AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU
[Bu Arin, hari ini Indri sudah mulai masuk kerja lagi. Dia hanya izin selama tiga hari saja.] Pesan dari Dina, karyawan Mas Ridwan yang aku suruh untuk selalu memantau dan memberi informasi tentang Mas Ridwan dan Indri.[Oke, terima kasih atas informasinya]~~~Du du du ... hem hem hem ....Dari tadi Mas Ridwan terus bersenandung. Raut wajahnya begitu berseri-seri."Bahagia sekali hari ini kamu, Pa?" tanyaku dengan memilih dasi untuk Mas Ridwan."Pasti dong, Ma. Siapa yang ngga bahagia, kalau pagi-pagi sudah disambut bidadari secantik kamu," jawab Mas Ridwan dengan menempelkan kedua tangannya di pinggangku sembari mengecup kening.Bohong kamu, Pa. Aku tahu, kamu begitu bahagia karena hari ini Indri sudah mulai masuk kerja lagi setelah beberapa hari izin pulang kampung."Aku tunggu di meja makan, Pa.""Oke, Ma," jawab Mas Ridwan sembari memasang dasi berwarna biru yang kupilihkan barusan.Tidak berapa lama, Mas Ridwan keluar dari kamar dan menghampiriku yang sudah menunggunya."Arza belum diantar pulang sama Ibu?""Belum. Biarin saja kalau Arza masih ingin di sana. Lagian belum tahu juga, kapan Mbak Jum balik ke sini. Oh ya, Pa. Indri biar balik lagi menjaga butikku. Lagian karyawan kamu sudah lebih dari cukup 'kan?"Uhuk uhuk uhuk ....Mas Ridwan sampai tersedak kopi yang baru saja di sruputnya setelah mendengar ucapanku."Kenapa harus Indri?" celetuk Mas Ridwan dengan mengelap bibirnya.Aku terdiam sejenak dan menatap tajam Mas Ridwan."Mak-maksudku, kenapa mendadak, Ma?""Memangnya ada yang salah? Bukannya Indri memang karyawanku. Dia membantu di tempat kerjamu hanya untuk sementara 'kan? Dan sekarang kamu sudah ada karyawan baru juga.""Ta - tapi, aku butuh Indri untuk membantuku."Membantu? Membantu dalam hal bercinta maksudmu, Pa. Aku tahu, kenapa kamu keberatan kalau Indri bekerja lagi di butikku. Karena kamu takut tidak bisa bermesraan lagi dengannya."Aku berangkat dulu," terang Mas Ridwan dan berlalu begitu saja dari hadapanku.Heh ... sebegitu berartinya Indri buatmu, Pa.Dengan cepat aku langsung mengambil kunci mobil. Dan bergegas mengikuti Mas Ridwan ke tempat kerjanya.Hari ini aku ingin mencari tahu kebenaran tentang kedekatan Mas Ridwan dengan Indri.***Aku sengaja menghentikan mobilku sedikit jauh dari tempat kerja Mas Ridwan agar tidak ketahuan.Kuraih ponsel yang ada di dalam tas dan menghubungi Dina."Din, apa Mas Ridwan sudah masuk ke ruang kerjanya? Dan Indri, apa dia sudah datang?""Sudah, Bu. Pak Ridwan baru saja masuk. Indri juga sudah datang, tapi dia belum masuk ke ruang kerja Pak Ridwan," jawab Dina dengan suara begitu pelan."Nanti kamu kabari saya kalau Indri sudah masuk ke ruang kerja Mas Ridwan!""Baik, Bu."Kulajukan kembali mobilku menuju tempat kerja Mas Ridwan.Ting ....Notif pesan masuk dari Dina.[Bu, Indri sudah masuk ke ruang kerja Pak Ridwan. Dan biasanya sekitar lima belas sampai dua puluh menit Indri di dalam.]Dengan cepat aku langsung keluar dari mobil dan masuk ke dalam toko batik yang cukup besar dan terkenal di kota ini. Toko batik milik Mas Ridwan.Semua pandangan karyawan langsung tertuju padaku. Mereka terlihat begitu tegang tak terkecuali dengan Dina.Mereka semua memang terlihat sudah mengetahui skandal antara Mas Ridwan dengan Indri.Sebenarnya, sudah beberapa kali aku mendengar kabar tentang kedekatan mereka. Tapi aku menganggap semua itu hanya angin lalu saja.Mana