"Jadi, bagaimana hasilnya Salatmu, Chi?" tanya Iman pada Hesti sore itu. Hesti mengendikkan bahunya, "Entahlah Mas. Sebetulnya sudah dua kali aku mendapat mimpi. Tapi, aku kok masih takut untuk membangun rumah tangga lagi. Terlebih aku juga belum terlalu mengenal Rivaldo."
"Chi, kalau dulu ketika kamu menikah dengan Gilang Mas sedikit menentang, itu karena dari awal kamu yang salah. Kamu sudah menghancurkan rumah tangga orang lain. Tapi, kali ini melihat status kalian yang sama- sama sudah sendiri, Mas rasa tidak masalah. Tapi, Mas mau bertemu dulu dengan Rivaldo. Mas kan perlu menilai bagaimana dia. Dan, kalau memang dia serius seharusnya dia datang kemari bersama keluarganya."
"Meskipun kamu sudah janda. Tapi, tetap saja harus dihargai. Itu sebabnya Masmu tidak mengizinkan kamu untuk kos. Karena sekarang Masmu bertanggung jawab padamu. Karena orang tua kalian sudah tidak ada. Jadi, jangan marah kalau mbak sering menasehatimu. Mba, senang seka
Sonia terpaku saat melihat siapa yang datang. Rivaldo dan beberapa orang anggota kepolisian.“Ka-kamu ... maaf, ada apa ini Pak?”tanya Sonia gugup.“Maaf ,kami dari Polda Bandung. Kami membawa surat perintah penangkapan atas nama Sonia. Ibu dipersilakan untuk ikut kami ke kantor.”“Ap-apa salah saya?kenapa saya harus ikut ke kantor?”“Ibu telah didakwa atas kasus pembunuhan saudara Abdullah Susanto di Surabaya. Juga percobaan pembunuhan kepada Bapak Rivaldo. Dan yang terbaru dilaporkan adalah pencobaan pembunuhan juga terhadap bapak Gilang. Jika selain Ibu ada ada orang lain yang terlibat, silakan ibu jelaskan di kantor polisi.” Sonia menggelengkan kepalanya.”Tidak mungkin pak. Saya tidak mungkin membunuh suami saya sendiri. Tidak mungkin saya akan membunuhnya. Tidak ada bukti sama sekali!”“Ini ponsel yang bersangkutan Pak, silakan diperiksa. Pasti ada bukt
Sore itu, Gilang memutuskan untuk menjalankan ibadah salat maghrib di masjid dekat rumahnya. Entah sudah berapa lama ia tidak menginjakkan kakinya ke sana untuk menjalankan ibadah.Rupanya Salat baru saja dimulai. Gilang pun bergegas untuk mengikuti yang lain. Setelah selesai Salat. Gilang masih duduk bersimpuh. Dia memanjatkan doa- doa yang selama ini hampir tidak pernah ia ucapkan. Gilang masih di sana sampai pada waktu salat Isya. Dan setelah selesai pun Gilang masih tetap diam di tempatnya. Ia menangis dan mencurahkan isi hatinya di hadapan sang pencipta. Tiba- tiba ia merasakan bahunya ditepuk perlahan. Gilang menoleh, dan ia mendapati senyuman yang begitu arif dan meneduhkan. Ia mengenalinya, beliau adalah ustaz Darda. Beliau ada
Tania sedang asyik melakukan video call dengan Fahira. Ia terlihat ikut merasakan kebahagiaan saat melihat perut Fahira yang membuncit. Kamania dan bik Atun juga tampak begitu bahagia."Jadi, kau tetap kuliah dengan perut seperti itu, Teh?""Ya tentu, malah aku begitu bersemangat. Mungkin, bayiku ini ingin menjadi pintar juga hahahha. Bagaimana kondisimu,sehat? Pekerjaanmu lancar?" tanya Fahira."Alhamdulillah, aku udah tambah lancar sekarang. Kata ceu Inayah aku bisa ni kaya Teteh nantinya hihi ...." Tiba- tiba pintu terdengar diketuk. Tanpa melepaskan ponselnya. Tania beranjak membuka pintu. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat siapa yang datang."Ka-kamu-""Assalamualaikum.""Wa-waalaikumsalam""Ada siapa Nia? Tamu ya? Ya udah teteh sudahi dulu video callnya. Assalamualaikum." Tanpa menunggu jawaban Tania, Fahira pun menutup percakapan lewat video call itu. Sementara Tania
Sonia menatap Gilang yang duduk di hadapannya dengan tenang. Ia merasa begitu berdosa. Selama ini, sikap Gilang tidak pernah kasar kepadanya. Bahkan apa yang ia minta sedapat mungkin selalu dipenuhi oleh Gilang. Seharusnya, ia tidak mengikuti apa yang ibu tirinya perintahkan. Penyesalan memang selalu datang terlambat."Kau masih mau menjenguk aku di sini, Mas?" tanya Sonia lirih. Gilang hanya tersenyum."Kau masih istriku.""Kenapa kau tidak menceraikan aku saja? Bahkan kau malah mencabut laporanmu. Kamu cabut pun aku tetap akan menjalani persidangan dan menanti hukuman." Kata Sonia terbata- bata. "Aku mencabut laporanku karena aku sudah memaafkanmu. Aku sudah mendengar dari penyidik, kalau selama ini kamu dieksploitasi oleh ibu tirimu. Jadi, aku dan Rivaldo sepakat untuk mencabut laporan kami kepadamu. Karena, kamu hanyalah alat saja. Lagi pula, kamu sedang mengandung anakku bukan? Ya, aku tau mungkin meski kami mencabut laporan kami k
