepada gadis tomboy seperti Dewi.
"Aku bisa kok," jawab Syl sambil berusaha untuk tidak meringis di setiap langkah kakinya.
Andera menggelengkan kepalanya ketika melihat wajah bertekad gadis yang dibantunya ini. Dengan terpaksa, Andera memilih melepaskan tangannya yang merangkul gadis itu. Dia dengan cepat berjongkok di depan Syl seraya memberi kode untuk naik. Hal ini membuat Syl benar-benar kaget. Dia tak sampai hati untuk naik ke punggung Andera. Jika begini, bukankah dia akan menjadi musuh seluruh wanita di kilang?"
"Gak papa. Naik aja."
Syl hanya memandang punggung lebar di depannya lalu beralih ke kakinya yang cidera. Dia sebenarnya tidak ingin seperti ini, sayangnya, dia tidak memilih pilihan lain. Syl dengan menebalkan muka akhirnya memilih untuk naik ke punggung lelaki itu. Memeluk lehernya dengan erat saat Andera mulai berdiri. Syl sebenarnya takut jatuh karena dia sangat yakin bahwa dia memiliki berat badan yang menakutkan. Sayangnya, semua yang ditakutkan oleh Syl tidak terjadi. Andera membawanya ke dalam line dengan langkah yang tegap.
***
Tanto dan June sedang mendengarkan ceramah dari duo cerewet—Pak Sumar dan Kepala Mekanik—saat mata mereka menangkap dua sosok yang berjalan mendekat. Jika mereka melakukan hal yang seperti biasa—contohnya jalan bersisihan—mungkin mereka tidak akan sekaget ini. Sayangnya, mereka datang dengan tidak biasa. Andera terlihat menggendong si anak baru yang berwajah pucat. Tangan kanan Andera juga membawa satu sepatu. Yang menjadi fokus bukan hanya itu, June dan Tanto bisa melihat bahwa kaki Syl terlihat sedikit bengkak.
"Andera?"
Suara June membuat Pak Sumar menoleh ke belakang. Wajahnya tiba-tiba berubah ketika melihat Andera yang menggendong Syl dengan santai. Pak Sumar sangat tahu bahwa sifat Andera bukanlah yang akan memanfaatkan situasi. Jadi, jika dia memilih untuk menggendong Syl, iyu berarti kaki Syl memang terluka parah.
"Syl kenapa?" tanya Pak Sumar saat dua sosok itu mendekat.
Bukan hanya Pak Sumar yang memperhatikan mereka berdua. Anak-anak repair dan juga mesin menatap mereka dengan rasa ingin tahu. Mereka benar-benar tidak berpikir bahwa Andera akan melakukan hal seperti ini. Biasanya, jika dia menemukan gadis lain terluka, dia hanya memandang sejenak sebelum berbalik. Mencari atasan atau siapapun yang bisa membantu. Tidak pernah dengan tangannya sendiri membawa gadis itu ke dalam line.
"Gak sengaja nginjek batu. Trus jatuh di posisi yang salah," jawab Andera dengan datar.
Meskipun suara Andera datar, June dan Tanto bisa merasakan getaran di suara lelaki itu. Hal ini membuat June dan Tanto benar-benar memikirkan apakah yang sebenarnya ada di otak lelaki yang terkenal anti sosial ini. Apakah dia juga tertarik dengan anak baru yang sangat berbeda ini? Sementara June dan Tanto masih terkutat dengan pikiran mereka sendiri, suara berbisik mulai terdengar dari tempat line repair core.
"Kalian lihat? Andera aja takluk sama dia."
"Anjir ya, susuknya ampuh banget."
"Sialan, kalau ada yang lebih cantik dari kamu selalu dibilang pakai susuk."
"Itu si Syl jatuh di mana sih?"
"Dari arah mereka tadi, kayaknya di samping sungai. Deket tongkang kalau nurunin kayu."
"Di sana? Tumben Andera ke tempat terpencil gitu."
