Entah berapa lama Hesti tertidur, saat ia terbangun, ia melihat dari jendela kamarnya langit sudah gelap. Hesti pun beranjak, lalu menyalakan lampu kamar dan menutup tirai jendela kamarnya. Perutnya terasa perih,ia baru ingat sejak tadi ia belum makan. Di pesta pernikahan Fahira pun tadi ia hanya makan sedikit saja. Hesti pun keluar kamar, suasana terasa lenggang dan sepi. Hesti melangkah menuju ruang makan. Ia melihat meja makan kosong. Lalu ia melangkah ke dapur. Dibukanya kulkas. Diraihnya susu dan menuangkannya ke dalam gelas sekadar untuk mengganjal laparnya.
Biasanya Hesti akan berteriak-teriak memanggil Iyem jika ia lapar atau sekadar minta diambilkan minum. Tapi, kali ini Hesti merasa tak perlu melakukan itu semua. Ia merasa dirinya sudah tidak layak dan pantas lagi disebut nyonya besar di rumah ini. Hesti menghela napas panjang. Ia lalu melangkah menuju kamar si kembar. Dibukanya pintu perlahan-lahan. Ternyata
Pagi itu, Fahira dan Yoga sudah berkemas. Sore nanti mereka akan berangkat ke London dengan di antar oleh Arya, Anna, Danu dan Tania. Fahira meminta Tania untuk tinggal menempati rumahnya. Fahira berpikir, daripada Tania tinggal di tempat kos, lebih baik ia tinggal di rumah Fahira saja. Toh, juga rumah itu pemberian dari almarhum Ammar. Tania tentu menerima tawaran Fahira dengan senang hati. Ia banyak sekali bertukar pikiran dengan Fahira dan Yoga. Dan, Tania memutuskan untuk bercerai dari suaminya dengan dibantu Pak Yusuf dan rekan pengacaranya yang lain. Tania memutuskan untuk belajar merajut di tempat ceu Inayah. Oleh karena itulah, Fahira meminta Tania tinggal di rumahnya dan merawat rumah itu untuk Fahira. "Tidak perlu banyak-banyak, nanti kita di sana pasti membeli pakaian untuk musim dingin dan lainnya sayang," kata Yoga de
KEJUTANSetiba di London Airport city, mereka sudah dijemput oleh Pak Hasan. Beliau ramah sekali. Fahira memergoki Yoga senyum- senyum sendiri seolah mengembunyikan sesuatu."Kita ke apartemen atau ke rumah saja, Nak Yoga?" Tanya Pak Hasan."Enaknya bagaimana Pak?""Loh, ya terserah nak Yoga." Fahira mulai bingung. Rumah? Apartemen?Yoga memiliki rumah dan apartemen di London? Tidak salah? Bagaimana bisa? Melihat Fahira kebingungan, Yoga hanya tertawa kecil. "Nanti kamu juga akan tau.""Ada yang kamu sembunyikan dariku ya?""Hmmm... yaaa kalau aku cerita sekarang, bukan kejutan lagi namanya." Fahira hanya mencebikkan bibirnya dengan kesal. Yoga hanya menjawil pipi istrinya itu. "Kita mampir ke Restoran dulu saja Pak. Biar Fahira makan dulu. Biar saya telepon Mas Surya, dia pasti kaget saya udah tiba.""Mas Surya sudah saya beri kabar
Hesti mendandani kedua anaknya dengan rapi. Kedua anaknya sekarang sudah mulai belajar berjalan. Hanya tinggal menghitung waktu, Gilang akan menikahi Sonia. Bahkan mereka juga menggelar resepsi pernikahan. Ya, meskipun tidak mewah, tapi tetap saja harus mengeluarkan banyak biaya. Dan, mereka terpaksa menjual satu set perhiasan hasil rampasan mereka pada Fahira. Iman dan Masayu hanya bisa geleng kepala melihat betapa hancurnya rumah tangga Hesti."Kamu yakin, akan menghadiri pernikahan suami kamu itu, Ti?" tanya Iman."Ya Mas, kami membuat janji yang akan kami tandatangani sebelum akad berlangsung. Kalau aku tidak datang, perjanjian itu batal. Mas dan Mbak aku harap bisa menjadi saksi.""Kenapa sih, kamu nggak minta cerai aja, bawa anak-anak, daripada kamu begini. Dimadu itu nggak enak, Ti,"kata Masayu."Ya, habis bagaimana Mbak? Saya nggak masalah kalau dia nggak kasi harta. Tapi, dia mengancam mau ambil
