Pagi itu, Amar menepati janjinya untuk membawa Kamania bertemu Fahira. Saat Amar sampai di rumah kontrakan Fahira, ternyata Fahira sudah berangkat kerja, dan Amar menyusul ke sana.
Saat melihat Kamania, Fahira girang luar biasa. Bos Fahira pun tidak melarang ketika Fahira meminta izin untuk pulang. Inayah, pemilik konveksi tempat Fahira bekerja memang baik. Ia tau betul kejadian yang menimpa Fahira.
“Maaf, Ceu Inay. Kamania datang sama kakeknya, saya mau boleh pulang, kan?” pamit Fahira. Inayah mengangguk dan tersenyum, “Pergilah, Fa. Jangan pikirkan pekerjaan, kasian Kamania jauh-jauh datang. Bawalah pergi main ke tempat bermain atau pergi makan.”
“Duh, terima kasih banyak, Ceu. Saya janji besok saya akan selesaikan semua rajutan saya.”
Fahira pun segera meraih Kamania dalam gendongannya dan membawanya pulang ke rumah kontrakannya. Sementara Amar mengikuti langkah Fahira dari belakang. Tempat kerja Fahira tidak jauh dari rumah kontrakannya.
"Nia mau makan apa? Mama buatin ya, mau jajan?" ujar Fahira sesampainya mereka di kontrakan.
Kamania menggeleng, ia mengeratkan pelukan kepada Mamanya. Seolah takut jika akan dipisahkan lagi.
"Maafkan kelakuan Ibu dan Gilang semalam, Nak," ujar Amar.
Fahira menggeleng. " Saya tidak apa-apa, Pak. Saya ikhlas Kamania bersama kalian, saya sadar diri jika saya hanya pekerja biasa tidak punya gaji yang besar. Tapi ... saya ingin sesekali menjenguk Kamania, itu saja Pak."
Amar menghela nafas panjang.
"Lebih baik, kamu tidak usah ke rumah lagi. Biar bapak yang bawa Kamania kemari setiap sabtu dan minggu. Sabtu pagi bapak akan bawa Nia ke sini dan minggu sore bapak jemput kembali,” kata Amar.
"Bapak serius?"
"Serius, bapak tidak sedang bercanda. Bapak pusing jika kamu ke rumah mendengar ibu dan Gilang berteriak seperti semalam. Kasian Kamania ketakutan.
Dengan penuh haru ,Fahira bersimpuh di hadapan mantan mertuanya dan mencium tangan Amar.
"Terima kasih sekali Bapak, terima kasih sekali,” kata Fahira penuh haru.
Amar mengelus kepala Fahira sekilas, ia merasa sangat berdosa kepada Fahira. Dulu, ia tidak berkutik saat Gilang menceraikan Fahira. Sekarang, ia harus menebus semua kesalahannya.
"Sudahlah tidak apa."
Sesuai janjinya, tiap minggu Amar akan mengantarkan Kamania ke kontrakan Fahira. Pada mulanya Kamania tidak mau pulang, ia ingin bersama ibunya. Namun, lama kelamaan Kamania mulai mengerti. Saat Amar menjemput dia tidak lagi menangis. Namun, di hari Jumat , ia akan sibuk mengingatkan Amar agar membawanya kepada Fahira keesokan harinya.
Waktu pun berlalu, tanpa terasa Kamania sudah berusia 5 tahun. Gadis kecil itu sudah waktunya masuk TK. Amar pun sudah mendaftarkan Kamania di sebuah Taman Kanak-Kanak tak jauh dari rumah mereka.
Pagi itu, entah mengapa Hesti merasa mual dan berkeringat dingin. Endang yang memperhatikan Hesti pun menyuruh Atun untuk bertanya.
"Teh Hesti, kata ibu kenapa?"
Hesti menggeleng perlahan, "Nggak tau, Bi. Dari kemarin saya kok mual gitu. Mungkin masuk angin.”
"Mau bibik kerik?"