"Iya, biasanya Andera kalau ngerokok di deket recovery loh."
Semakin lama, suara berbisik itu semakin keras. Syl hanya bisa menahan malu dan berusaha untuk mengontrol mukanya agar tidak memerah. Namun, tanpa dia sadari, Andera tersenyum tipis saat mendengar bisik-bisik itu. Anak-anak bagian repair itu benar, Andera biasanya akan merokok di pinggiran sungai yang ada di dekat line recovery. Antara tempat Syl jatuh dan tempat Andera biasanya nongkrong sebenarnya hanya disekat dengan tumpukan core yang rusak. Saat Andera melihat punggung Syl yang sedang duduk di pinggir sungai, entah mengapa Andera merasa ingin mendekat. Namun, dia tidak mengira bahwa kedatangannya akan berakibat kepanikan dari gadis itu.
"Andera, mesin kamu jalan apa?" tanya Pak Sumar.
"Kosong, Pak."
"Rencana abis ini jalan apa?"
"2.9, Pak."
Pak Sumar mengangguk dan mulai mengeluarkan HTnya. Dia sepertinya sedang bercakap dengan Supervisor dari line dryers. Karena dia bertanya kapan core 2.9 bisa sampai di mesin nomer 9. Setelah mendapatkam konfirmasi, Pak Sumar menatap Andera dengan penuh harap sebelum memberitahukan tentang keputusannya.
"Forklift gak ada yang bisa bawa Syl buat ke klinik. Kamu kuat kan gendong Syl sampai klinik?"
"Bisa, Pak."
"Pak, mesinku lagi servis, dari pada ngambil waktunya Andera, aku saja yang bawa Syl ke klinik," tawar June.
Memang, apa yang June katakan memang benar. Seharusnya, jika dipilih menurut efisiensi adalah June yang harusnya pergi. Bagaimanapun dia tidak akan ada kerjaan sampai mesinnya benar-benar selesai servis. Namun, Andera memilih menggelengkan kepalanya. Menolak tawaran June yang sepertinya bermaksud baik. Tanto sendiri sebenarnya tahu apa yang dimaksudkan oleh June, jadi dia sendiri memilih diam.
Mak Nem hanya bisa menghela napas saat melihat kaki Syl yang dibalut. Untungnya, kakinya hanya terkilir. Bila kakinya retak, akan lama untuk sembuh. Bukannya, Mak Nem enggan untuk mengurus Syl, hanya saja Syl baru saja masuk kerja belum genap seminggu. Dan dia sudah harus absen selama seminggu juga."Apakah kakimu masih sakit?" tanya Mak Nem.Ini sudah hari ketiga sejak Syl kembali ke asrama dengan digendong oleh Andera. Mak Nem mengenal dengan betul bagaimana sifat asli Andera. Meski anak lelaki itu selalu bersifat dingin dan sepertinya enggan berhubungan dengan orang lain, dia tetap akan sopan dan ramah kepada orang yang lebih tua. Menurut Mak Nem, Andera bisa dibilang anak yang lebih ramah dan sopan dari pada June. Sang Casanova yang terkenal welcome dengan siapa saja."Sudah bisa jalan sedikit-sedikit. Mungkin pas hari kelima udah bisa ngambil nasi sendiri," gurau Syl.Mak Nem hanya bisa menepuk pundak Syl dengan gemas. Menurut Mak Nem, Syl adalah gadis y
