Home / Sci-Fi / AETHERITH: Perang Planet Astarhea / Chapter 28: Dua Wajah, Satu Tim

Share

Chapter 28: Dua Wajah, Satu Tim

Author: YRD20
last update Last Updated: 2025-11-27 01:04:27

​Di dalam Gudang Arsip, bau besi tua dan kertas lama tercium kuat. Suara benturan pedang sangat keras dan memekakkan telinga. Pedang Bayangan dan Kageyama bertarung dengan sangat cepat, nyaris tak terlihat oleh mata biasa.

​Kageyama, menggunakan jurus Bulan Sabit yang Brutal, menendang tumpukan arsip usang hingga menciptakan awan debu. Ia lalu melompat mundur, menghindari tebasan Pedang Bayangan, dan mendarat di atas rak besi yang berderit.

​“Kamu hanya Bayangan yang takut gelap,” teriak Kageyama, suaranya terdengar robotik dari topengnya. Ia menyerang dengan jurus Badai Malam. “Aku Malam yang asli! Aku akan membalas kekalahan kita di Sekolah Ninja Rahasia itu!”

​Pedang Bayangan, wajahnya dipenuhi amarah, membalas dengan teknik andalannya, Ilmu Pedang Air Tenang, menangkis setiap gelombang energi. Namun, ia terdesak mundur, zirah bahunya tergores oleh serangan Kageyama.

​“Dendammu tidak ada gunanya!” balas Pedang Bayangan.

​Pedang mereka beradu keras untuk yang terakhir kali. Energi m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • AETHERITH: Perang Planet Astarhea   Chapter 36: Kemunculan Argentum Dan Tabib Udzhur

    Langit-langit di Level B3 Menara Babelia mulai berderit hebat. Lempengan baja titanium setebal satu meter melengkung seolah ditekan oleh kekuatan raksasa yang tak terlihat. Debu teknologi—butiran logam mikro yang bersinar keperakan—jatuh menghujani ruangan, menciptakan kabut metalik yang menyesakkan napas. Di tengah laboratorium yang berantakan, kolam air raksa setinggi sepuluh meter mendadak mendidih. Cairan berat itu meledak ke atas, lalu memadat membentuk sesosok pemangsa purba: Argentum, sang Naga Mekanis. ​Wujud Argentum adalah perpaduan antara keindahan dan kengerian teknologi. Tubuhnya tidak memiliki bentuk statis; seluruh kulit dan ototnya adalah aliran logam cair perak yang terus berdenyut. Setiap kali ia melangkah, cakar-cakarnya memanjang dan menajam, menciptakan bunyi denting logam yang menyayat telinga saat bersentuhan dengan lantai. Sepasang matanya berupa sensor merah tajam yang menyapu seluruh ruangan dengan ketepatan yang mematikan. ​"Kartika, awas di sampingmu!" t

  • AETHERITH: Perang Planet Astarhea   Chapter 35: Misi Gulungan Terakhir

    Kontras dengan badai pasir yang mengamuk dan puing-puing Menara Babelia yang berserakan di permukaan Gurun Utara, Level B1 Substratum Babelia adalah sebuah mahakarya arsitektur futuristik yang tersembunyi jauh di perut bumi. Begitu kaki melangkah masuk, keheningan yang steril segera menyambut. Ruangan ini tidak mengenal kegelapan; seluruh koridor bermandikan cahaya putih bersih dari panel spektrum luas yang tertanam mulus di langit-langit, menciptakan atmosfer laboratorium yang sangat cerah dan modern. Dinding-dindingnya terbuat dari polimer putih mengilap dengan aksen logam kromium yang memantulkan setiap gerakan seperti cermin yang jernih. ​Di tengah aula utama yang luas, Kapsul Regenerasi Aetherik (KRA) berdiri tegak bagaikan sebuah monumen kehidupan. Cairan regenerasi di dalamnya berdenyut pelan, memancarkan cahaya hijau zamrud yang hangat dan menenangkan. Di dalam tabung kaca yang tebal itu, tubuh Jae-won tampak mengapung dengan tenang, terhubung pada ribuan kabel halus yang men