mungkin Mas Ridwan tertarik dengan Indri. Secara fisik, aku jauh lebih cantik darinya. Aku juga istri yang ikut andil atas kesuksesan Mas Ridwan dalam usaha toko batiknya, pikirku saat itu.Akhirnya aku tidak ingin tinggal diam setelah kedekatan Mas Ridwan dengan Indri semakin santer terdengar di telingaku.Dan aku pun memutuskan untuk mencari informasi tersebut dari Dina. Karyawan yang sudah cukup lama bekerja dengan Mas Ridwan."Bu," ucap Dina menghampiriku dengan raut wajah yang terlihat cemas.Aku paham, pasti dia takut kalau sampai Mas Ridwan mengetahui bahwa dia yang sudah memberi informasi padaku."Kamu tenang saja!" terangku dengan menepuk bahunya sembari mengulas senyum tipis.Langkah kaki ini langsung berjalan menuju ruang kerja Mas Ridwan. Rasanya memang begitu berat. Tapi aku tidak boleh membiarkan hal ini berlarut-larut lebih jauh lagi.Dengan cepat tanganku meraih knop pintu ruang kerja Mas Ridwan dan mendorongnya begitu kasar."Ma-Mama," ucap Mas Ridwan begitu gugup dan langsung menurunkan Indri yang baru saja dipangkunya dengan mesra.Tanpa berkedip sedikitpun, tatapanku tertuju pada mereka yang terlihat salah tingkah.Jangan nangis, Arin! Bukannya kamu sendiri yang ingin mengetahui kebenaran tentang hubungan mereka."Kenapa, Pa? Apa kedatanganku sudah mengganggu kalian?" tanyaku dengan menahan rasa sakit yang teramat dalam. Tapi aku tidak ingin menunjukkan di depan mereka. Karena sebelum memutuskan untuk mencari tahu kebenaran ini, aku sudah lebih dulu menyiapkan hati kalau akhirnya akan mendapat bukti yang menyakitkan sekalipun. "A-aku, bisa jelaskan, Ma.""Jelaskan? Penjelasan seperti apa yang ingin kamu katakan padaku, Pa? Apa yang aku lihat sudah cukup menjelaskan semuanya tanpa perlu mendapat penjelasan lagi darimu."Indri, perempuan yang sudah tidak asing bagiku. Selain karyawan kami, dia juga keponakan dari Mbak Jum, pengasuh Arza.Dan kini, perempuan itu persis ada di hadapanku. Setelah aku memergokinya sedang memadu kasih bersama suamiku di ruang kerja.Sungguh memalukan. Ternyata memang benar, kalau mereka memiliki hubungan yang sangat spesial.BersambungAKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU"Kamu. Perempuan tak tahu diuntung. Ini balasannya setelah aku kasih pekerjaan? Kamu lupa, siapa yang membantumu saat kebingungan mencari uang untuk membayar hutang-hutangmu?" tanyaku dengan mengangkat dagu Indri yang dari tadi hanya menunduk di depanku."Ma-maaf. Ta-tapi, saya memang mencintai Mas Ridwan," terang Indri tanpa basa-basi.PLAAKK Sebuah jawaban yang membuat dada ini terasa bergemuruh. Dan sebuah tamparan tak sebanding dengan apa yang telah dia lakukan padaku. "Mas Ridwan? Kamu memanggil dia dengan sebutan, Mas?" Dengan cepat tanganku langsung menyeretnya keluar dari ruang kerja Mas Ridwan."Ternyata, apa yang kalian bicarakan selama ini memang benar. Perempuan ini telah berselingkuh dengan suami saya. Perempuan yang sudah saya izinkan untuk bekerja di sini, tapi malah menusuk saya dari belakang," jelasku di depan semua karyawan yang lain.Mas Ridwan langsung mendekat dengan wajah yang terlihat memerah. Sepertinya dia tidak rela atas pe