Tanto berjalan tergesa ke arah kantin saat dia ingat bahwa Syl tertatih-tatih ke arah sana sepuluh menit yang lalu. Saat dia melihatnya, Tanto baru saja berniat untuk mandi. Jadi, dia tidak bisa mengejarnya begitu saja. Hal inilah yang membuat Tanto ingin memaki dirinya sendiri. Andai Tanto mandi lebih awal, dia pasti akan bisa segera mengejar gadis itu."Mau ke mana?" tanya salah satu teman sekamar Tanto."Kantin!"Tanto sama sekali tidak berniat menunggu temannya itu. Dia melihat ke arah jam tangannya. Sial! Para bujang lapuk shift malam pasti sudah sampai di security gate. Jika mereka tahu Syl sarapan sendirian, Tanto bisa melihat apa yang akan mereka lakukan. Hal ini membuat Tanto merasa tidak nyaman. Apalagi Dewi bilang bahwa Syl tidak suka ditatap seperti itu. Makanya, selama ini Tanto berusaha untuk memandangnya dengan biasa saja. Hanya dia yang tahu bagaimana jantungnya berdetak setiap saat."Syl di kantin sama Andera!""Gila, Andera yang alergi
Hari pertama Syl masuk kerja bisa dibilang adalah hari sial. Syl benar-benar tidak habis pikir bahwa rekan kerjanya akan menjadi orang yang sepicik ini. Tidak tahu apa yang menjadi alasan mereka, tapi mereka menjadi semakin sering untuk membuat masalah. Contohnya seperti saat ini, Syl sedang repair core 2.9. Core ini sudah diberi perintah agar repairnya sedikit lebih rapih. Kalau bisa di-repair sesedikit mungkin. Jadi, Ina dan Syl hanya bisa untuk memilih dan memilah core. Ina berpikir bahwa dia harus mengasingkan terlebih dahulu core dengan mata kayu ataupun lapuk terlalu banyak. Seharusnya, Syl bisa bekerja lebih santai. Hanya saja, selalu ada saja yang menimpanya."Kenapa kamu menabrakku begitu?"Syl memandang ke arah salah satu rekan kerjanya yang sepertinya berniat numpang lewat. Namun, entah mengapa dia malah seperti mendorong Syl. Dan itu menyebabkan air di dalam kaleng akhirnya tumpah di atas core. Menyebabkan setumpuk tinggi core menjadi kembali basah. Ina yang
Syl memandang seorang Kakak Perempuan yang memakai seragam yang beda dari miliknya. Kakak perempuan itu tersenyum lembut sebelum memeriksa jatuhan core yang begitu lebar-lebar. Andera yang tukar mesin dengan Faiz juga berada di samping Kakak Perempuan itu. Sedangkan Faiz terlihat berjalan mendekat ke arah mereka. Andera yang melihat Faiz datang hanya bisa menghela napas gusar sebelum kembali ke mesinnya sendiri."Yah, merajuk," ucap Faiz sambil terkekeh. "Syl, ini Kak Maria. Kalau ada bahan besar-besar begini jatuh banyak, kamu panggil kakak ini. Jangan diem aja. Atau lapor ke aku biar aku yang jalan-jalan."Syl mengangguk dan tersenyum ke arah Maria. Dia melihat bahwa Maria tidak sama seperti anak-anak di bagian repair. Maria memiliki wajah yang menyejukkan. Senyumnya sangat manis, apalagi saat perempuan ini sedang terkekeh."And merajuk?" tanya Maria. Tangannya masih mengukur ketebalan core di setiap sisi."Iya. Padahal bahannya bagus."Maria terkekeh
Andera menatap sejenak ke punggung penyampah barunya. Saat ini, dia melihat ke arah Syl yang sedang duduk di besi penyangga ban berjalan. Sesekali dia juga berbicara dengan Bang Rahman, operator yang menjaga mesin pencacah sampah. Bang Rahman sendiri terbilang damah. Dia juga sudah memiliki seorang istri seperti Faiz. Dan sifatnya yang super membuatnya bisa dekat dengan siapapun. Andera juga bisa melihat Syl dengan nyaman mengobrol dengannya."Gimana kerja di sini?"Andera bisa dengan samar-samar mendengar percakapan dari mereka berdua. Dia juga tahu bahwa sebenarnya Syl tertipu oleh agent yang membawanya. Dan Syl gak berani untuk pulang karena takut untuk ditertawakan oleh ibunya. Andera tahu bahwa Syl pergi ke sini karena tidak ada tempat untuk kembali. Dan ini benar-benar sangat nekad. Andaikan Syl bertemu dangan pabrik yang buruk, dia akan sangat sengsara."Syl, naik ke sini!"Setelah Bang Rahman sibuk dengan mesin pencacah sampahnya, Andera akhirnya
