๐ณ๐๐๐บ๐พ๐ต๐ด๐๐ด ๐ฟ๐๐ด๐๐ด๐ฝ๐๐ธ๐ฝ๐ถ
ใ๏ผก๏ผฆ๏ผด๏ผฅ๏ผฒ๏ผฆ๏ผก๏ผฌ๏ผฌใ
Hujan lebat di hari-hari memasuki musim dingin adalah hal yang biasa. Malam ini, lagi-lagi puluhan juta rintik air dari langit menjatuhi daratan Hidni tanpa ampun, membuat kastil besar tempat Putri Mahkota, serta Pangeran-Pangeran yang mengikuti sayembara berpesta dengan megah terpaksa batal.
Duke Lutherfork yang memegang tongkat kayunya hanya bisa menghela napas berkali-kali, tak ada harapan lagi baginya untuk mengadakan pesta di tengah guyuran hujan. Kue-kue yang sudah dimasak semenjak fajar muncul itu terpaksa dibiarkan mendingin, lilin-lilin indah yang sudah disiapkan tak jadi dinyalakan, rencananya yang sudah tersusun dengan rapi gagal.
โJika kau ingin menetap semalam lagi, aku berjanji akan memberikan pesta malam hari di dalam ruangan yan
ยปโโโโโโโโโโโ ๐ ๐ช๐ฃ๐๐ช๐ฃ๐๐ ๐๐ฃ๐จ๐ฉ๐๐๐ง๐๐ข @๐๐ช๐จ๐ ๐ค๐๐๐ฎ๐ ๐ช๐ฃ๐ฉ๐ช๐ ๐ข๐๐ก๐๐๐๐ฉ ๐๐๐ฉ๐๐๐ก ๐๐๐ง๐๐ฉ๐
๐ณ๐๐๐บ๐พ๐ต๐ด๐๐ด ๐ฟ๐๐ด๐๐ด๐ฝ๐๐ธ๐ฝ๐ถ ใ๏ผก๏ผฆ๏ผด๏ผฅ๏ผฒ๏ผฆ๏ผก๏ผฌ๏ผฌใ Sinar fajar yang mulai tampak membuat Pangeran Cliftone terpaksa kembali mengenakan jubah hitamnya. Ia berjalan dengan sepatu bot bertapak tebal, membuat langkah kakinya terdengar amat keras saat memasuki bar kecil dengan lantai berlapis kayu tipis yang sepi. Pemilik bar yang sedang bersantai di balik meja kayunya itu tampak bingung. โJika kau kemari hanya untuk mengemis, maka pergilah. Aku tidak punya uang,โ ucapnya malas, kembali fokus merebahkan kepalanya di atas meja. Pangeran Cliftone tak menjawab. Salah satu telapak tangannya yang menggenggam 15 buah koin perak langsung menjatuhkannya ke atas meja, membuat suara berisik yang mengejutkan si pemilik bar. Jumlah yang cukup untuk membeli segelas bir.
๐ณ๐๐๐บ๐พ๐ต๐ด๐๐ด ๐ฟ๐๐ด๐๐ด๐ฝ๐๐ธ๐ฝ๐ถ ใ๏ผก๏ผฆ๏ผด๏ผฅ๏ผฒ๏ผฆ๏ผก๏ผฌ๏ผฌใ Sepertinya Pangeran Cliftone menepati janjinya dengan sangat baik. Saat rombongan kerajaan tiba di Kelfak (nama fiksi untuk penginapan elit), ia telah duduk manis di ruangan utama besar. Wajahnya terlampau tenang, seolah-olah ia tak tahu (kemungkinan besar tidak peduli) dengan kekacauan yang disebabkannya tadi pagi sehingga membuat perjalanan mereka ke Desa Anten terlambat. โWow ... ternyata kau telah tiba, Pangeran Cliftone.โ Pangeran Rex langsung menduduki sofa merah hati yang ada di hadapan Pangeran Cliftone dengan santai. Wajahnya terlihat sumringah, seakan-akan pria di hadapannya adalah teman lama. Tak ada balasan istimewa dari Pangeran Cliftone. Ia menatap Pangeran Rex tanpa minat sembari mengangkat sebelah alisnya yang tebal. Saat di Hid
Narin tetap setia menumpukan berat kepalanya pada kedua telapak tangan yang diletakkan di atas meja kayu bundar, bersama dengan cemilan ringan serta teh hangat. Maniknya menatap Kaline penuh binar, berharap tingkah lakunya dapat menarik perhatian Kaline yang terpaku pada surat kabar harian yang ia terima.Setelah hampir sepuluh menit berlalu, Kaline akhirnya menoleh. Ia menghela napasnya pasrah. “Sebenarnya apa yang ingin kau tanyakan?” tanya pada akhirnya.Senyuman Narin mengembang, membuat matanya menyipit. “Tentang pesta teh bersama Pangeran Antheo ... apa kau tak ingin menceritakannya padaku, Putri?” matanya yang berwarna biru terang berbinar-binar, membuat Kaline tak sanggup untuk menolaknya.Kaline mengangkat kedua bahunya, berusaha bersikap acuh tak acuh. “Ya ... begitu. Tak ada yang spesial. Kami hanya berbicara hal-hal kecil.”Senyuman Narin perlahan-lahan memudar, gadis itu terlihat tak puas dengan jawaban Kal
