“Cukup jadi rahasia kita. Nanti kalian juga tahu. Saya harap Miss. Vivian bisa jaga rahasia, demi keselamatan Karmila,” jelas Nadio. “Baik, Pak. Maaf, udah mulai akrab, nih? Udah berani panggil nama doang,” ucap Vivian yang membuat pasangan di dekatnya tertawa. Akhirnya, sejoli ini jadi pergi dengan membawa serta semua barang-barang Karmila. Vivian tampak manyun karena belum dapat informasi tentang alamat indekos Karmila. “Gua kaga tau, Kak. Yang cariin kos Bos. Kita lagi ngobrol, tau-tau Bos bilang ngajak pindah. Entar, begitu sampe gua kasih alamatnya,” jawab Karmila saat Vivian meneleponnya. “Beneran. Gua tunggu kabar dari lu. Begitu dapat, gua ke sana bantuin,” balas Vivian sambil tertawa renyah.“Okey. Kak, terima kasih telah perhatian pada gua.” “It’s never mind. Fokus ke kaki kamu, ya. Gua berdoa agar kalian berjodoh.” “Apaan, sih. Papay.” Karmila pun mengakhiri hubungan telepon.Secara kebetulan tiba di apartemen bebarengan dengan pick up yang membawa barang-barang. Akhir
Bang Beni pulang ke rumah besar. Dia mau mengambil mobil untuk menjemput Kak Rega—istrinya, sekaligus kakak kandung Nadio. Sepulang Bang Beni, Nadio dan Karmila makan bersama. Ayam goreng khas menu siap saji plus nasi putih. Mereka melahapnya dengan nikmat. Perut telat diisi karena keasikan bercengkerama dengan sang abang barusan.Berdua mencuci tempat makan. Sesekali tangan Nadio jahil, menggoda sang kekasih. Karmila hanya tersenyum manja sebagai balasan keusilan Nadio. Karmila merasa bersyukur bertemu dengan Nadio, seorang pria yang bertanggung jawab.Wanita berambut ikal tersebut mengingat awal pertemuan mereka. Dia sempat terkejut saat mengetahui bahwa Ario adalah atasan serta owner perusahaan dan mereka telah bersama selama semalam. Tak sengaja bibir Tania tersenyum bahagia. “Kok tersenyum sendiri? Sayang ... pasti mau dimesrain lagi ‘kan!?” bisik Nadio di telinga Karmila. Kedua lengannya sudah melingkar erat dari belakang tubuh Karmila. Tingkah Nadio ini, tentu saja membuat Ta
Malam itu, akhirnya jadi ajang kerja bakti gara-gara pipa ledeng yang tersumbat. Nadio sibuk mempersiapkan stok air bersih, selama petugas memperbaiki pipa. Mereka berempat begadang dan akhirnya tertidur pulas karena kelelahan.▪▪▪¤▪°▪¤▪▪▪Esok harinya Karmila bangun dengan kaki yang mulai ringan untuk melangkah.Saat dia keluar dari kamar, hanya ditemui Nadio yang tertidur pulas di sofa ruang tengah. Kamar yang ditempati Bang Beni dan Kak Rega sudah kosong.Ke mana mereka, ya? Jam berapa mereka keluar? Batin Karmila.Dia segera ke kamar mandi membersihkan badan. Selesai mandi, Karmila menuju dapur. Wanita berambut ikal mempersiapkan menu sarapan untuk berdua.Alangkah kaget Karmila, ketika membuka kulkas sudah penuh aneka bahan makanan. Perasaan dia kemarin hanya sempat berbelanja ala kadarnya, beberapa ikat sayur, ikan sarden dan mie instan. Beberapa saat kemudian, dua buah piring mie goreng spesial sudah siap terhidang. Karmila menghampiri Nadio.“Honey, bangun dong!” Tangan Karm
“Kok bisa? Bukannya Lisa udah dimutasi ke luar kota?” tanya Karmila dengan hati berdebar-debar.Dia paham, Lisa tak akan cepat menyerah setelah pertengkaran kemarin. Apalagi kini, dia dibeking oleh Tuan Ongki. Bisa dipastikan sahabat karibnya yang sudah mata gelap karena ambisi kaya akan menghalalkan segala cara. Karmila sudah tak mengenali Lisa lagi. Teman karibnya itu telah berubah sejak sering menyambangi night club. Pergaulannya semakin liar. Lisa sudah berubah menjadi wanita metropolis yang ambisius dan culas.“Gua kaga jadi temuin lu. Gua mau pura-pura cari obat di apotek. Lisa ada dalam mobil dekat gerbang rumah sakit. Lu kirim surat dokter via email. Gua tunggu,” ucap Vivian dari seberang telepon.Pembicaraan pun berakhir, saat dr. Angga sudah memasuki ruang perawatan. Mulai hari ini, kaki Karmila terbebas dari gips. Namun, sementara waktu belum boleh beraktivitas berat untuk kaki. Oleh karena telepon dari Vivian, akhirnya Karmila tak jadi beristirahat di rumah sakit.°°°°°*