“Hamil, mungkin. Coba kau beli tespack, Tun,” kata Endang dengan ketus.
Ya, Hesti dan Endang memang sering adu mulut. Hanya awal- awal saja mereka akur. Namun, semakin hari, Endang mulai tidak suka dan sering membanding- bandingkan Hesti dengan Fahira. Sementara Gilang dan Amar memilih untuk tidak ikut campur, hanya sesekali saja Amar menegur bila istrinya sudah kelewatan.
"Ya sudah, biar bibi beli tespacknya,Bu,” ujar Bik Atun.
"Sana Bik, ini uangnya. Sekalian beli susu dan roti coklat untuk bekal Nia," sahut Endang sambil memberikan selembar uang pada bik Atun.
Tak lama kemudian Bik Atuh pun kembali dengan pesanan majikannya.
“Ayo, Ti ... coba tes dulu, lalu hasilnya berikan pada ibu," perintah Endang.
Hesti pun menuruti perintah ibu mertuanya. Ia mengambil tespack dari tangan Endang dan segera beranjak ke kamar mandi.
Dan ketika melihat hasilnya sontak Hesti pun girang. Hasilnya garis dua yang berarti dirinya memang positif hamil, seperti dugaan Endang. Hesti pun keluar dari kamar mandi dan langsung menghampiri Endang yang tengah sibuk memakaikan seragam Kamania.
"Bu, betul bu, Hesti hamil."
Endang tersentak dan menyambar tespack dari tangan Hesti. Melihat hasilnya ia pun tersenyum dan berteriak memanggil suami dan anaknya.
“Pak, Gilangi ayo cepat kemari!" serunya.
Amar dan Gilang yang sedang menikmati secangkir kopi di teras depan pun segera berlari ke dalam dengan panik.
“Ada apa sih bu, teriak- teriak ?" ujar Amar .
"Iya, malu sama tetangga!" timpal Gilang.
“Hesti hamil,” ujar Endang sambil menunjukkan tespack yang ada di tangannya pada Gilang.
“Wah ... terima kasih, Sayang, " ucap Gilang sambil mencium kening Hesti.
"Jangan kecapean," ujar Amar dan segera berlalu kembali ke ruang tengah.
Sementara Kamania berdiri mengawasi dengan penuh tanda tanya, mengapa mendadak eyangnya tidak lagi memperhatikannya.
“Eyang, Nia mau sekolah," ujarnya memecahkan perhatian orang dewasa yang berada di sekitarnya.
"Eh, iya eyang sampe lupa.Nia diantar Bik Atun,eyang mau antar mama Hesti ke bidan sama Papa," jawab Endang.
"Ayo ... Neng pergi sekolah sama bibik, " ujar Bi Atun sambil menggandeng lengan Kamania dan mengajaknya pergi ke sekolah .
"Habis itu tinggal aja,Bik. Nanti kerjaan rumah nggak selesai," sahut Gilang.
"Iya Den, tapi nanti gimana Neng Nia pulang?"
"Ya nanti baru jemput lagi aja sih, gitu aja repot," ujar Gilang lagi.
Sementara Hesti hanya senyum- senyum menerima perhatian suami dan ibu mertuanya.
Selama menikah memang Hesti tidak pernah mengurusi Kamania . Kamania pun enggan dekat dengannya. Mungkin jiwanya yang masih polos tau, bahwa Hestilah yang sudah merusak keharmonisan keluarganya.
Sesampainya di sekolah, bi Atun langsung menitipkan Kamania kepada gurunya.
"Saya titip Neng Kamania ya, Bu," ujarnya.
Yuyun, guru Kamania menyambut Kamania dengan senyuman.
"Iya Bik, tapi jangan lupa jam 11 nanti dijemput. Meski tidak jauh dari rumah tapi, bahaya kalo sampai Kamania nekad pulang sendiri. Saya juga kan tidak hanya mengawasi satu murid saja ketika jam mereka pulang, sebab murid yang masuk siang segera masuk juga,” jawab Yuyun .