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU"Arin, akhirnya kamu pulang juga. Ibu dan Arza sudah menunggumu dari tadi."Astaghfirullah, aku sampai lupa kalau tadi disuruh Ibu jemput Arza."Ma-maaf, Bu. Arin sampai lupa jemput Arza.""Ya sudah, ngga pa-pa, Rin.""Arza ke mana, Bu? Kok Ibu sendirian di sini?""Oh ... Arza sedang beli martabak sama Mbak Jum.""Mbak Jum? Dia sudah balik ke sini, Bu? Kok ngga ngabari Arin?""Itu mereka, kamu tanya sendiri sama Mbak Jum!"Aku pun langsung menoleh ke belakang. "Bu Arin," sapa Mbak Jum dengan mengulas senyum.Kenapa aku jadi merasa kesal melihat Mbak Jum? Seandainya waktu itu Mbak Jum tidak memohon padaku untuk memberi Indri pekerjaan, pasti tidak akan ada masalah seperti ini. "Rin, Arin," tegur ibu mengagetkanku."I-iya, Bu. Kenapa?""Kenapa ngga di jawab?" tanya ibu dengan sedikit melihat ke arah Mbak Jum."O - oh, iya Mbak. Mbak Jum kok ngga ngabari saya?"Aku tidak boleh nyalahin Mbak Jum. Karena dia tidak tahu apa-apa soal masalah ini. Tapi, dia h
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU"Dia rela kalau harus menjadi istri kedua. Bahkan menikah siri pun, dia tidak masalah. Aku harap, kamu bisa mengerti, Ma."PLAAAKKSebuah tamparan kulayangkan pada laki-laki yang sudah menikah denganku selama delapan tahun.Teganya Mas Ridwan terang-terangan bicara seperti itu padaku. Sedangkan apa yang kulihat tadi siang masih bergelayut di pelupuk mata.Bahkan, Mas Ridwan tidak takut sama sekali meskipun ibunya dan Mbak Jum sudah mengetahui tentang hubungannya dengan Indri. "Kamu benar-benar sudah tidak waras, Pa."Duarr Aku keluar dari kamar dengan menghempaskan pintu begitu kasar. Kulihat Mbak Jum duduk di belakang dengan pandangan nanar dan sesekali mengusap air mata yang membasahi pipinya. Kini pandangannya tertuju ke arahku dengan raut wajah yang merasa bersalah atas perbuatan keponakannya, Indri. "Bu Arin, maafin saya, Bu! Saya benar-benar tidak menyangka kalau Indri akan berbuat seperti itu," terang mbak Jum yang langsung mendekat dan meme
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU"Eh, apa-apan ini? Kenapa ruang kerjaku di sekat?""Kamu lupa dengan ucapanku tadi malam, Pa? Bukan hanya ruang kerja yang akan kubagi dua. Tapi, toko ini juga," jelasku dan berlalu meninggalkan Mas Ridwan.Tidak ada alasan untuk menundanya. Karena semua ini sudah menjadi keputusanku. Keputusan yang kuambil karena rasa sakit hati dengan pengkhianatanmu, Pa."Ma ... Ma, kamu tidak bisa melakukan hal ini. Toko batik ini milikku. Dan aku tidak pernah menyetujui semua ini."Aku tidak peduli dengan apapun yang ingin kamu katakan. Terserah.---------"Arinn ...," teriak Feby yang tiba-tiba datang ke toko.Nih orang, datangnya selalu tiba-tiba. Hemh .... Tapi dia sahabat yang selalu ada saat aku susah sekalipun. Pandanganku seketika beralih pada sosok laki-laki yang berjalan di samping Feby. Siapa dia? Apa mungkin pacar barunya Feby? Kok Feby tidak pernah cerita sama aku, kalau sudah punya pacar lagi."Woy ... bengong aja kamu, Rin," tegur Feby membuatku kag
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKUAaaaaa ... teriakku dan langsung menghentikan mobil dengan mendadak.Kur*ng aj*r kamu, Pa. Ternyata kalian sudah melangsungkan pernikahan siri. Sudah sejauh ini kalian mempermainkan perasaanku. Breng*ek kalian. Aku yang tidak bisa mengontrol emosi membuat Dina hanya terdiam dengan menundukkan kepala."Apa saya salah, Din, kalau membalas perbuatan mereka yang sudah keterlaluan seperti itu?"Dadaku bergetar hebat. Keinginan untuk membuat mereka menyesal semakin kuat setelah aku mengetahui kalau mereka ternyata sudah menikah siri. Tadinya aku ingin memberitahu pemilik rumah yang dikontrak Indri agar dia di usir. Ternyata, aku malah mendapat kabar tentang pernikahan mereka."Din, kamu kembali ke toko naik taksi, ya! Terima kasih, kamu sudah banyak membantu saya.""Sa-sama-sama, Bu Arin. Saya akan selalu membantu Bu Arin kapanpun di butuhkan."Aku membalas ucapan Dina dengan senyuman.Segera kulajukan mobilku setelah Dina turun. Air mata yang sejak tadi ku
