Pagi itu, Fahira kedatangan tamu. Siapa lagi kalau bukan Yusuf. Beliau datang dengan membawa sebuah kotak besar. Bik Atun dan Tania yang sedang duduk , terlihat sedikit penasaran dengan apa yang pak Yusuf bawa.
"Pagi, Fahira. Loh, kok bik Atun dan Tania ada di sini? "
"Pagi, Pak. Iya, bik Atun dan Tania menginap di sini Pak," Fahira menjawab dengan tenang.
Dahi Pak Yusuf sedikit berkerut, tampak kalau beliau memikirkan sesuatu.
"Yakin tidak ada apa- apa?" tanyanya untuk memastikan.
Fahira, Tania dan bik Atun saling berpandangan.
"Tidak ada apa-apa , Pak," jawab Tania kali ini.
Pak Yusuf hanya mengangguk, ia sebenarnya merasa ada sesuatu yang disembunyikan. Tapi,untuk memaksa, beliau tampak enggan.
"Jadi, maksud kedatangan saya untuk menyampaikan sedikit amanah dari almarhum Bapak dan Ibu. Mungkin Nak Fahira sempat bertemu saya sebelum Bapak dan Ibu berangkat. Ya, tujuan saya waktu itu memang untuk mengurus in
Hesti baru saja menidurkan Erlangga dan Kinanti saat tiba-tiba terdengar suara keras. Bergegas Hesti keluar kamar. Ternyata Gilang sedang berdiri dengan wajah merah padam. Iyem yang melihat hal itu bergegas ke dapur. Ia takut kena sasaran, karena Gilang terlihat begitu emosi."Mas, kenapa? Pulang- pulang malah banting- banting pintu. Nggak ada kerjaan! Kalau anaknya bangun gimana? Aku sudah susah payah menidurkan si kembar," protes Hesti sambil cemberut. Alih- alih menjawab , Gilang menatap istrinya tajam. Melihat tatapan Gilang, Hesti seketika mundur perlahan. Ia merasa sedikit takut juga melihat Gilang yang seolah ingin menelannya hidup- hidup."Kau ini wanita tidak tau diri! Pembawa sial, wanita perusak!" Teriak Gilang."Apa salahku, seenaknya saja kau bicara!" Gilang memelotot, ia mendekati Hesti dan mendorongnya ke tembok. "Apa salahmu katamu?! Apa salahmu? Kau sadar sudah hampir membuatku bangkrut h
Dan sore hari itu Gilang habiskan bersama Sonia. Menurut cerita Sonia, ia adalah seorang SPG mobil. Ia bukan orang Bandung asli. Melainkan asli Surabaya. Mantan suami Sonia seorang pengusaha. Ia memiliki sebuah restoran sunda di kota Tasik. Tadinya, Sonia juga tinggal di Tasik. Tapi, begitu mereka bercerai, Sonia memutuskan untuk mencari pekerjaan dan tinggal di Bandung. Ia merasa malu kepada keluarga besarnya, karena dulu pernikahannya tidak mendapatkan restu dari sang ibu."Istri kamu nggak akan marah, kamu jalan sama aku gini. Apa lagi aku ini janda loh, mas.""Dia lagi aku hukum juga, nggak boleh keluar rumah. Aku lagi kesel sama dia.""Loh, emang kenapa mas?""Dia itu boros, sering beli barang yang nggak penting. Beda banget sa
Semenjak pertemuan dengan Sonia, Gilang sedikit berubah. Yang biasanya pulang untuk makan siang di rumah kini tidak pernah lagi. Bahkan hari libur pun ia jarang di rumah. Rumah pemberian orang tua Gilang sudah ia jual untuk menutupi kerugiannya, juga ia terpaksa menjual salah satu mobil yang ada. Untunglah masalah itu bisa sedikit teratasi. Tapi, rupanya Gilang tidak pernah belajar dari kesalahan. Hesti sendiri lebih banyak diam. Sedikitnya ia menyesali apa yang sudah ia lakukan. Sikapnya mulai membaik, meski iri hatinya tidak berkurang. Setidaknya ia mulai mau mengurus anak-anaknya dengan baik. Sebenarnya, Hesti sedikit curiga jika Gilang memiliki wanita idaman lain. Tapi, ia tidak berani untuk bertanya. Ia masih trauma dengan perlakuan Gilang tempo hari yang mengamuk sampai melakukan kekerasan. Dan, siang itu, seperti biasa, Gilang akan mengantarkan Sonia dan Davina pulang ketika Hesti menel
Pagi itu Fahira sudah didandani dengan cantik. Memakai kebaya berwarna putih susu dan kain batik khas Yogya Fahira terlihat begitu cantik. Sudah 2 hari Fahira menginap di Hotel mewah. Karena akad nikah dan juga resepsi akan diadakan di hotel juga. Rambut Fahira disanggul khas wanita Priangan dengan memaka mahkota, siger, ronce atau untaian melati. Fahira terlihat begitu anggun dan cantik. Make up yang ia pakai tidak tebal, namun benar- benar membuatnya cantik dan manglingi. Inayah betul- betul terharu melihat penampilan Fahira pagi itu.."Ceu, Fahira mohon doanya, semoga di pernikahan Fahira kali ini, Fahira mendapatkan kebahagiaan yang sejati." Fahira berkata sambil bersujud di hadapan Inayah."Doa ceuceu selalu bersamamu , Fahira. Jadilah istri yang baik, bahagiakanlah suamimu kelak. Jadilah istri yang solehah. Semoga, sakinah , mawadah,warohmah ya Fahira. Semoga dijauhkan dari bala." Air ma