"Bibi pulang dulu ya neng, jangan ke mana-mana kalo bibi atau eyang belum menjemput, ya."
“Iya, Bik. Tapi jemput ya, Nia takut kalo nggak dijemput," ujar gadis kecil itu.
Bik Atun mengangguk dan cepat- cepat kembali pulang.
“Ayo, Kamania kita masuk kelas,ya, " ujar Yuyun sambil menggandeng Kamania masuk ke kelasnya.
***
"Kandungannya sudah memasuki usia lima minggu ya. Harus dijaga, jangan sampai Ibu kecapean. Dan juga makanannya diperhatikan ya,Bu" ujar dokter Andini.
“Apa ada pantangan makan?” tanya Endang.
"Ah, tidak Bu. Tidak ada pantangan makan apa pun. Trimester pertama ini mungkin menantu Ibu akan mengalami morning sickness, itu sangat wajar pada ibu hamil. Untuk mengurangi mualnya boleh dibuatkan lemon tea hangat di pagi hari atau bisa juga susu khusus ibu hamil. Atau bisa juga makan buah di pagi hari seperti semangka, melon, jeruk yang manis jika makan nasi menyebabkan mual, ya,” ujar Andini panjang lebar.
"Jaga cucu saya baik- baik,ya," ujar Endang pada Hesti.
"Baiklah, jika tidak ada lagi yang ditanyakan, saya akan membuatkan resep vitamin,” ujar Andini lagi.
EKSTRA PART : AKHIR YANG BAHAGIA Siang itu rumah Kamania di penuhi banyak orang. Semua keluarganya berkumpul, tak ketinggalan juga Arini dan Barata. Tentu saja, mereka berkumpul untuk menghadiri acara akikah putra dan putri Kamania dan Ivan. Ya, mereka mendapatkan anak kembar. Tidak lama setelah menikah. Kamania langsung hamil karena memang mereka tidak menunda untuk memiliki keturunan. Ivan memberi nama Vania Larasati dan Kendra Sadewa. Semua menyambut gembira lahirnya bayi kembar itu. Fahira berulangkali meneteskan air matanya bahagia."Jadinya nggak berebut ya kalau langsung dua begini,"kata Arini sambil menggendong Vania. Fahira yang sedang menggendong Kendra hanya tertawa kecil. "Kita sudah tua ya, Mbak. Sudah punya cucu," sahut Fahira yang disambut dengan tawa semuanya. "Oya, aku ada kabar gembira, Fahira," kata Hesti."Apa? Kabar apa ni? Si kembar?"tanya Fah
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya Kamania Khairani Wijaya binti Gilang Wijaya dengan mas kawin seperangkat alat salat dan emas senilai 25 gram dan uang tunai sebesar delapan puluh juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu rupiah di bayar tunai.""Saya terima nikah dan kawinnya ananda Kamania Khairani Wijaya dengan mas kawin tersebut di atas tunai.""Bagaimana para saksi, sah?""Saah.....!!!" Kamania tersenyum dan mencium punggung tangan Ivan sebagai tanda baktinya. Lalu Ivan memasangkan cincin di jari manis Kamania. Setelah itu mereka pun sungkem kepada kedua orang tua masing-masing. Gilang sendiri yang menikahkan Kamania sebagai ayah kandung. Tidak butuh waktu yang lama untuk mereka menikah. Sebulan setelah Kamania kembali ke Indonesia, Ivan melamarnya dengan penuh kebanggaan. Dan, Kamania pun menerima dengan restu kedua orang