_3 bulan kemudian_ Gilang bergegas melangkahkan kakinya di koridor rumah sakit. Begitu tiba di Bandara ia langsung naik taksi menuju Rumah Sakit Husada Utama Surabaya. Sonia dilarikan ke rumah sakit karena ia terjatuh dan air ketubannya pecah. Gilang begitu panik. Ia langsung memesan tiket pesawat melalui aplikasi dan langsung berangkat. Bahkan saking paniknya ia tidak membawa apa pun selain surat- surat penting, ponsel, dan atmnya. Saat ia tiba Sonia rupanya sudah dibawa ke ruang operasi. Posisi bayinya rupanya terlilit tali pusar. Dan Sonia sudah kehabisan tenaga. Seorang Polwan nampak berjaga di depan pintu ruang operasi. Gilang bergegas menghampirinya."Siang bu, saya Gilang suami Sonia." Kata Gilang sampai mengulurkan tangannya."Ah, ya pak. Saya AIPDA Anita. Bu Sonia sekarang tengah ditangani oleh dokter. Tadi, kondisinya lemah sekal
Setelah menyelesaikan semua admistrasi rumah sakit, juga menandatangani beberapa berkas dari kepolisian. Gilang pun akhirnya bisa kembali ke Bandung dengan membawa Elvano. Sesuai saran dari pihak rumah sakit, Gilang menggunakan transportasi kereta api.Dan setelah kurang lebih 12 jam di dalam kereta, Gilang pun tiba di stasiun Bandung. Beruntung sekali selama di kereta ada pasangan suami istri yang kebetulan membawa bayi juga, dan sang ibu dengan baik hati mau membantu memberi ASInya pada Elvano. Gilang pun berkenalan dengan pasangan suami iatri itu yang kebetulan rumahnya ternyata tidak jauh juga dari rumah Gilang."Mampir nanti ke rumah kami Pak Gilang," ujar Satriawan."Kalau bapak berkenan, ASI saya kebetulan melimpah. Banyak sekali di rumah. Saya bisa mendonorkan ASI saya untuk Elvano. Bukankah jadinya nanti Elvano dan Haras bisa menjadi saudara sesusuan," kata Melinda menimpali ucapan suaminya.&nbs
Tidak terasa hampir 3 bulan, setiap pagi sampai sore hari Tania akan datang ke rumah Gilang dan mengurus Elvano. Dan, 2 hari ini Gilang akhirnya mendapatkan baby sitter. Sebetulnya, Gilang sudah mencari dan banyak yang melamar sebagai baby sitter Elvano. Tapi, tidak ada yang sreg. Sampai, akhirnya piliihan mereka jatuh kepada Siti. Dia gadis yang ramah, dan keliatannya suka anak kecil. Pagi ini seperti biasa Tania sudah datang. Tania selalu datang sebelum Gilang berangkat kerja. Dan pulang setelah Gilang pulang dari bekerja. Ketika Tania datang, Gilang sedang sarapan, sementara Siti sedang asik memberikan susu pada Elvano."Eh, kamu sudah datang, Nia? Sudah makan?" tanya Gilang. Tania mengangguk. "Sebelum ke sini tadi aku makan dulu." Gilang menatap Tania, Tania di mata Gilang adalah sosok wanita yang baik dan ramah. Terlebih ia begitu baik dan sayang kepada Elvano."Ada apa ngeliatin kayak gitu, Mas? Aku ada buat sal
Fahira menatap bayi mungilnya dengan bahagia. Melalui proses alami, Fahira melahirkan seorang bayi lelaki dengan berat 3,6 kg dan panjang 48 cm. Bayi itu diberi nama Arjuna Pratama. Kamania tentu saja senang memiliki adik kecil. Ia tak henti- hentinya bertanya kapan ia boleh menggendong adik kecilnya.Pagi, itu saat sedang memberi asi pada Arjuna telepon milik Fahira berdering. Yoga yang sedang menemani Kamania sarapan, bergegas meraih ponsel Fahira yang kebetulan ada di dekatnya."AssalamualaikuM ... eh, Tania. Fahira ada, tunggu aku berikan teleponnya.""Ya Tania, tumben menelponku. Ada hal penting ya?" sapa Fahira. Tak urung, ia merasa heran ,karena biasanya dialah yang menelpon."Teh, aku ganggu ya?" tanya Tania dengan berdebar." Tidak, aku sedang memberi ASI Arjuna. Kenapa, Nia?""Teh, kemarin aku ... hmmm, jadi Teteh kan tau, kalau aku membantu menjaga anaknya mas Gilang. Jadi-" Fahi