SATU ATAP Gilang dan Sonia langsung pergi berbulan madu setelah menikah.Dan tidak terasa mereka kini sudah 3 bulan menikah. Hesti yang sudah tak peduli tidak banyak bicara. Ia memilih untuk diam. Sonia menempati kamar yang biasa ia tempati dengan Gilang. Sementara Hesti akhirnya pindah ke kamar almarhum Ammar dan Endang. Hesti tidak keberatan, karena kamar tersebut tidak kalah besar juga. Selain Iyem, Hesti sengaja mencari satu baby sitter untuk bisa meringankan tugas Iyem. Karena ia sudah mulai bekerja. Sebenarnya, Hesti tidak mau meninggalkan anak-anaknya. Tapi, ia merasa sudah waktunya ia mandiri. Toh, Gilang juga sekarang sudah memiliki istri yang lain. Bukan tidak mungkin mereka juga akan memiliki anak kan? Pagi itu, Hesti tengah bersiap-siap untuk berangkat kerja. Si kembar sudah selesai mandi dan disuapi makan. Hesti sengaja meluangkan waktunya di pagi hari untuk menyuapi d
Sore itu sepulang kerja, Hesti membeli banyak sekali makanan. Termasuk buah- buahan dan susu serta beberapa vitamin dan asam folat. Sonia yang sedang duduk di meja makan sambil menikmati kolak pisang buatan Iyem tentu saja menatap Hesti keheranan. Karena, biasanya Gilang yang memberikan uang kepada Iyem untuk Iyem berbelanja sayuran dan kebutuhan lainnya."Tumben sekali kamu belanja Mbak," komentar Sonia. Hesti tersenyum manis. "Ah, iya ini buatmu Sonia. Ada asam folat dan vitamin. Bagus untuk pengantin baru. Ini juga susu untuk program kehamilan. Kamu minum ya. Nanti aku ingetin Bik Iyem untuk rutin membuatkanmu tiap pagi dan malam." Sonia tentu saja melongo kaget. "Kau ... maksudku-""Loh, apa salah? Anak itu bawa rezeki, Son. Kamu memang sudah punya Davina. Tapi, alangkah lebih baik, kalau kamu juga hamil anaknya Gilang, kan? Supaya hubungan kalian lebih mesra," ujar Hesti."Kamu ....""Buk
Garis dua Gilang dan Sonia saling berpandangan. Hasil tes menunjukkan kalau Sonia benar- benar hamil. Sejenak, Gilang merasa gamang. Ia senang, karena artinya ia akan memiliki seorang anak. Tapi, apa artinya jika harus mengorbankan dan kehilangan anak yang lain? Gilang sudah kehilangan Kamania. Lalu kali ini ia akan kehilangan 2 sekaligus. Erlangga dan Kinanti. Ada sedikit rasa menyesal yang timbul dari dalam hatinya. Ia teringat kembali ucapan almarhum bapaknya. "Wanita itu tercipta dari tulang rusuk. Dan tulang rusuk itu bengkok, untuk dapat meluruskannya tidak bisa kau paksa. Jika kau paksa maka akan patah. Demikian juga hati wanita. Seorang lelaki adalah imam, kepala keluarga. Hendaklah menjadi kepala keluarga yang bijaksana. Dalam mendidik istri dan anak-anak. Jangan sesekali menggunakan kekerasan."&nbs
Hesti menatap Gilang dan Sonia dengan tenang. Ia sudah dapat menduga ke mana arah pembicarMasn Sonia dan Gilang."Kami mau bicara sebentar, Ti," kata Gilang sMast Hesti baru saja pulang."Sonia hamil, betulkan? Ya, bik Iyem sudah bilang tadi. Selamat ya, Sonia. Jaga baik-baik kandunganmu. Nah, sekarang ada apa lagi?" Sonia menyikut lengan Gilang seolah memberi tanda pada Gilang untuk segera bicara."Hmmm, Ti. Uang bulananmu bulan ini sudah aku transfer. Sengaja aku lebihkan.Aku transfer 10 juta tadi. Tapi, seperti nya bulan depan aku tidak bisa lagi memberimu jatah bulanan. Kau tau sendiri keuanganku sMast ini. Aku sedang membangun kembali kamar kos dan perusahMasn juga omsetnya sedang kurang baik dan aku juga harus membayar cicilan ke bank.”"Kalau begitu, kau harus menceraikan aku. Sesuai dengan perjanjian kita ketika kalian menikah. Aku tidak akan meminta harta apa pun Mas. Bahkan, aku masih menyimpan satu set perhiasan
Jika kamu memiliki cintaRawat dan simpanlah baik- baikTak peduli jika kamu mulai bosanSimpan saja, jangan kau buang atau bahkan kau rusakIngatlah perjuanganmuSMast pertama kali kau mendapatkannyaIngatlah sMast pertama kali dapat meraihnyaIngatlah sMast kau pertama kali memeluknyaTerkadang,SMast sesuatu sudah ada di genggamanKau akan menganggap remehNamun,SMast ia sudah terbang jauhBaru kau akan merasa apa artinya' KEHILANGAN' Pagi itu Gilang terbangun dan mendapati suasana rumah begitu sunyi. Ia terbangun pun karena Davina mengetuk pintu kamarnya berkali- kali. Gilang melangkah membuka pintu dan mendapati Davina tengah kebingungan sambil menatap nya."Loh, Davi kenapa? Astaga, mMasf Papa kesiangan. Hari ini kita nggak usah sekolah aja ya. Mana bik Iyem?""Itu makanya Davi