Mobil telah sampai di tempat parkir apartemen. Nadio keluar segera dari kendaraan roda empat tersebut. Dia melihat sosok Karmila di pintu keluar lobi. Nadio segera berlari mengejar langkah si kekasih yang akan menghampiri sebuah taksi. Dia berlari ke arah Karmila dan segera mendekap erat kekasihnya. Dalam dekapan Nadio, rembesan air mata Karmila membasahi kemeja sang pria.“Sayang, please ... jangan pergi! Kita tetap nikah, ada mau pun tak ada persetujuan dari Papa,” ucap Nadio lirih di sela-sela pangkal rambut Karmila.Diusapnya lembut punggung wanita berambut ikal itu. Betapa lega rasa hati, Karmila belum sempat pergi. Nadio tahu benar, Karmila tak ada tempat tinggal saat ini sejak keluar dari indekos.“Honey, aku malu banget, papa kamu bilang aku pelacur,” ucap Karmila sembari sesegukan. Air mata mengalir dari kedua pipinya, tak henti-henti bagai mata air. “Kita masuk dulu, malu dilihat orang, kita obrolin semuanya, Sayang,” bujuk Nadio.Tangan Nadio mengusap lembut cairan bening
Nadio menggandeng Karmila menuju pintu. Dia segera mengubah password pintu. Setelah cek dan ricek CCTV yang terpasang di depan pintu serta depan pintu lift, akhirnya Nadio pamit pergi ke rumah besar.Nadio tak lupa memberi pelukan dan ciuman mesra kepada Karmila. Semua adegan tersebut tak luput dari sepasang mata yang mengintai dari kejauhan.‘Ting!’ Karmila gegas menuju meja untuk melihat pesan yang masuk. Tampak di layar kaca sebuah nomor kontak tak dikenal.Apa mungkin Lisa punya nomor lain? Tanya Karmila dalam hati.Dengan hati-hati, pesan itu pun dibuka lalu dibaca.[Aku tahu kamu ada dalam apartemen. Kamu bisa lihat foto-foto koleksiku ini? Mau foto-foto viral atau temui aku di N-Mart sekarang? Kita perlu bicara! *Ongki Wijaya*]Kedua mata Karmila terbelalak saat melihat foto-foto yang terkirim. Dari foto dirinya masuk tempat pesta jebakan, saat minum dan mabuk serta foto barusan, dia dan Nadio berciuman depan pintu.Karmila seketika panik. Dari kedua sudut mata mengalir bulira
“Karmila, Sayang!” teriak Nadio menerobos masuk kamar langsung mencari keberadaan kekasihnya.“Ho-honey!” sahut Karmila dari dalam toilet.Nadio segera mendekati toilet lalu mengetuk pintunya. “Sayang, ayo buka pintunya.”Karmila membuka sedikit daun pintu lalu melongokkan kepala. “Aku gak pake atasan, Honey.”Nadio segera melepas baju yang dipakai lalu menyodorkan ke kekasihnya. Pintu toilet kembali tertutup. Beberapa menit kemudian, Karmila keluar. Nadio segera memeluknya. Karmila menangis terisak-isak. Nadio mengajak sang kekasih keluar dari kamar. Keduanya berjalan menuju lift langsung ke lantai dasar dan tempat parkir.“Honey, aku mau pulang ke desa. Ngeri,” ucap Karmila dengan bibir bergetar.“Besok kita minta restu orang tua kamu. Habis dari kantor polisi, aku mau ke Mama liat kondisinya. Sekalian kasih tau soal ini. Kamu bisa ditemani Miss Vivian di apartemen. Aku ke rumah besar, bentaran doang. Lagian nanti di apartemen dijaga polisi. Apa kamu mau ikut?”tanya Nadio. Karmila h
“Halo. Ada apa, Pak?” tanya Nadio dengan perasaan sedikit was-was.“Pak Nadio, tersangka melarikan diri. Sekarang dalam pengejaran polisi,” jelas seorang penyidik dari seberang telepon. Nadio seketika terkejut mendengarnya.“Okey, Pak. Saya berterima kasih atas informasi ini. Nanti, jika ada yang mengetahui keberadaan Tuan Ongki, saya akan segera kasih kabar,” balas Nadio dengan perasaan jengkel. Baru saja hati Nadio lega karena merasa rencana pernikahan tak ada halangan lagi. Namun ternyata, papa sambungnya tak begitu saja menyerah.“Terima kasih atas dukungannya, Pak. Kami akan segera memberitahu Pak Nadio tentang hasil pengejaran secepatnya. Selamat malam.”“Selamat malam dan saya tunggu kabar selanjutnya,” balas Nadio lalu menutup telepon. Pria berparas oriental tersebut beranjak meninggalkan tempat parkir. Saat di lobby menyapa sesaat seorang petugas jaga dari kepolisian. Hatinya agak tenang meski mengetahui Tuan Ongki telah kabur karena apartemen ada pengawasan dari kepolisian.