Share

PART III Masa Putih Abu-Abu Kelabu

“Ada banyak pilihan warna dalam pelangi, merah-jingga-kuning-hijau-biru-nila-ungu, tetapi hatiku jatuh padamu dengan rasa yang kelabu”

[POV Alana]

Aku ingin bercerita, tentang hidupku. Bukan putih juga tidak melulu hitam. Sebutlah abu-abu. Masa dimana aku mulai mengenal kamu. Kamu yang mengajarkanku apa arti rindu. Kamu menguasai aku dengan pesonamu. Kamu menenggelamkan aku dengan tatapanmu. Aku sungguh takut jika kehadiranmu menciptakan cinta. Jujur, aku adalah salah satu dari sejuta perempuan yang takut jatuh cinta. Karena ujung dari cinta hanyalah luka.

Takut jatuh, aku lelah rapuh. Untuk kesekian kalinya.

Setelah mengenalmu, aku menjadi perempuan yang lebih ceria, suka berbagi tawa, dan selalu berharap kamu penyebab tawa. Kamu selalu mengerti caranya menghapus kalut dan luka dihati. Caramu untuk menghibur memang berbeda. Hingga aku sulit menahan untuk tidak tertawa. Kini, sulit mengendalikan rasa dan mulai sering bertanya-tanya,

"Apakah candamu yang terucap dalam kata, juga terselip cinta disana?"

Disini aku menanti, namun seakan kamu tak peduli.

Disini aku merindu, namun seolah kamu pura-pura tak tahu.

Disini aku mendoa, agar aku dan kamu menjadi kita, tetapi sedihnya kamu hanya menganggapku sebagai teman biasa.

Disini aku menjaga hati, namun kamu malah melangkah pergi.

Ketika kamu menawarkan cerita baru, aku mengangguk setuju.

Kamu tidak ragu mengenalkan aku pada duniamu.

Aku pun tidak ragu berbagi cerita hidup denganmu.

Kita sudah saling tahu, terlalu banyak tahu.

Melampaui dari yang seharusnya diketahui oleh sebatas teman.

Namun, masih ada satu hal yang tidak aku tahu, perasaanmu.

Dalam candamu, ada sesuatu yang lain. Sejak pertama berkenalan, aku menjadi tahu kamu adalah penyelamat hariku yang kelabu. Harusnya sekarang aku sibuk. Namun, aku seringkali merindumu, tanpa tapi, tanpa basa-basi. Kamu seringkali menanggapi, sesekali juga tidak peduli.

"Ah, memangnya apa pentingnya aku dalam hidupmu?" Alana mendengus kesal 

Sebagai teman aku tidak berhak apa-apa. Sebagai teman aku tidak selayaknya mengaharap menjadi siapa-siapa.

Sejujurnya, aku tidak mampu menahan diri. Kamu terlanjur menerobos ke dalam hati. Menghapus sepi. Membangun mimpi. Memberi pelangi. Aku tidak pernah sabar menunggu waktu pertemuan kita lagi. Kamu mengenalkanku pada cinta sekaligus luka.

Aku selalu tidak ingin menunggu sampai Tuhan berbaik hati menyatukan kita lagi. Dalam setiap suara hati hanya namamu yang dengan lantang aku Aamiini. Mengapa kamu begitu sibuk? Aku sudah terbiasa jika kamu menghilang lagi. Apakah ini caramu memberitahuku tentang sosok yang selalu ingin datang dan pergi? Bahwa kamu memang tidak ingin aku berada di sisi? Rasa rindu ini menemukan titik temu di kamu, sayangnya rasa rindumu belum tentu untukku.

Sepertinya dengan atau tanpa aku, hidupmu akan sama saja. Perpisahan ini jelas tidak akan menyakitimu, tetapi jelas menghujam untukku. Menyukaimu adalah kesalahanku. Mencintaimu adalah kelemahanku. Kamu pandai dalam meninggalkan. Kamu juara dalam memberi harapan.

 “Aku yang sempat kamu letakkan di tempat yang seakan penting, sekarang sudah berada di tempat paling asing.” mata Alana mulai berkaca-kaca

Bahagiakah kamu melihatku jatuh bangun mengikhlaskanmu pergi?

Kamu adalah harapan yang paling mencemaskan.

Kamu adalah sebesar-besarnya ketakutan. 

Dan kamu, adalah bagian dalam hidupku yang sulit dilupakan.

[POV Alfarion]

Alana.

Satu kata yang cukup membuat Alfa merasa tertantang untuk mencari tahu kehidupan dan bahkan ingin menjadi bagian hidupnya. Mengapa hari-harinya di sekolah begitu ceria? Mengapa dia mudah bergaul dengan siapapun? Mengapa banyak cowok yang ingin dekat dengannya?

“Alana, siapa sebenarnya kamu?” Bisik Alfa dalam hati kecilnya.