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU"Kenapa kamu lebih memilih berpisah denganku? Seandainya sedikit saja bisa mengerti dan mau menerima Indri jadi istri kedua. Semua akan baik-baik saja. Toh, kamu tetap menjadi istri pertama dan tidak merubah statusmu sebagai istriku. Sungguh keras kepala kamu, Ma.""Keluar!" tegasku dengan nada yang begitu tinggi.Suami macam apa kamu, Pa, dengan mudahnya bicara seperti itu tanpa memikirkan perasaanku sama sekali. Keterlaluan.Berkali-kali aku mengetahui kebohonganmu, tapi belum pernah sekalipun kamu meminta maaf padaku. Justru kata-kata menyakitkan yang selalu kamu ucapkan."Mbak, segera kamu tutup pintunya!""Ta-tapi, Bu. Pak Ridwan masih ada di depan.""Saya bilang, tutup pintunya!"Aku pun langsung bergegas masuk ke dalam kamar. "Mama," tiba-tiba panggilan bocah polos mengalihkan kepiluanku. Dia mendekatiku dengan senyum manisnya dan memberikan sebuah mainan."Ar-Arza, kamu ingin ngajakin Mama main ya, Nak?" tanyaku dengan segera mengusap air mata
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU"Apalagi ini, Ma? Setelah minta cerai, terus mengusirku dari rumah, dan sekarang kamu mengambil semua karyawan di toko ini," bentak Mas Ridwan di depan semua karyawan toko.Hah ... lagi-lagi harus ada drama di toko ini. Capek. Aku hanya terdiam tanpa menjawab sepatah katapun ucapan Mas Ridwan."Bu-bukan Bu Arin yang meminta. Tapi kami sendiri yang ingin bekerja dengan Bu Arin, Pak Ridwan." terang salah satu karyawan.Mas Ridwan terlihat begitu marah setelah mendengar jawaban tersebut."Kalian pikir, dengan satu toko yang dibagi menjadi dua, mampu menampung kalian semua?" jawab Mas Ridwan menatap satu per satu karyawan yang berderet di depannya.Rasain kamu, Pa. Bahkan karyawan saja enggan menjaga toko batikmu. Harusnya kamu bisa intropeksi, kenapa mereka semua lebih memilih bekerja denganku. "Kalian tidak perlu khawatir! Karena saya masih punya butik yang tak kalah besar dari toko ini. Nanti sebagian saya pindah ke sana. Kalian tidak keberatan 'kan?""
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU"Kamu yakin, Rin. Kalau Mbak Jum sebenarnya sudah mengetahui hubungan Mas Ridwan dan Indri dari awal?""Entahlah, Feb. Tapi aku merasa ada yang aneh dengan sikap Mbak Jum. Kemarin aku mengintai dia saat menerima telepon dari seseorang. Mbak Jum sampai harus ngumpet di belakang untuk bicara dengan penelepon tersebut. Apa yang dia ucapkan juga menjadi tanda tanya untukku."Aku dan Feby terdiam sejenak dengan saling menatap."Rin, kamu pasang CCTV aja di setiap sudut rumah. Biar kamu bisa memantau gerak-gerik Mbak Jum di rumah. Apalagi Arza 'kan diasuh Mbak Jum. Biar kamu bisa memantau Arza sekalian."Ide yang bagus, kenapa aku tidak kepikiran hal itu. Feby memang selalu cepat dalam mencari solusi. Kudekati Feby dan memeluknya begitu erat. Sahabat yang selalu memberi semangat saat diri ini rapuh."Arin, lepasiin ...! Sakit tahu. Lagian kita dilihatin banyak orang di cafe ini."Seketika langsung kulepaskan pelukanku dari Feby. "Terus. Bagaimana perceraian