_5 Tahun kemudian_ Seperti hari yang telah berlalu dan terlewatkan. Pagi ini Fahira terbangun dengan segar. Dan, seperti biasa dia menyiapkan sarapan untuk Yoga dan Arjuna. Arjuna sekarang sudah kuliah. Ia tidak mau jauh-jauh dari kedua orang tuanya. Sementara, Kamania selepas S2 nya selesai ia bekerja di St Mary's Hospital. Dan, hari ini dia akan pulang ke Indonesia. Sesuai janjinya dulu dengan membawa kebanggaan. Beberapa kali Fahira,Yoga dan Arjuna mengunjungi Kamania di London. Bahkan Gilang dan Tania serta anak-anak mereka pun sempat sekali mengunjungi Kamania di sana. Fahira bangga pada putri pertamanya itu. Dia berhasil mendidik Kamania dengan baik. Sehingga bisa seperti sekarang ini."Pesawatnya jam satu siang kan, Ma?"tanya Arjuna sambil memakan roti bakarnya."Iya, kamu mau ikut?""Iya Ma, aku nggak ada kuliah kok hari ini. Biar nanti aku yang bawa mobil. Kita berangkat jam sebelas aja,
Ivan terkejut Kamania mengajaknya bertemu dan makan malam. Padahal seminggu ini dia selalu menghindar. Ivan sendiri merasa serba salah. Ia tidak tau di mana letak kesalahannya sehingga Kamania menghindarinya selama beberapa hari terakhir. Mereka memilih untuk makan di restoran seafood favorit mereka untuk makan malam kali ini. Kamania sudah menelepon sebelumnya untuk reservasi temoat dan memesan beberapa menu makanan. Sehingga, saat mereka datang tidak akan terlalu lama menunggu. "Ada apa sih, Na? Tumben , kamu ajak dinner berdua kayak gini. Trus udah pesen makanan kesukaan aku juga loh,"kata Ivan sambil menikmati makanan yang sudah tersaji di hadapan mereka. Kamania memesan sate kerang, udang goreng tepung, khailan dan tim ikan bawal favorit Ivan. Kamania memang sengaja mengajak Ivan keluar supaya mereka bisa santai bicara berdua. Dalam suasana yang menyenangkan juga.
Sudah beberapa hari ini Fahira melihat Kamania tidak bersemangat. Ia sering kedapatan sering melamun, entah sedang memikirkan apa. Setiap kali jika ia ditanya hanya geleng kepala dan mengatakan bahwa dia tidak apa-apa. Fahira memutuskan untuk mempercayakan Butik sementara kepada Nela, asisten kepercayaannya. Ia merasa harus meluangkan waktu menemani Kamania. Fahira, tau Kamania saat ini pasti sedang memikirkan sesuatu. Dan, Fahira harus mencari tau. Fahira juga sudah membicarakan perihal Kamania kepada Yoga. Termasuk permintaan Kamania untuk meneruskan S2 nya di London."Aku tidak masalah, kalau memang Kamania mau meneruskan kuliahnya di London. Kan ada mas Surya di sana. Lagi pula, universitas di sana bagus. Kau sendiri kan pernah kuliah di sana. Kamania sendiri menghabiskan beberapa tahun dengan tinggal di sana, kan. Tidak akan perlu waktu yang lama untuk dia menyesuaikan diri. Lagi pula, Kamania anak yang pintar."
Akhirnya setelah melewati perjalanan panjang selama beberapa bulan, Andrea pun melahirkan seorang bayi perempuan yang lucu. Andrea menjalani proses melahirkan secara Cesar. Dan bayi yang lahir itu sangat menggemaskan. Wajahnya merupakan perpaduan dari wajah Rangga dan Andrea. Mereka sepakat memberinya nama Aulia Putri Rinjani. Entah mengapa, Andrea menyukai nama itu. Yudistira dan Aryatie yang mendengar berita kelahiran Aulia tentu saja language menyambangi ke rumah sakit. Tangis haru mereka pun pecah. Tidak perlu pembuktian melalui tes DNA melihat wajah bayi lucu itupun mereka percaya bahwa memang itu adalah darah daging Rangga. Rangga yang sedang berada di Kanada pun langsung diberi kabar, dan dia langsung menghubungi melalui panggilan video untuk melihat buah hatinya. Tangisnya pun tak terbendung saat melihat bayi lucu dalam gendongan Aryatie."Titip cium dariku,