Sesampainya di kelas Alfa mencari informasi terkait Alana melalui ponselnya. Alana adalah anak sosial yang terkenal di SMA Nusantara tetapi selalu berkata biasa saja jika ada yang memujinya. Unik dan berbeda. Cewek ini memancarkan aura bahagia bagi orang di sekitarnya. Pisces. Kerapkali memikirkan kebagiaan orang lain daripada kebahagiaanya sendiri. Suka berkorban demi persahabatan.

“Dasar lilin” Alfa mendengus kesal pda ponselnya karena mengamati Alana begitu baik, manis, dan polos.

Lilin adalah ungkapan dari Alfa untuk Alana.

Suatu ketika pulang sekolah dan Alana sedang menunggu jemputan di depan gerbang, Alfa tidak sengaja bertemu dengannya dan mengajak berbincang.

“Hai Alana, aku mau nanya, kamu itu seperti apa?” Tanya Alfa

“Maksudnya?” Alana bertanya kembali pada Alfa yang tiba-tiba menanyakan sesuatu yang sangat tidak jelas

“Ibarat air, bunglon, dan lilin kamu seperti apa?” Terang Alfa

“Lilin” Jawab Alana dengan singkat

“Kenapa?” Rasa penasaran Alfa semakin tidak tertahankan

“Karena lilin selalu memberi sinar untuk mengusir kegelapan di sekitarnya” Jelas Alana

“Walaupun lilin lama-kelamaan akan habis? Kamu rela berkorban demi orang lain?” Selidik Alfa

“Aku tahu dan hatiku berkata seperti itu, Alfa” Pungkas Alana

Alfa terdiam mendengar jawaban Alana, hatinya berdecak kagum dengan sosok yang sedang ada di hadapannya dengan kelembutan hati yang di miliki. Tiba-tiba Alana menanyakan hal yang sama.

“Kalau kamu seperti apa?” Tanya Alana pada Alfa

“Bunglon” Jawab Alfa dengan tegas

“Kamu suka berubah?” Alana mulai curiga

“Lebih tepatnya mudah beradaptasi di segala kondisi” Jelas Alfa

“Oh iya? Yakin?” Selidik Alana dengan sedikit menahan tawa

“Iya Alana, kamu tidak percaya padaku?” Tanya Alfa kembali

“Kenapa aku harus percaya padamu?” Alana tersenyum

“Dalam waktu dekat kamu akan dengan sendirinya menghapus kata kenapa dan harus pada ucapanmu itu” Alfa memulai aksinya untuk mencoba masuk ke dunia Alana

“Maksudnya?” Alana merasa bingung

“Suatu saat kamu akan menyadari, Alana” Jawab Alfa dengan teka-teki

“Bicaralah to the point, Alfa” Pinta Alana

Alih-alih menjawab pertanyaan Alana, Alfa menengok ke arah kanan dan memberitahu bahwa dia sudah dijemput.

“Kamu sudah dijemput, itu bundamu bukan?” Tanya Alfa sambil menebak dengan rasa percaya diri

“Kamu tahu darimana itu bunda?” Alana semakin tidak paham seberapa luas wawasan Alfa selama ini, apa karena itu dia menjadi berprestasi.

“Dari sorot matanya, tetapi kamu lebih manis dari bunda karena punya lesung pipi” Alfa mulai menggoda Alana, tetapi sebenarnya Alfa sedang mengutarakan hal yang sebenarnya

Akan tetapi, Alana tidak tertarik dengan rayuan Alfa di senja. Alana hanya tersenyum lalu segera menghampiri bunda dan pulang bersama. Alfa tampak melambaikan tangan dari kejauhan dengan tersenyum.

Selama perjalanan pulang, angkasa begitu biru dan elok. Intuisinya mengudara pada indahnya cakrawala. Ditemani sumburat warna jingga yang mempesona. Alana merasa bahagia mengenal Alfa, padahal baru sebentar mereka berbicara.

Setelah dari depan gerbang sekolah, Alfa menuju ke temapt parkir dan mengambil motor kesayangannya yang modern semi klasik. Mengendarainya dengan pelan hingga keluar area SMA Nusantara lalu melaju dengan kecepatan rata-rata karena ingin menikmati indahnya senja dan Alana dalam pikirannya.

Sesampainya di rumah, Alfa langsung menuju kamarnya dan mengganti seragam dengan pakaian yang lebih santai.

“Alana, aku ingin menaklukan dirimu, tetapi dengan cara apa?” Alfa berkata pada dirinya sendiri di sepanjang perjalanan

“Aku tidak akan membuatmu jatuh cinta, biarlah hatimu yang datang padaku” Alfa terkekeh

Tiba-tiba ponsel Alfa berbunyi dan mendapat notifikasi official account OSIS/MPK SMA Nusantara, dan Alfa menemukan potret Alana disana.

“Dia anak OSIS, perlukah aku mendaftar OSIS?” Alfa berpikir dengan serius sambil menatap ponsel dan dinding kamarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status