“Apa katamu?” Kaline terlihat amat terkejut mendengar perkataan Narin yang tak pernah ia duga sebelumnya. Alisnya terangkat, begitu juga dengan manik matanya ya yang membulat sempurna.Narin mengangguk yakin. “Dia berkata kau dari dunia lain, Putri,” ulangnya dengan raut wajah serius, namun jauh di dalam hatinya, ia sama sekali tak memikirkan hal-hal aneh. Dalam hal ramal meramal, ada beberapa yang hanya omong kosong belaka agar peramal itu mendapatkan bayaran ekstra, salah satunya adalah hal ini.Kaline mengerjap beberapa kali. Jika benar peramal itu berkata seperti itu, kemungkinan besar dia tahu bagaimana caranya agar ia bisa keluar dari dunia ini. “Apa peramal itu ada disekitar penginapan ini?” tanya Kaline terdengar bersemangat, nada suaranya terdengar menggebu-gebu.Kepala Narin menggeleng. “Tidak, Putri. Jika aku tidak salah, biasanya peramal itu selalu ada di pusat keramaian seperti pasar atau tempat-tempat yang
Benar. Peramal itu mengatakan sesuatu yang sempat ia lupakan. Menemukan seseorang yang telah membunuhnya. Ia terjebak di sini untuk itu. Untuk menemukan pembunuhnya. Kaline untuk kesekian kalinya meneguk teh hangat yang terus mengepulkan asap tipis untuk meredam rasa panik yang menghantuinya, membuat gadis itu tak bisa tidur meski langit sudah gelap gulita. Tak ada sedikitpun suara kasak-kusuk dari luar sana, menandakan bahwa seisi penginapan sudah terlelap dengan mimpi mereka. Pembunuh itu, bagaimana bisa dia menemukannya? Saat dewi itu menyetujui permohonannya, dia pikir ia akan kembali hidup di bumi bersama Theo dan bahagia selamanya. Tapi ternyata salah. Ia terdampar di negeri antah berantah dengan makhluk-makhluk yang seharusnya hanya mitos. Ia terjebak di negeri yang amat luas. Bagaimana bisa dia menemukan
Suara tapak sepatu yang kasar bertumbukan dengan tanah yang sedikit berair terdengar dengan jelas dari dalam kereta kuda berwarna keemasan yang dinaiki Kaline. Gadis itu tengah sibuk menulis sesuatu di atas kertas perkamennya, buru-buru melipat kertas itu dengan sembarang meski tintanya belum sepenuhnya mengering. Jamerinya dengan cekatan menyelipkan lipatan perkamen itu di sela-sela dress-nya. Seseorang yang membuka pintu kereta dengan terburu-buru itu membuat Kaline sedikit terpanjat, sebelum akhirnya ia sadar bahwa orang itu adalah Narin. Napasnya terengah-engah, begitu juga dengan surai yang tak lagi beraturan. โPangeran akan segera datang, Putri. Bersiaplah!โ kata Narin dengan terburu-buru. โTuโโ belum sempat Kaline bersua
Daging panggang setengah gosong yang hanya tersisa beberapa irisan itu sudah sepenuhnya dingin. Kaline meletakkan pisau serta garpunya di samping piring, tak berniat untuk melanjutkan kegiatan memakannya. Daging itu terasa keras dan hambar, membuatnya bertanya-tanya siapa koki yang memasak makanan ini. โJadi, Putri. Kau benar-benar berasal dari dunia lain?โ Pangeran Cliftone kembali bersuara setelah tiga puluh menit berlalu, meminta permohonan yang aneh, namun disetujui oleh Kaline begitu saja. Mendengar pertanyaan tak terduga yang terdengar rigan keluar begitu saja dari mulut Pangeran Cliftone tanpa aba-aba membuat Kaline mematung. Ia mengangkat sebelah alisnya, menatap lawan bicaranya itu dengan tenang, namun ia bisa merasakan detak jantungnya berdetak dengan cepat. Jemarinya yang bersembunyi di balik meja bergerak gelisah.
Langit malam tampak begitu sepi lantaran hanya diisi oleh bulan purnama utuh dan gumpalan awan mendung yang terus bergerak, saling menyatu membentuk satu kesatuan lantaran angin kencang yang terus bertiup. Saking kencangnya, beberapa batang pohon tumbang, membuat perjalanan Kaline bersama Pangeran Cliftone terhambat lantaran harus menyingkirkan semua batang pohon yang tumbang.Kaline mengeratkan lilitan selimut tebal dari bulu domba yang ia bawa, berusaha untuk tertidur lelap meski suhu mencekam yang menusuk kulitnya membuat gadis itu menggigil.Manik abu-abu Kaline terbuka sedikit, mengintip dari sudut matanya. Pria dihadapannya itu sama sekali tidak bersara, membuat Kaline penasaran bagaimana bisa ia tidur nyenyak dengan suhu yang ekstrim seperti ini?Cahaya merah menyala yang hampir mirip seperti laser itu