Faiz menatap June yang masih betah berada di mesin sembilan. Dia bingung harus berbuat apa, jadinya dia menatap Maria untuk meminta bantuan. Bagaimanapun juga, Maria adalah seorang perempuan. Dan dia pasti tahu apa yang harus dilakukan. Jadi, Faiz ingin dia membantunya mengatasi krisis ini. Jika hal ini tidak ditangani dengan cepat, Faiz takut bahwa akan ada perpecahan antara Andera dan June. Meskipun Faiz tahu bahwa cepat atau lambat akan ada gesekan antara keduanya, Faiz tidak ingin hal ini begitu cepat terjadi. Untuk Faiz, Andera dan Faiz sudah seperti adiknya sendiri. Jadi, Faiz ingin meminimalkan dampak yang akan dibawa oleh Syl kepada mereka."Syl!"Maria akhirnya membuka suara. Hal ini membuat semua orang—selain Faiz— yang berada di dekat Maria merasa bingung. Terutama untuk para mekanik yang sedang memperbaiki mesin sepuluh."Kak Maria manggil Syl?" tanya Syl.Saat Maria memanggil namanya, Syl langsung bergegas untuk turun dari m
Sinar matahari di ufuk barat mulai memancarkan warna jingganya yang begitu indah. Meskipun begitu, tidak ada yang sempat untuk mengaguminya. Para pekerja migran yang berada di pabrik yang sama dengan Syl sedang sibuk membereskan tempat kerjanya. Seperti halnya Andera di mesin sembilan, dia sedang sibuk menyapu bagian bawah mesin sembilan. Sedangkan yang sedang mengoperasikan mesin adalah Faiz. Mesin milik Faiz sendiri belun selesai diservis. Menurut Tanto, mungkin masih perlu waktu lama untuk memperbaikinya."Syl pergi ke mana sama Maria?" tanya Andera sambil mulai mengangkat sampah yang sudah dia kumpulkan."Enggak tahu. Kayaknya ke office atas. Abis huru-hara mesinnya Hari trus enggak kelihatan lagi mereka berdua," jawab Faiz sambil mengendikkan bahu.Andera juga cuma bisa menghela napas tanpa daya. Memang, saat huru-hara masalah bahan core milih Hari—saat itu pukul tiga sore—Maria dan Syl masih terlihat di antara kelompok besar itu. Namun, setelah
Dewi menatap ke arah Syl yang masih terkutat dengan layar ponselnya. Meskipun Dewi tahu bahwa Syl sedang chat dengan keluarganya, Dewi masih merasa tidak nyaman karena kejadian tadi sore. Jika Dayat tidak menemaninya, Dewi pasti sudah gemetar ketakutan. Bagaimana tidak, mungkin hanya Syl yang bisa membuat tiga orang itu terpesona. Dan karena mereka begitu terkenal, Dewi menjadi semakin takut akan keselamatan Syl. Masih mending hari ini Syl hanya dipindah dari repair core ke bagian sampah. Jika ada kesempatan kedua, serangannya mungkin tidak akan selemah ini."Kak Dew!"Dewi melonjal kaget ketika dia mendengar Syl berteriak di telinganya. Tidak pernah berpikir bahwa Syl ternyata sudah selesai dari tadi. Dia sedang bingung mengapa Dewi menatapnya dengan kening berkerut. Ada rasa khawatir yang terpancar jelas di wajahnya. Membuat Syl merasa sangat beruntung bisa kenal dengan Dewi di sini."Kakak sedang mikirin apa? Mikirin para cewek gak jelas itu? Tenang aja. Syl