  • AETHERITH: Perang Planet Astarhea   Chapter 34: Laboratorium Rahasia

    Kontras dengan Gurun Utara Genevivre yang tadinya panas luar biasa, begitu melewati Gerbang Babelia, suhu di dalam kompleks mendadak lenyap, digantikan oleh keheningan total. Rasanya seperti masuk ke dalam ruangan hampa, dindingnya terbuat dari batu hitam monolitik yang dingin dan lembap. ​Tim Aliansi terpincang-pincang masuk, ambruk ke lantai koridor heksagonal yang mengilap, memantulkan cahaya biru redup dari kristal tersembunyi. Ruangan itu berbau ozon, logam dingin, dan esensi mineral purba. ​Prioritas utama mereka hanya satu: Jae-won. Kartika segera mendekat, meminta Enya mengecek kondisi Panglima yang tak sadarkan diri. ​"Racunnya parah sekali," bisik Enya. "Penolakan energi total. Jantungnya berjuang. Kita hanya punya waktu sangat sedikit." ​Ilias Zaire, sang Penjaga Babelia, berdiri tegak di ujung lorong, mengamati. "Anda lolos tes niat. Sekarang buktikan kecepatan. Lab Karantina ini tidak akan menyesuaikan dirinya dengan kelemahan Anda," kata Ilias datar. Kageyama da

  • AETHERITH: Perang Planet Astarhea   Chapter 33: Sang Penjaga Reruntuhan Menara

    Udara di Gurun Genevivre terasa mendidih di bawah tekanan energi yang sangat besar. Jae-won terkapar tak berdaya di balik bebatuan purba; keracunan Aethernya memburuk dengan setiap denyutan kilat biru kobalt dari Badai Aether yang Hidup. Enya dan Kageyama berjuang menjaga formasi, sementara Kartika menggenggam Gulungan Dunia yang berpendar liar.​Tiba-tiba, Badai Aether itu bereaksi. Pusaran awan putih itu menyentak ke atas; tekanan frekuensi Badai memuncak hingga membuat telinga tim berdenging, seolah-olah seluruh atmosfer baru saja berteriak secara internal. Energi tersebut membentuk Pilar Siklon Murni yang menjulang tinggi hingga menembus lapisan awan. Kilat-kilat biru kobalt berputar di sekeliling pilar itu seperti ular yang marah. Suara angin, desisan listrik, dan gemuruh Badai mendadak lenyap, digantikan oleh keheningan total yang terasa lebih mencekik daripada Badai sebelumnya.​Dari pusat Pilar tersebut, di antara cahaya putih kebiruan, seorang pria berbalut syal tebal muncul.

  • AETHERITH: Perang Planet Astarhea   Chapter 32: Perasaan Di Tengah Badai

    Pesawat Angkasa Phoenix Ascendant meluncur dalam keheningan yang dalam, memotong kegelapan di atas Planet Astarhea. Kapal itu adalah mahakarya Kekaisaran Phoenix—sebuah ruang operasi stealth. Di dalamnya, suasana terasa sangat tenang, kontras dengan misi berbahaya yang mereka emban.​Di ruang makan, Chef Zacharia menyajikan hidangan dengan ketelitian yang tenang. Mangkuk-mangkuk Soto Harimau Emas memberikan kehangatan yang menenangkan. Di tengah meja, tersaji Bulgogi Sang Naga yang Kembali, daging panggang yang harum. Di sudut, diletakkan Mie Panjang Umur Giok yang mengilat—sebuah ironi pahit mengingat Ratu Aruna dan Putri Akari kini terbaring koma, menuntut penyembuhan yang segera. Piring-piring kecil berisi irisan tipis Sashimi Bintang Jatuh, elegan dan dingin. Akhirnya, ada Khao Pad Rajin, nasi goreng nanas yang mewah.​Jae-won, Kartika, dan Enya duduk bersama. Di sisi lain meja, Kageyama dan Pedang Bayangan duduk kaku.​"Tujuannya adalah kelangsungan hidup," balas Kartika. "Tabib

  • AETHERITH: Perang Planet Astarhea   Chapter 31: Jalan Menuju Cahaya

    Kecepatan Kumbang melampaui segala sesuatu yang pernah dikendarai Kartika atau Jae-won. Panther besar itu, dengan bulunya yang sehitam malam dan matanya yang memancarkan cahaya hijau stabil, bukanlah sekadar hewan pendamping; ia adalah manifestasi fisik dari Aether yang dikontrol penuh oleh Enya. Mereka melaju di atas atap perumahan padat Kesultanan Omar.​Kumbang meluncur dari atap terakhir dan mendarat dengan mulus di halaman belakang yang gelap milik Penginapan milik Chef Zacharia. Di sana, Chef Zacharia, pemilik penginapan mewah, berdiri menunggu, masih mengenakan celemek koki yang bersih, wajahnya pucat karena ketegangan.​Enya turun dari Kumbang. Risa melompat dan langsung berlari ke pelukan ayahnya. Chef Zacharia dengan cepat membawa putrinya ke ruang penyimpanan yang remang-remang.​Setelah isak tangis yang singkat, Jae-won mendesak. “Anda harus bergerak sekarang. Setiap detik yang kita habiskan di sini adalah risiko.”​Zacharia melepaskan pelukannya, mengambil kotak Gulungan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status