Hesti membanting tas yang dibawanya. Ia keliatan kesal. Gilang pun tak jauh berbeda. Wajahnya ditekuk dan sama sekali tidak enak untuk dlihat. Iyem yang melihat situasi seperti itu,buru- buru masuk ke kamar si kembar. Khawatir jika kedua anak itu kaget atau menangis."Kurang ajar si Fahira itu. Rupanya dia sengaja mengundang kita untuk pamer. Mau bilang kalau sekarang dia punya suami kaya raya, punya pengaruh besar. Pasti begitu pikirannya," gerutu Gilang."Ya, kamu juga sih mas. Kamu nggak becus, coba kalau kamu becus kerja, punya relasi banyak. Coba perusahaan kamu itu join juga sama pejabat- pejabat! Kamu harus lebih bisa memajukan perusahaan dong!" kata Hesti. Sontak saja Gilang melotot geram, "Eh, kamu kalau ngomong yang bener! Kemaren siapa yang ngabis- ngabisin uang sampe ratusan juta cuma untuk barang-barang nggak guna?! Kamu harusnya yang sedikit mikir, katanya sarjana ekonomi, tapi ngatur keuangan aja n
Entah berapa lama Hesti tertidur, saat ia terbangun, ia melihat dari jendela kamarnya langit sudah gelap. Hesti pun beranjak, lalu menyalakan lampu kamar dan menutup tirai jendela kamarnya. Perutnya terasa perih,ia baru ingat sejak tadi ia belum makan. Di pesta pernikahan Fahira pun tadi ia hanya makan sedikit saja. Hesti pun keluar kamar, suasana terasa lenggang dan sepi. Hesti melangkah menuju ruang makan. Ia melihat meja makan kosong. Lalu ia melangkah ke dapur. Dibukanya kulkas. Diraihnya susu dan menuangkannya ke dalam gelas sekadar untuk mengganjal laparnya. Biasanya Hesti akan berteriak-teriak memanggil Iyem jika ia lapar atau sekadar minta diambilkan minum. Tapi, kali ini Hesti merasa tak perlu melakukan itu semua. Ia merasa dirinya sudah tidak layak dan pantas lagi disebut nyonya besar di rumah ini. Hesti menghela napas panjang. Ia lalu melangkah menuju kamar si kembar. Dibukanya pintu perlahan-lahan. Ternyata
Pagi itu, Fahira dan Yoga sudah berkemas. Sore nanti mereka akan berangkat ke London dengan di antar oleh Arya, Anna, Danu dan Tania. Fahira meminta Tania untuk tinggal menempati rumahnya. Fahira berpikir, daripada Tania tinggal di tempat kos, lebih baik ia tinggal di rumah Fahira saja. Toh, juga rumah itu pemberian dari almarhum Ammar. Tania tentu menerima tawaran Fahira dengan senang hati. Ia banyak sekali bertukar pikiran dengan Fahira dan Yoga. Dan, Tania memutuskan untuk bercerai dari suaminya dengan dibantu Pak Yusuf dan rekan pengacaranya yang lain. Tania memutuskan untuk belajar merajut di tempat ceu Inayah. Oleh karena itulah, Fahira meminta Tania tinggal di rumahnya dan merawat rumah itu untuk Fahira. "Tidak perlu banyak-banyak, nanti kita di sana pasti membeli pakaian untuk musim dingin dan lainnya sayang," kata Yoga de
KEJUTANSetiba di London Airport city, mereka sudah dijemput oleh Pak Hasan. Beliau ramah sekali. Fahira memergoki Yoga senyum- senyum sendiri seolah mengembunyikan sesuatu."Kita ke apartemen atau ke rumah saja, Nak Yoga?" Tanya Pak Hasan."Enaknya bagaimana Pak?""Loh, ya terserah nak Yoga." Fahira mulai bingung. Rumah? Apartemen?Yoga memiliki rumah dan apartemen di London? Tidak salah? Bagaimana bisa? Melihat Fahira kebingungan, Yoga hanya tertawa kecil. "Nanti kamu juga akan tau.""Ada yang kamu sembunyikan dariku ya?""Hmmm... yaaa kalau aku cerita sekarang, bukan kejutan lagi namanya." Fahira hanya mencebikkan bibirnya dengan kesal. Yoga hanya menjawil pipi istrinya itu. "Kita mampir ke Restoran dulu saja Pak. Biar Fahira makan dulu. Biar saya telepon Mas Surya, dia pasti kaget saya udah tiba.""Mas Surya sudah saya beri kabar